11.Perasaan Macam Apa Ini?

947 Kata
Yongki hanya melihat sekilas ketika sang istri menggoda. “Bang.” Aruni mendekat, mengalungkan lengan di leher sang suami. “Ini masih siang, Run.” Yongki melepaskan tangan Aruni ketika wajah wanita itu mendekati wajahnya. Yongki paham, Aruni akan menc*umnya. “Dari kemarin kamu terus mengabaikanku. Kenapa? Apa kamu masih kepikiran Alula?” Aruni meraba d**a sang suami lembut. Ya! Yongki ingin berteriak kata itu di hadapan Aruni. Namun, ia tahan demi menjaga perasaan sang istri. Ia mencoba bersabar menghadapi Aruni. Menghapus pahatan perasaan tidak semudah menghapus tulisan di atas tanah. Ada pepatah yang mengatakan cinta bisa tumbuh pada pandangan pertama, tetapi melupakannya tidak semudah membuka mata. “Aku mau ada urusan. Mau mandi bentar, nanti mau ke laundry daerah Jalan Hayam Wuruk. Katanya, di sana setrikanya rusak.” Yongki beralasan. Ia mendorong pelan tubuh Aruni, lantas berjalan menuju lemari. Aruni kembali memeluk Yongki dari belakang. “Sentuh aku, Bang. Aku pasrahkan diriku padamu. Maafkan sikap keras dan kakuku kemarin-kemarin. Maaf kalau kita sering bertengkar.” Yongki terpejam, berusaha meredam gejolak li*r dari respons tubuhnya. Aruni terus memberikan sentuhan-sentuhan yang membangunkan senjata yang awalnya tidur. “Maaf, aku harus pergi sekarang.” “Temani aku dulu.” Suara Aruni begitu sens*al. Yongki terpejam, menahan napas sejenak. “Nanti saja. Sekarang lagi ada urgent.” “Aku ikut kalo gitu.” Aruni mengeratkan pelukan. Tangan Aruni terus bergerilya di tubuh suaminya. “Nggak usah. Kamu di rumah saja. Aku nggak akan lama.” Sebelum Aruni memaksa ingin dinafkahi batin, Yongki melepaskan pelukan secara paksa, lalu berjalan masuk kamar mandi. Di kamar mandi, pria itu mengguyur tubuhnya di bawah shower saat sesuatu dalam tubuhnya bereaksi brutal. Ia pria normal, diakuinya itu. Ketika melihat Aruni memakai baju ‘dinas’ entah mengapa tidak membuatnya tertarik menyentuh meski nafs*nya sangat ingin. Ia tidak bisa mengambil hak di saat hatinya masih dipenuhi nama wanita lain. Selama menikah, ia memilih untuk tidur terlebih dulu di sofa kamarnya demi menghindari godaan sang istri. Praktis, ia belum pernah menyentuh Aruni. Namun, entah sampai kapan ketahanannya bertahan. Ia yakin Aruni tidak akan pernah menyerah menggodanya. “Bagaimana aku bisa menyempurnakan pernikahanku dengan Aruni kalau aku belum tahu alasan di balik kamu menghilang, La? Kamu di mana? Bolehkah aku berharap kita masih bisa bersama?” gumam Yongki. Ia mendongak, membiarkan air bertubi-tubi menyerang wajahnya. Alula, hanya Alula yang ia inginkan. Sementara di kamar, Aruni yang merasa kesal, mengganti pakaian dinas dengan pakaian biasa. Matanya melotot ke arah kamar mandi, di mana gemercik air terdengar. “Aku masih bisa sabar, Bang. Tapi kita lihat seberapa lama kamu bisa menolakku. Mustahil kamu terus bersikap kayak gini. Aku bisa melakukan apa saja. Ini baru permulaan. Akan ada usaha keras lain. Obat perangsang misalnya,” gumam Aruni. Ia pun keluar kamar dengan mengentakkan kaki untuk menemui mertuanya. Yongki keluar dari kamar mandi sudah berpakaian lengkap karena