13.Kukembalikan

874 Kata
Alula tertawa sumbang. “Nggak ada kata cemburu pada suami orang dalam kamus hidupku. Pulanglah! Aku nggak mau ada masalah karena kamu ada di sini. Kalau Aruni atau keluargamu sampai tahu, aku yang kena!” “Anggap ini bantuanku untuk yang terakhir. Setelah ini, sesuai permintaanmu, aku akan jadi suami yang baik untuk Aruni. Apa kamu puas?” Tanpa memedulikan raut wajah tidak suka dari Alula, Yongki menurunkan kasur dan memasukkannya ke gedung panti. Mau tidak mau, Alula mengekor. “Loh, ada Yongki?” Jannah yang baru datang dari dalam rumahnya, memicing ketika melihat ada pria itu di sana. Yongki tersenyum, menghampiri Jannah setelah menurunkan kasur, dan mencium tangan wanita paruh baya itu takzim. “Tadi kebetulan ketemu Alula di kos-kosannya. Lihat dia bawa barang banyak, nggak tega. Makanya aku ikuti sampai sini,” tutur Yongki tanpa diminta. Jannah hanya manggut-manggut. "Ibu kira kalian memamg janjian ketemuan." "Enggak, Bu." Sementara Alula berdiri di ambang teras gedung panti dengan koper ditangannya, saat Yongki dan Jannah bercakap-cakap. “Bu, maaf kalau aku mengecewakan Ibu. Beberapa waktu lalu, aku meminta Alula dari Ibu. Tapi sekarang, dengan berat hati aku mengembalikannya lagi sama Ibu. Aku ternyata nggak bisa menikahinya. Maaf, maaf. Dan ini sangat sulit bagiku.” Yongki mendongak, agar air mata yang sudah menggenang di pelupuk tidak terjatuh. Jannah memegang lengan Yongki dan meminta pria itu masuk ke dalam rumahnya. Wanita itu juga melambai, agar Alula ikut masuk. Alula menurut, ia duduk di rumah Jannah, agak jauh dari Yongki. “Yongki, kamu sudah Ibu anggap seperti anak, sama kayak Alula. Semua yang terjadi, Alula sudah cerita semua. Dan semua ini sudah takdir. Ibu tahu kamu lelaki baik, berpendidikan dan pasti tahu apa yang harus kamu lakukan ke depannya.” “Tapi terkadang, karena cinta, seseorang yang awalnya baik jadi buruk, yang berpendidikan mendadak bo doh, Bu,” ucap Yongki sambil tersenyum getir. Pandangannya tidak lepas dari Alula. “Dan setidaknya, kamu masih punya iman dan perasaan yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yongki, pernikahanmu dengan Aruni sudah terjadi. Jalani pernikahan itu dengan ikhlas. Kamu pasti tahu, Allah itu memberikan yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan. Kamu menginginkan berjodoh dengan Alula, tapi Allah memberimu Aruni. Berarti yang terbaik untukmu itu Aruni.” Yongki menggeleng. Pandangannya masih fokus pada Alula yang menunduk. “Sedikit banyak kamu pasti tahu seperti apa hubungan Alula dengan keluarga tirinya itu. Mungkin dengan ini semua, kamu bisa menjadi jembatan untuk membuat hubungan mereka membaik. Mungkin, Alula tidak lagi disakiti mereka. Siapa tahu, kan? Kalau sampai kamu berhasil, kamu hebat, Nak. Tapi kalau kamu kembali dan masih mengusik Alula, mereka akan tambah benci dengan Alula dan bisa bertindak hal lebih buruk. Mereka tidak membenci dan menyalahkanmu, tapi Alula.” Alula mengangkat wajah. Pandangannya bertabrakan dengan mata sayu Yongki. “Tapi kenapa harus aku tumbalnya, Bu? Kenapa harus hubunganku dengan Alula yang jadi korbannya?” tanya Yongki. “Karena mungkin kamu bisa. Harus ada yang berkorban memang. Dan korbannya adalah hati kalian berdua. Belajarlah ikhlas. Nanti lama-lama luka kalian pasti akan sembuh.” “Kalau tambah parah? Bu, aku nggak bisa menerima Aruni. Nggak bisa.” “Jangan bilang tidak bisa kalau kamu belum mencoba. Dicoba dulu. Ibu tahu kamu pria baik dan mampu membuat semuanya membaik.” Yongki menatap Alula. “Baiklah, akan aku coba. Tapi jangan menghalangiku untuk tetap mencintaimu, La.” Alula yang dari tadi bungkam, keluar menuju bangunan di samping rumah Jannah tanpa berucap sepatah kata pun. Di sanalah gedung panti. Di dalamnya ada beberapa kamar. Wanita itu memasuki salah satunya. Yongki menatap kepergian Alula dengan perasaan pilu. “Bu, titip Alula, kumohon jaga dia. Kalau ada apa-apa sama dia, tolong kabari aku. Aku pamit dulu. Assalamualaikum.” Jannah menjawab salam sambil tersenyum, ia tidak berani berjanji untuk hal itu. Bagaimanapun juga, Yongki pria beristri dan tidak mungkin mengganggu begitu saja apalagi untuk urusan Alula. “Tanpa kamu minta, Ibu akan menjaga Alula. Kamu tenang saja. Cukup terima pernikahanmu dengan Aruni.” Yongki hanya tersenyum hampa. Ia pergi setelah mencium tangan Jannah takzim. Di kamar, Alula kembali meregangkan sesaknya dengan menangis. Ikhlas. Satu kata yang mudah ditulis dan diucapkan, tetapi sangat sulit dilakukan. Diambilnya satu buku lusuh dari laci dan menulis sesuatu di sana. Buku lusuh itu, sudah seperti diary baginya. Di halaman bagian depan buku itu, sudah ada tulisan ibunya. Itulah mengapa benda tersebut merupakan benda keramat baginya. [9-7-2023. AY berakhir.] Alula Yongki. ** Yongki pulang ke rumah larut malam. Ia juga sengaja mematikan ponselnya sebab ingin menenangkan diri. Pria itu benar-benar didera gundah. “Dari mana aja Bang Yongki baru pulang?” Begitu pulang, Yongki disambut omelan sang istri. Pria itu abai dan terus menuju kamar mandi. “Dari nemui Alula?” terka Aruni langsung. Yongki terpaku di tempat. “Nggak perlu tanya aku tahu dari mana. Tapi itu, kan, yang terjadi?” Yongki menatap Aruni tajam. “Itu bukan urusanmu.” “Jelas itu urusanku karena aku ini istrimu. Ingat, Bang. Aku bisa lakuin apa aja.” "Apa? Kamu bisa apa?" Yongki memepet tubuh Aruni. Wanita itu bergerak mundur. “Aku sudah tahu kalau pernikahan kita ini karena konspirasimu dengan Mas Adi. Kalian yang membuat Alula pergi menjelang pernikahan. Aku bisa laporin kalian ke polisi karena telah mencelakai Alula. Dan aku bisa menceraikanmu kapan saja.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN