Natalia asik menonton tv dengan mamanya. Mereka nampak asik mengobrol seputar drama yang mereka tonton. Tak lama suara mobil dari arah luar terdengar. Dan masuklah pak Komar dan juga Sultan. Mereka pulang dari meeting dadakan.
Pak Komar langsung duduk di samping sang anak. Sementara Sultan mencium punggung tangan sang mama mertua. Lalu hendak masuk ke dalam kamar.
"Eh, Sultan, mau kemana?" Tanya Natalia.
"Kamar, aku capek banget." Sultan langsung naik ke atas dan masuk ke dalam kamar.
Ia membuka dasi dan kemejanya. Lalu merebahkan diri di ranjang. Lelah sekali rasanya. Kepalanya pusing, tubuhnya pegal semua. Sultan mendengar suara pintu terbuka dan tertutup. Sultan terlalu penat untuk sekedar membuka mata. Hingga ia merasakan belaian dari sebuah tangan yang halus di wajah dan seluruh tubuhnya.
"Nat...." Gumam Sultan.
"Apa?"
"Aku, capek."
"Aku tahu, ini mau aku pijitin."
"Mijitnya nggak di situ, Nat."
"Emang kenapa?"
"Nanti bangun loh, Nat." Natalia menahan tawanya. Tapi tak berniat untuk mengindahkan tangannya. Ia terus meraba dan meremasnya.
"Ehm... Nat," desah Sultan. Dan benar saja juniornya mengembung. Natalia membukanya dan mempermainkannya. Sultan tersentak saat merasakan miliknya basah dan terasa sangat nikmat. Ia bangun dan melihat apa yang dilakukan oleh Natalia.
"Nat...ah...jangan, ah...." Sultan mengerang menahan nikmat yang ia rasakan. Natalia terus saja mengoral membuat milik Sultan berkedut.
"Nat... Udah, a-aku... Mau ke... Keluar...." Sultan berusaha melepaskan juniornya. Tapi Natalia tak mau berhenti. Ia terus saja asik menyedotnya.
"Nat, akhh!!!" Sultan tak bisa menahannya lagi. Spermanya menyembur dengan kuat di dalam mulut Natalia. Hingga Natalia tersedak dan terbatuk-batuk. Karena s****a Sultan tertelan oleh Natalia.
Sultan rubuh. Ia lemas. Nafasnya tersengal. Sultan sampai tak peduli dengan Natalia yang masih saja terbatuk dan lari ke dalam kamar mandi.
Sultan bangun dari tidurnya dan kaget saat ingat ia melupakan Natalia setelah pelepasannya. Sultan mencari Natalia. Ia bangun dan membetulkan celananya. Buru-buru ia keluar mencari Natalia. Ia takut Natalia marah.
"Sultan, mau kemana?" Tanya Amalia.
"Mama, lihat Natalia?"
"Oh, Natalia di dapur. Katanya mau buat kopi buat kamu."
"Kopi?"
"Iya."
"Emang ini jam berapa, Ma?"
"Jam setengah 6 pagi." Sultan melongo
"Jam setengah 6 pagi, Ma?"
"Iya, kenapa sih, Sultan?"
Sultan bengong. Kalau ini jam setengah 6 pagi. Artinya Sultan lupa tidak sholat subuh dong? Waduh gawat!!!
Sultan langsung masuk ke dalam kamar. Ia buru-buru mandi. Ia hendak mandi seperti biasa. Namun teringat semalam ia sudah mengeluarkan s****a nya. Artinya ia harus mandi junub. Mandi junub pertamanya. Tanpa sadar Sultan tersenyum. Ia sudah sangat dewasa sekarang. Hahaha
Buru-buru Sultan menyelesaikan mandinya dan langsung bergegas sholat subuh.
Natalia membuka pintu saat Sultan tengah sujud. Natalia tertegun melihat suaminya yang begitu sholeh. Natalia malu melihat dirinya yang tidak tahu apa-apa tentang agama.
Ia berjalan perlahan dan meletakan gelas kopi di meja. Lalu duduk di sofa dan menunggu Sultan menyelesaikan sholatnya. Natalia lupa membangunkan Sultan tadi. Marah tidak ya Sultan?
Sultan selesai dengan sholatnya dan berdoa. Lalu berzikir sebentar. Saat ia akan meraih Al-Qur'an. Sultan melihat Natalia yang tengah menatapnya.
"Nat?"
"Sudah selesai?" Tanya Natalia. Sultan mengangguk dan bangun dari duduknya. Ia melangkah dan duduk di samping Natalia.
"Masih mens?" Tanya Sultan. Natalia mengangguk. Sultan hanya tersenyum dan mengusap rambut Natalia.
"Minum kopi?"
"Kamu yang buat?"
"Iya."
"Tumben?"
"Biar kamu makin cinta."
"Cinta ya?" Sultan menerawang. Natalia menggigit bibirnya. Sepertinya ia salah bicara. Natalia memeluk tubuh Sultan.
"Nggak apa-apa kalau kamu belum cinta. Aku bisa nunggu kok." Sultan tersentak. Sultan sendiri tidak tahu apa itu cinta. Seperti apa rasanya cinta. Sultan tidak paham.
Yang ia tahu hanya rasa suka dan sayang. Saat masa pacaran dulu itu karena ia suka. Tapi cinta? Ia tak tahu.
Sultan balas memeluk Natalia. Mengecup puncak kepalanya.
"Aku sayang sama kamu, Nat." Natalia meneteskan air mata tanpa Sultan tahu. Lebih erat Natalia memeluknya.
