Aruni malah tertawa. “Laporkan, ayo laporkan ke polisi. Ada bukti? Ada saksi?”
Yongki tersenyum miring. “Tidak perlu saksi atau bukti. Alula sebagai korban sudah cukup untuk menjebloskan kalian ke penjara! Kalian benar-benar licik! Pernikahan kita ini tidak sah! Aruni, aku men–”
“Yongki, Aruni, kenapa kalian ribut-ribut?” Rohima yang tidak sengaja mendengar pertengkaran itu, menegur.
Ucapan talak yang hampir diucapkan Yongki terputus.
“Ma, Bang Yongki jahat! Dia baru pulang malam-malam begini gara-gara habis nemuin Alula.” Aruni berlari ke arah Rohima dan memeluk mertuanya itu sambil terisak.
Meski baru kenal, Rohima memang sangat menyukai Aruni karena merasa sang menantu asal-usulnya jelas dan dari keluarga cukup terpandang. Tidak seperti Alula yang berasal dari wanita perebut suami orang.
“Ki, benar apa yang dikatakan istrimu?”
“Separuh benar dan setengahnya salah,” jawab Yongki.
“Mama nggak mau lagi kejadian kayak gini terulang. Ini baru beberapa hari kalian nikah, tapi kamu sudah bikin anak orang nangis. Kalau sampai kamu buat Aruni nangis lagi, Alula yang bakal Mama marahi.”
“Ma, kenapa malah Alula yang jadi sasaran?”
“Karena pasti dia yang nyuruh kamu nemui dia, dia yang masih mengharapkanmu, dia yang memaksamu datang ke dia, dia bicara yang bukan-bukan ke kamu. Iya, 'kan?”
“Ma, cukup! Jangan lagi menyalahkan Alula karena dia nggak salah. Jangan bawa-bawa dia."
“Ma, apa yang harus kulakukan saat suamiku membela wanita lain di hadapanku kayak gini? Apa yang harus kulakukan karena gara-gara Alula, Mas Yongki jadi berani ke Mama?” Aruni terisak.
“Yongki, pokoknya Mama nggak mau tahu. Putuskan semua hubungan dengan Alula, jangan sampai menemui dia lagi. Kalau enggak, Mama bisa minta teman Mama yang jadi dosen di kampus Alula biar wanita itu di-DO!”
“Mama jangan keterlaluan kayak gini!”
“Kamu yang keterlaluan! Jauhi Alula atau Mama akan buat dia menderita!”
Napas Yongki memburu. Ia mengepalkan tangannya kuat untuk meredam amarah. Pria itu berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Ia berpikir, mulai sekarang hidupnya akan disetir dua wanita tadi.
Yongki baru sadar jika menikahi Aruni adalah keputusan terbo*doh yang pernah diambil. Ia seperti terjatuh di lumpur kesengsaraan yang entah bagaimana caranya bebas.
Sementara Aruni tahu, titik kelemahan sang suami adalah Alula dan itu dijadikan senjata pamungkas untuk melumpuhkan. Apalagi sang mertua ada di pihaknya.
“Jika kamu tidak bisa kulepaskan, akan kubuat kamu melepaskan diri dariku, Aruni,” gumam Yongki sambil meninju dinding kamar mandi.
“Alula, bersabarlah. Kita pasti akan bersama. Aku akan melakukan apa pun untuk itu.” Yongki mengambil cincin yang dikembalikan Alula dari saku, lalu menciumnya.
**
Libur semester memang belum usai. Alula yang sudah jenuh berada di panti, memutuskan untuk datang ke kampus. Ia ingin mencari-cari referensi sebagai bahan skripsinya nanti. Sebelum ke kampus, ia mendatangi rumah ayahnya untuk meminta ponsel yang masih belum dikembalikan Adi. Jika menunggu sampai resepsi, terlalu lama. Alula takut melewatkan pesan penting yang mungkin diterimanya. Di ponsel itu, ia juga sudah membuat ide, catatan, dan poin-poin kasar untuk skripsi yang nantinya akan dikembangkan lagi.
Dengan mengendarai sepeda motor Jannah, Alula melenggang menuju kediaman Jasman yang ada di Kota Tulungagung.
Butuh waktu tempuh sekitar dua jam dari kotanya tinggal, akhirnya Alula sampai juga di rumah yang ‘kata bibinya’ disinyalir sebagai ayah biologisnya. Rumah yang hanya beberapa kali saja didatangi dan itu selalu berakhir lara jika pulang dari sana.
Saat baru saja mematikan sepeda motor, Alula melihat Yongki keluar dari rumah itu. Pandangan keduanya bertemu. Sampai akhirnya adu tatap itu berakhir saat suara Aruni terdengar.
“Yang, ci*um dulu sebelum pergi.” Aruni lantas bergelayut manja di lengan sang suami. Yongki terlihat tidak nyaman dan berusaha melepaskan diri.
Setelah pertengkaran hebat dan Yongki hampir menceraikan sang istri, Aruni meminta diantar ke rumah orang tuanya. Rohima meminta Yongki mengantar dan untuk sementara, mereka menginap di sana.
Meskipun sudah berusaha ikhlas, jika melihat secara langsung kebersamaan mereka, tetap saja Alula merasa ... sakit.