sebelum masuk tadi, ia sekalian membawa baju ganti. Pria itu bernapas lega karena Aruni sudah tidak ada di kamar. Pria berwajah manis tersebut menyisir rambut, memakai parfum, lalu mengambil kunci. Hari ini, ia ingin jalan-jalan sendiri melepas penat. Tanpa pamit kepada Aruni ataupun mamanya yang sibuk untuk mempersiapkan acara resepsi, ia melenggang dengan sepeda motornya. Resepsi masih agak lama, tetapi antusias Rohima sangat tinggi. Apalagi yang jadi menantunya Aruni. Kebahagiaan Rohima bertumpuk-tumpuk. Alula datang di hidup Yongki setelah pria itu dikhianati sang kekasih. Alula yang cantik, pekerja keras, dan jujur dalam bekerja membuat pria yang hanya sesekali datang ke laundry itu lama-lama tertarik. Sekian lama mengamati dalam diam dan gara-gara Alula, ia lebih sering ke tempat kerja, akhirnya Yongki menyatakan perasaan. “Aku suka sama kamu, La. Mau nggak jadi pacarku?” tanyanya kala itu. “Entah Mas Yongki mikir aku ini cewek apa, tapi aku nggak mau pacaran, Mas. Tapi kalau ada yang sreg, saling cocok, langsung nikah.” Jawaban Alula saat Yongki mengungkapkan suka justru membuat pria itu tertantang untuk menaklukkan. Yongki terkekeh. “Ya udah, ayo langsung nikah. Sekarang.” “Heeeh! Aku masih kuliah!” pekik Alula. “Nggak ada larangan kuliah tapi udah nikah. Udah punya anak pun boleh kuliah.” “Jangan duluu!” “Tapi boleh, kan, aku nunggu kamu?” Alula hanya diam. “Yakin Mas Yongki suka sama aku?” “Sangat yakin.” Alula masih ragu. Pasalnya, banyak yang mengatakan suka, tetapi banyak yang mundur teratur ketika ia tidak merespons. Kebanyakan hanya mengajak pacaran, tidak ada yang betul-betul serius. Wanita itu selama ini memang terkesan cuek bahkan terkenal sombong dengan pria. Alula melakukan itu sebab memang membatasi diri agar tidak mudah kepincut janji manis pria yang akhirnya nanti bernasib sama dengan ibunya. Cukup ibunya yang seperti itu. Alula tidak ingin mengulang kehancuran yang sama. “Aku jelek, anak terbuang, nggak punya apa-apa, lho,” kilah Alula. “Aku udah punya segalanya. Harta, takhta. Hanya wanita yang belum punya. Kamu rencananya. Harta, takhta, Alula. Cocok, kan?” “Gombalanmu terdengar manis, tapi aku nggak yakin itu tulus. Pria banyak yang modus.” Yongki tertawa. Setelah berusaha sekian lama meyakinkan Alula kalau benar-benar serius, pria itu langsung melamar ketika Alula sudah siap. Namun, sedikit lagi hubungan berbingkai halal, semuanya hancur. Mata Yongki berkabut kesedihan ketika mengingat saat-saat itu. Ia terus berkendara menuruti naluri. Tangannya yang menyetir justru membawanya ke kos-kosan Alula. Ia begitu bahagia saat melihat gadisnya ada di sana sedang mengemasi barang. Ia pun memelankan kendaraan, lalu berhenti. “Alula!” sapa Yongki dengan nada sedikit keras. Alula yang sedang mengikat kasur, menoleh. Matanya memburam ketika melihat siapa yang menyapanya. Yongki bersemangat turun. Ia mendekati sang pujaan hati. “Bahkan saat kamu mempermainkanku dengan pergi begitu saja di hari pernikahan kita, tetap saja aku mencintaimu, aku merindukanmu. Aku tidak bisa membencimu. Perasaan macam apa ini, La?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN