Bilang Jangan Ya?

1028 Kata
"Sil, emang elo diizinin main keluar sama kita-kita sedangkan laki lo mungkin lagi sekarat di rumahnya?" si Wira mulai jadi kompor tuh. Mulutnya munyan menyon mirip emak-emak arisan yang lagi julid. "Ho'oh, Sil. Si Wira biar gendeng tapi bener juga lho, baru kawin elo udah durhaka?" Andin ikut nambah bahan bakar. "Semprul kalian semua! Ini urusan gue. Lagian Duda Aneh itu gak mungkin sekarat, yakin deh, muka datar kayak gitu pasti punya seribu nyawa." jawabku cuek dan kembali asyik makan cemilan pesananku. "Bukannya duda itu konon lebih liar ya, Sil?" si Andin menahan tawa. "Liar sih, banget malah. Sampe gagal cipok gue." "Ha? Cipokan juga elu belum, Sil?" Aku mengangkat bahu, "Makanya aneh kan? Lihat gue aja kayak lihat hantu. Masa iya gue sejelek itu." "Duh gimana ya? Dibilang jelek mah enggak ya, Say. Buktinya Abang sableng gue masih nanyain elo tuh." Wira memutar bola matanya. "Kak Rama?" tanya Andin. Matanya berbinar cerah. "Ho'oh, udah dibilang si Sesil udah kawin. Masih aja nanya mulu, herman eikeu." "Gimana kabar Abang lo, Wira?" tanyaku. Ya, namanya Rama. Pria itu berbanding terbalik dengan si Wira. Sangat laki dan gagah. Bohong sih kalau aku bilang Rama gak cakep. Si Wira juga sebenar gak jelek. Hanya saja, sifat gemulainya membuat kecakepan si Wira tertutup kabut. "Masih utuh gak ada yang kurang. Hanya otaknya yang butuh dibilas. Kayaknya isi otaknya elu semua, Sil. Nanya mulu tentang elu sampe mumet pala beibeh." "Haha, masa sih? Bilang dong, Wir, temen elu masih ada gue." Andin cengengesan. "Elu? Ck, Abang gue udah tahu. Amnesia ya elu, kalian kan sering main ke rumah gue. Mesti lihatlah. Kali aja signal terkuat dari kepalanya si Sesil doang." "Gue juga pengen merit lah, sama Abang elu juga boleh," si Andin nambah cekikikan. "Dih, sono ngomong sendiri, males gue." "Eh, Sil. Bukannya itu emak lo?" Pandangan Andin tertuju pada arah seberang kami. Mataku membulat sempurna, "Aje gile! Satpol PP datang! Ayo kabur!" Aku berdiri dan buru-buru menghabiskan minumanku. Tapi urung saat melihat kedua makhluk di depanku malah diam melongo. "Sil, kalau mau perang dunia ketiga lagi, jangan ajak kita. Elu aja sono, emak lo udah terlanjur benci ke kita, ya gak, Wira?" "Ho'oh, berasa dosa tujuh turunan gue, dijudesin mulu sama emak elu, Sil." "Yah, lo pada teman apaan?" "Sesil! Ngapain kamu masih nongkrong di sini? Pulang!" Noh kan, satpol PP sudah beraksi. "Eh, Mama. Kok sendirian aja, Ma? Makan dulu gitu, jangan lang-aduh! Sakit, Ma!" Ambyar deh! Jeweran maut sudah beraksi. Panas pol deh ini telinga. "Pulang! Suami sakit malah keluyuran! Kamu baru sehari jadi istrinya Reza, lho! Makanya jangan banyak-banyak gaul sama dedemit, jadinya begini!" Aku nyengir ke arah kedua makhluk yang diduga dedemit itu. Mereka meringis. "Tante, kami pulang dulu ya? Takut kerasukan sama dedemit, hehe." Mama gak jawab. Hanya mendelik kesal ke arah mereka. Sialan si Parjo, tadi aku ajak kabur gak mau. Giliran begini aja mereka lari meninggalkanku. "Ma, sakit, Ma. Entar lecet gimana? Mas Reza bisa gak cinta lagi sama aku kalau kupingku lecet." Aku memelas. Mama langsung melepas jewerannya. "Ya udah ayo pulang! Kenapa sih kamu belum juga berubah? Hobinya main