"Aku cinta sama kamu, Sultan." Sultan menghela nafasnya.
Ia melepas pelukannya dan menatap Natalia. Menghapus sisa air mata di pipi Natalia.
"Kenapa menangis?" Tanya Sultan. Natalia menggeleng. "jangan nangis dong. Nanti jadi jelek."
"Asal kamu cinta, aku nggak masalah jadi jelek." Sultan tersenyum dan mencubit hidung Natalia.
"Nat."
"Hm?"
"Terima kasih untuk semalam." Natalia menunduk malu.
"Dih, kenapa tuh nunduk, malu?" Natalia mengangguk. Sultan tertawa. "Seorang Natalia yang otaknya m***m bisa malu juga?"
"Ih, Sultan!!" Natalia memukul d**a Sultan.
"Emang m***m kan?"
"Kan sama kamu doang mesumnya."
"Masa?"
"Ih, Sultan!! Sebel ah!!" Sultan tertawa melihat istrinya kesal karena malu. Natalia yang kesal akhirnya mengeluarkan jurusnya.
Ia naik di pangkuan Sultan dan menatap Sultan dengan intens.
"Nat?"
"Apa? Kamu kan yang bilang aku m***m?" Natalia langsung melumat bibir Sultan. Awalnya Sultan ragu, tapi akhirnya membalas ciuman Natalia. Bahkan jemarinya sudah berani meremas d**a Natalia. Natalia melenguh. Dan melepas ciumannya.
Sultan langsung mengecupi leher Natalia. Hingga turun ke d**a.
"Mau nenen?" Tanya Natalia. Sultan mengangguk. Natalia membuka kaosnya dan memperlihatkan buah dadanya. Sultan menatapnya takjub. Ia remas dan langsung menghisapnya.
Natalia menengadahkan kepalanya. Merasakan rasa nikmat di dadanya. Sementara kedua tangannya meremas rambut Sultan.
Di kantor. Sultan di ingatkan jika nanti malam ada undangan. Sultan pun menelpon Natalia. Memberitahu perihal undangan. Natalia dengan senang hati menemani Sultan. Sultan tersenyum mendengar suara Natalia yang begitu gembira.
Ia meletakkan ponselnya saat ada yang mengetuk pintu.
"Masuk," seru Sultan. Tak lama pintu terbuka dan muncul Qori di sana. Sultan langsung bangun.
"Bu Qori."
"Maaf, pak Sultan. Saya hanya ingin...."
"Astaghfirullah, saya lupa bu. Ia Bu, semua sudah selesai kok Bu. Saya akan langsung kirim ke ibu. Atau kita langsung ke butik ibu saja hari ini?"
"Iya pak, maaf ya pak Sultan. Soalnya dari kemarin saya tunggu tidak ada kabar. Jadi saya langsung datang kemari. Karena takutnya jika terlalu lama jadwal launching butik saya bisa meleset."
"Iya, Bu. Saya minta maaf ya Bu. Sebentar saya akan hubungi tim saya dulu. Setelah itu saya akan langsung meluncur ke tempat ibu."
"Sekalian saja, Pak. Dari pada bapak harus cari alamat lagi." Sultan nampak mempertimbangkan.
"Baiklah kalau begitu, tapi ibu tunggu sebentar?"
"Bisa, Pak." Sultan mengangguk dan langsung menelpon timnya.
"Sudah Bu, kita tunggu di bawah saja." Sultan langsung merapihkan pekerjaanya. Dan membawa gulungan desain milik Qori.
Sultan dan Qori sampai di butik. Sultan dan tim langsung melihat ruangan dan juga menyesuaikan dengan desain buatan Sultan. Mereka langsung bekerja di sana.
"Pak Sultan."
"Ya." Sultan menaruh wallpaper batik yang hendak ia tempel.
"Istirahat dulu, ajak sekalian rekan-rekannya." Sultan mengangguk. Dan meminta semua pekerjanya untuk break sejenak.
Mereka pun istirahat sembari memakan dan meminum apa yang sudah di sediakan oleh Qori.
"Terima kasih, Bu."
"Sama-sama, Pak." Setelah 15 menit. Sultan dan tim langsung kembali bekerja.
Sultan melihat jam tangannya.
"Gawat, udah jam 5 sore."
"Kenapa, pak Sultan?"
"Eh tidak apa-apa, Bu."
"Kalau bapak bisa, saya harap dekornya di selesaikan hari ini ya, Pak?"
"Harus sekarang ya, Bu?"
"Maaf ya, Pak, soalnya setelah dekor selesai masih banyak yang harus saya lakukan. Akhir bulan harus buka."
"Seminggu lagi ya Bu?"
"Ya, pak. Makanya kalau bisa dekor ini harus selesai hari ini juga." Sultan menghela nafasnya. Bagaimanapun ini adalah pekerjaan nya. Tanggung jawabnya.
Ponsel Sultan berdering. Ia mengangkatnya.
"Assalamualaikum?"
"Sultan, kamu dimana? Katanya ada undangan?"
"Ia, Nat. Tapi aku masih ada kerjaan. Belum selesai."
"Selesai jam berapa?"
"Aku nggak tahu, Nat."
"Kerjaan dimana sih?" Sultan diam. Jawab tidak ya?
"Sultan?"
"Di, ibu Qori." Natalia diam. "Nat, Natalia."
Sultan melihat ponselnya. Ia menghela nafas. Natalia memutuskan sambungan teleponnya.
Maaf, Nat.