Alula mencoba biasa saja meskipun hatinya berdenyut nyeri. Ia mencoba tetap menampilkan senyum.
Sementara Aruni yang menyadari kedatangan Alula, makin mengeratkan pelukannya di lengan Yongki.
“Assalamualaikum.” Alula menyapa.
“Waalaikumussalam. Ngapain ke sini?” tanya Aruni sinis.
“Aku nyari Mas Adi. Ada? Mau minta ponselku yang masih ada sama dia,” jawab Alula tenang.
Yongki tidak bisa mengalihkan pandang dari mantan tunangannya itu. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan wajah ayu, bibir tipis berwarna merah muda alami, suara lembut, dan tutur kata halus itu begitu saja? Belum lagi kebersamaan yang pernah mereka rajut dan itu tidak begitu saja dilupa.
Saat Alula tersipu malu kala Yongki menggodanya, tidak jarang cemberut karena setrikaannya dibuat berantakan oleh pria itu, juga Alula yang memukul punggungnya ketika dibonceng melewati polisi tidur dengan sepeda motor sambil mengebut. Semua itu masih terekam jelas.
“Siapa kamu berani nyuruh aku? Hah!” Suara tinggi Aruni membuat Yongki terkesiap.
“Aku nggak nyuruh, tapi minta tolong. Run, tolong panggilkan Mas Adi. Aku butuh ponselku.”
“Mas Adi nggak ada di rumah, La. Dia baru berangkat ke Yogyakarta entah untuk urusan apa.” Yongki menengahi pertengkaran dua saudara itu.
“Aku butuh ponselku. Mas Yongki bisa tolong ambilkan?”
“Hey! Jangan pernah menyuruh suamiku juga. Nanti pasti dibalikin sama Mas Adi. Ponsel buluk gitu aja repot mau ngambil,” sinis Aruni.
Bahu Alula terkulai. Jauh-jauh ia datang dari Kediri dan ternyata yang didapat hanya kecewa. “Run, aku butuh ponselku buat nyicil garap skripsi. Tolong ambilkan.”
“Kamar Mas Adi dikunci, kuncinya dibawa. Kunci duplikat habis dihilangin sama dia. Jadi, sana pergi.”
“Lalu kapan pulangnya?”
“Mana kutahu!”
"Bisa minta tolong teleponkan?"
"Ogah!"
Alula mengembuskan napas panjang. “Ya sudah. Aku permisi kalau gitu. Assalamualaikum.” Alula berbalik.
“Jangan lupa datang ke resepsiku nanti!”
Alula mengabaikan teriakan Aruni.
“Aku curiga, jangan-jangan kamu datang ke sini hanya untuk menggoda Mas Yongki?” Aruni tertawa.
“Aruni, jaga ucapanmu!” bentak Yongki.
Alula berhenti. Sementara Aruni bergerak mendekat.
“Aku nggak pernah menggoda Mas Yongki, tapi kamu yang telah merebutnya dariku. Memang, pernikahan paksa tanpa cinta itu sudah lazim di masyarakat. Nanti, cinta bakal tumbuh dengan sendirinya. Tapi kalau pernikahan berlandaskan kebohongan dan perebutan, sepertinya akan buruk akibatnya.” Alula menatap Aruni dari atas sepeda motornya.
“La, kamu berani sama aku? Berani mendoakan buruk padaku? Dasar anak pe la cur!”
“Runi, cukup!” bentak Yongki dari kejauhan. Ia bergerak mendekat.
“Sekarang kita buat kesepakatan. Run, aku akan tetap melanjutkan pernikahan kita asal kamu berjanji tidak mengganggu Alula sampai kapan pun. Dan pilihan kedua, kita pisah kalau kamu masih mengusik Alula.”
Aruni diam dengan napas memburu mendengar penuturan Yongki. Alula memilih pergi saja dari sana. Namun, ketika akan menyalakan sepeda motor, Jasman datang bersama seorang pria. Alula yang akan pergi, urung. Ia mendekati Jasman dan mencium tangan pria yang tidak menikah lagi setelah menduda itu takzim.
“Aku pergi dulu, Yah. Tadi nyari Bang Adi, tapi nggak ada,” papar Alula.
Wajah datar dan dingin Jasman mengamati sang putri. “Kebetulan kamu ada di sini. Ada yang ingin saya bicarakan ke kamu. Masuklah dulu ke rumah.”
Jasman berjalan dulu, diikuti orang yang bersamanya tadi. Yongki yang penasaran, mengurungkan sejenak niatnya mengecek laundry di Kediri. Ia ikut mengekor di belakang Alula. Aruni kembali bergelayut di lengan sang suami.
Alula duduk. Ia seperti tengah disidang oleh Jasman.
“Tidak perlu banyak kata, saya ingin kamu juga segera menikah agar tidak mengganggu pernikahan Aruni,” ujar Jasman langsung.
“Bersama orang yang bersama saya ini.” Jasman menunjuk pria di sebelahnya yang dari tadi bersamanya.
“A-apa?” Mulut Alula menganga.
“Aku setuju, Pa.” Aruni begitu antusias.
Mata Alula mengembun. Ia menatap pria yang dimaksud sang ayah. Pria itu memiliki wajah khas penderita ... down syndrome.