mulu. Suami aja gak diurus." Mama masih ngomel. Kalau sudah begini, mau gak mau aku ikut pulang. "Aku udah urus kok. Emang Mama tahu dari mana kalau si Reza sakit?" "Hus! Manggil suami kok begitu? Mas Reza, bukan si Reza." "Keceplosan, Ma." jawabku dengan nada malas. "Tadi Mama lewat rumah kalian terus lihat Suti buang sampah. Kata Suti, Reza sakit jadi sekalian Mama nengok. Eh, malah dapat kabar sumpek begini. Bikin malu Mama tahu gak?" "Suti belekok!" umpatku. Udah dikasih makan mie rebus juga, eh malah ngadu. "Ck, kamu tuh ya, kapan bisa dewasa? Sekarang kita pulang." Mataku berbinar cerah, "Pulang ke rumah kita, Ma? Ayok! Aku juga udah kangen kamarku tercinta." Pletak! "Aduh, kenapa dipukul lagi?" Mama menjitak keningku. Lumayan sakit duh! "Anak nakal! Kamu udah nikah. Ya pulang ke rumah Reza lah, rumah kalian." "Tapi, Ma, aku gak mau!" "Sesil, kamu tuh ya, kalau sudah menikah, artinya kamu harus ikut ke suami kamu." "Tapi kan...." "Kenapa? Kamu di KDRT sama Reza? Kok gak mau pulang?" "Bukan itu, Ma." Haduh, masa harus bilang kalau si Reza belum ngapa-ngapain aku sih? Ntar dikiranya aku yang ngebet pengen bikin anak. Argh, sue! "Terus apa? Udah ah, alasan saja kamu. Jangan manja lagi, sekarang kamu itu seorang istri. Layani suami kamu dengan baik. Melihat rumah tangga kalian harmonis, Mama dan Papa bahagia. Sebaliknya, kami sedih dan sakit hati kalau rumah tangga kalian gak bener." Asem! Maju kena mundur kena jadinya. "Ma, emangnya kenapa sih Mama langsung mau aja pas si Re- aduh, Mas Reza lamar aku?" Mama memukul lenganku saat mulut jahanamku keceplosan lagi. "Kamu mau tahu alasannya?" "Iya, Mama Cantik. Kenapa kok kesannya kayak harus banget gitu aku kawin sama dia." Mobil Mama sudah sampai di depan rumah Reza. Sebelum turun, Mama diam sejenak lalu menatapku. "Sebenarnya, Reza itu anak sahabatnya Papa. Mereka sangat dekat. Bahkan dulu waktu Papa terpuruk, ayahnya Reza yang sigap membantu hingga Papa punya pekerjaan tetap seperti sekarang." "Oh, balas budi rupanya." "Heh, Mama belum selesai cerita!" "Iya, iya, aku dengerin." "Nah mereka sepakat mau menjodohkan kalian. Kala itu Kamu masih bayi sedangkan Reza sudah duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar." "Kayak zaman purba aja, main jodoh-jodohan." "Ck, tapi ini yang terbaik buat kamu." "Darimana Mama yakin?" tanyaku. Lah, si Reza aja kek begitu kelakuannya di rumah. Terbaik apanya coba? "Mama sangat kenal dengan keluarga mereka. Almarhum ayah dan ibunya orang-orang baik semua. Reza juga tumbuh jadi anak yang baik dan sopan." Mama tersenyum. Kagum banget kayaknya sama si Reza. "Terus aku kudu gimana?" tanyaku lesu. "Ck, ya jadi istri yang baik, sana pulang!" Huhu, Mama gak tahu aslinya sih. Malam pertama aja kami belum pernah. Lah, aku deketin juga si Reza malah ketakutan. Kadang aku curiga jangan-jangan ia gagal menikah dua kali itu karena gak doyan sama apem ya? Bisa aja kan si Reza lebih suka sesama terong? Konon yang macho banyak yang miring. Aku jadi ragu. Bilang jangan ya? Kalau si Reza belum menyentuhku? Kan bisa jadi alasan biar pernikahan aneh ini berakhir? Tapi ini kan baru sehari, terus si Kunyuk juga lagi sakit. Gimana Mama mau percaya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN