Jeje malu, saking malunya gadis itu memutuskan untuk pindah sekolah dari sekolah lamanya. Dia gila, namun tidak cukup gila untuk menampakkan wajahnya pada teman-teman yang selalu menanyakan perihal perlakuan berbau seksual yang Damian lakukan padanya.
Memilih hengkang dari sekolah, Jeje berharap kehidupan baru akan ia rasakan tanpa desas-desus yang mengatakan dia dan Damian telah melakukan hubungan suami-istri tanpa adanya ikatan pernikahan.
Demi apapun, Jeje tidak sanggup melanjutkan sekolah di tempat terkutuk, dimana segala urusan mereka bahas tanpa tahu kejelasannya.
"Udah siap?"
Jeje tersenyum saat melihat Gabriel yang bertanya padanya. Laki-laki itu terlihat tampan dengan seragam sekolahnya, belum lagi kaca mata hitam dan kesan pertama saat Gabriel membalikkan wajah menghadap ke arah Jeje.
Menganggukkan kepalanya pada Gabriel, Jeje sudah siap untuk melangkahkan kakinya nanti ke sekolah milik keluarga Gabriel. Di sana ia berharap bisa melupakan semua hal menyakitkan menyangkut Damian.
"Kan gue bilang semalem nggak usah jemput, Gab. Ngapain sih." Gabriel terkekeh. Gadis itu, sudah berapa kali Gabriel katakan untuk memanggil dirinya dengan panggilan 'Iel'. Kejam sekali gadis di depannya ini.
"Kan searah, Je."
"Searah banget kalau dari rumah gue ke sekolah. Padahal rumah lo sama sekolah lebih deket." ketus Jeje karena kebodohan Gabriel.
Gabriel tertawa, kaki-kakinya berjalan pelan mendekat guna merangkul bahu Jeje. "Kan mau nyambut anak baru di kelas gue." kata Gabriel sembari mengacak rambut Jeje dengan tangan kiri laki-laki itu.
Ke duanya tak merasa jika tingkah manis yang mereka lakukan terekam oleh ke dua bola mata hitam pekat milik Damian. Laki-laki yang nangkring di atas kuda besinya itu menyeringai saat melihat seragam yang Jeje kenakan.
"Di sana lo pindah ternyata. Oke! Gue ikutin permainan lo, Je." geram Damian sebelum menghidupkan motornya.
"Dam.." teriak Gabriel saat Damian keluar dari gerbang rumahnya. Damian hanya memberikan klakson motornya tanpa mau berhenti terlebih dahulu.
"Ngeselinnya masih sama ya dia." ujar Gabriel sembari menggelengkan kepalanya. Sedangkan Jeje hanya bisa tersenyum masam menanggapi keluhan Gabriel.
*
Menjadi siswi baru dengan kecantikan berlebih, membuat Jeje cepat terkenal. Gabriel bahkan sampai ketar-ketir sendiri jika gadis itu nantinya akan di embat para kakak kelas.
Jeje dan kegilaannya menjadi daya tarik tersendiri untuk membuat semua kaum adam menggilai gadis itu. Hal itu cukup membuat Gabriel sesak nafas. Hampir mati gara-gara bengek malah.
"Je.. Udah kek! Lo seminggu sekolah di sini, nggak bosen makan ini mulu." kata Gabriel kesal melihat Jeje yang begitu nafsunya memakan cilok di kantin sekolah. Gabriel bahkan merasa kalah saing dengan cilok-cilok di piring Jeje.
"Enyak, Gab. Gue suka. Di sekolah gue yang lama nggak ada." ujar gadis itu merubah kata enak menjadi 'enyak' itu, saking senangnya memakan kudapan jenis baru di hidupnya.
"Sakit perut ntar, Je."
Jeje menggelengkan kepalanya, dengan mulut penuh bola-bola sagu. "Woles lah! Cilok do.. Uhuk! Uhuk!" Gabriel buru-buru mengulurkan gelas es tehnya pada Jeje saat gadis itu tersedak makanan.
"Kenapa sih?" tanya Gabriel, heran.
"Itu.. Itu.." gagap Jeje sembari menunjuk belakang Gabriel. Mata gadis itu rasanya hampir copot melihat seorang anak lelaki memakai seragam yang sama dengan seragamnya saat ini.
"Hey, Babe. Aku udah di sini kan? Satu sekolah lagi sama kamu." ujar laki-laki itu membuat Jeje hampir mati karena gagal bernafas.
"Kamu? Kamu apa?" kaget Jeje karena laki-laki itu ber'aku-kamu.
Ini orang abis tabrakan di mana sih!
"Iya, aku! Pacar kamu! Nggak mungkin dong aku biarin pacar aku sendirian sekolah di sini."
"What? Je! Lo sama Damian pacaran?" pekik Gabriel mendengar penuturan Damian. Gabriel benar-benar kaget! Saking kagetnya sampai pengen terjun dari balkon kantinnya yang berada dilantai tiga gedung sekolah.
"Enggak.. Enggak! Ngaco dia." ujar Jeje.
Damian menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu memasang raut wajah sendu, berakting jika apa yang dikatakan Jeje baru saja tadi menyakiti hatinya.
"Harus aku bilang sama Iyel kegiatan ranjang kita?"
"What?!"
"Nggak usah ngaco deh, Dam! Apaan sih?! Gue pengen hidup tenang." kata Jeje membuat Damian mengedikkan bahunya. Damian menatap Jeje dengan tatapan mata yang menurut Jeje sangat tidak biasa.
"Ayolah, Je. Nggak mungkin kan aku ceritain ke Iel proses kita..."
"Diem!" Jeje mengeluarkan bentakkannya. Gadis itu sama sekali tak mengerti apa yang membuat Damian terlihat sangat menyeramkan. "Kalau gue buat salah selama ini, gue minta maaf Dam. Maaf banget karena gue selama ini ngerecokin hidup lo. Tapi nggak gini, Dam, cara balesnya. Nggak lucu sama sekali." Mata Jeje terlihat berair ketika mengucapkan serentetan kalimat yang justru membuat Damian terkekeh.
"Apa sih, Sayang? Kamu kenapa?" kilah Damian berjalan mendekat ke arah Jeje yang terlihat menghapus air mata yang menetes di pipi gadis itu. Damian mengeluarkan tangannya, namun segera di tepis oleh Jeje.
"Hei, kamu kenapa sih? Hormon kehamilan ya?"
"What?!"