HAPPY COUPLE

1111 Kata
Runa menatap cincinnya terus menerus. "A-apa kamu menyukainya?" Abizar memperhatikan ekspresi Runa. "Iya. Suka. Kamu tahu seleraku tidak mudah, tapi kamu memenuhi ekspektasiku," Runa tertawa. "Aku bahagia. Aku.. Senang." "Kak Ghea yang dapat buket bunga, malah aku yang dilamar," ucap Runa lagi. "Ka-kamu ingat kalau Ghea yang mendapatkan buket bunga itu?" Abizar kaget. "Eh," Runa langsung menyadari kalau ternyata ia mengingatnya. "Iya ya.. Tapi.. Kenapa aku tidak mengingat kejadian lain lainnya?" Ia mengerutkan keningnya karena bingung. "Ah, sudah sudah. Jangan berpikir terlalu keras," Abizar tersenyum, "Kamu sehat dan pulih saja dulu, lama kelamaan juga akan ingat semuanya." Runa mengangguk dan tersenyum, "Abizar, hari ini sampai besok adalah hari untuk kita. Sebisa mungkin tidak ada dulu urusan pekerjaan. Ceritakan padaku apa yang kamu kerjakan dan semuanya." "Aku calon istrimu. Aku berhak tahu bukan?" Runa membelai rambut kekasihnya itu. "Iya. Tapi.. Semuanya rahasia. Tidak cerita pada Daru ataupun Hana." Abizar menatapnya tegas. Runa mengangguk, "Iya. Ini rahasia kita." Abizar dan Runa saling mengaitkan kelingkingnya. "Apa boleh aku mandi dulu? Tubuhku lengket keringat dan juga air hujan," Abizar menggosokkan handuk ke pakaiannya. Runa lagi lagi mengangguk, "Lagian, kenapa kamu basah kuyup begini?" "Aku tadi mau mengambil cincin itu, di kantor. Tapi.. Mobilku terhalang. Ponselku low batt dan sekarang sudah habis baterai.." Abizar mengeluarkan ponselnya dan menyimpannya di meja. "Akhirnya aku lari.. Eh tiba di sini, malah hujan. Ya sudah basah basahan," Abizar menjelaskan dengan santai. Runa melotot, "Ka-kamu lari? Dari sini ke kantor kejaksaan? Lalu dari kantor kejaksaan ke sini?" "Iya, untung dekat.." Abizar menyimpan handuk di atas meja. "De-dekat.. Tujuh setengah kilo, bulak balik jadi lima belas kilo.. Abizar kamu.." Runa tidak melanjutkan ucapannya. "Ah sudah, no comment." "Mandi air hangat," Runa menyodorkan handuk baru untuknya mandi. "Bajumu ada di tas? Nanti aku siapkan." "Iya," Abizar mengangguk sambil melenggang ke kamar mandi. Runa tersenyum lebar sambil menatap cincin di jari manisnya. Ia mengecas ponsel Abizar, lalu membuka tas miliknya untuk mengeluarkan pakaian ganti. Runa hanya geleng geleng kepala melihat betapa isinya begitu berantakan. "Duh, Abizar, kamu berantakan begini.." gumam Runa. Ia mengeluarkan semua isi tas kekasihnya dan membawanya ke walk in closet. Satu ide terbersit hingga membuat senyum mengembang di wajah Runa. Ia merapikan semua pakaian Abizar di lemarinya. Ada satu bagian yang tidak terlalu padat dan akhirnya menjadi tempat untuk pakaian kekasihnya itu. "Runa.." Abizar memanggilnya. "Sini. Aku di ruang ganti," jawabnya. Abizar terdiam menatap pakaiannya yang tersusun rapi di rak lemari Runa. "Bagaimana?" Runa menatapnya. "Sembilan tahun.. Mungkin ini waktunya kamu memiliki tempat di apartemen ini." Abizar memeluk Runa dengan erat, "Thank you." "Ah kamu berpakaian sana! Nanti masuk angin.." Runa berbalik dan menatap tubuh kekasihnya yang bertelanjang d**a dengan handuk melingkar di pinggangnya. Jantungnya berdegup dengan kencang. Abizar terdiam dan kembali merangkul Runa, "Aku tak peduli masuk angin atau tidak." Runa mengusap usap punggung kekasihnya dan bersandar di dadanya. Di atas meja, ponsel Abizar yang sedang di charge bergetar. Ada pesan masuk dari Bondan. Bondan : Anggrek biru yang ada di dalam buket terbilang langka dan mahal. Namun, ada pengusaha tanaman hias yang berhasil mengembangbiakkan anggrek tersebut di daerah Puncak. Bondan : Nama pengusaha tersebut Salma Aqila. *** Daru dan Hana menatap tumpukan kardus di hadapannya. "Banyak sekali.. Aku bingung memulai darimana," Hana terduduk di lantai. Daru hanya tertawa, "Jangan duduk saja. Kalau diam tidak akan bisa menyelesaikan masalah." "Iya.." Hana tertawa. Ia bangkit dari lantai dan mulai membuka salah satu kardus. Sejak menikah, mereka pindah ke rumah baru dan belum sempat membereskan barang barang. "Ah tidur dulu saja lah," Hana malas malasan berbaring di sofa. Daru mendekat dan mencium bibir istrinya, "Kamu jadi pemalas begini." "Iya malas," Hana tergelak. Daru membopong tubuh istrinya masuk ke kamar tidur, "Setidaknya kasur kita sudah rapi dan bersih. Kita bulan madu di sini." Hana membelai pipi Daru, "Kita belum melakukannya. Maafkan.." "Kamu datang bulan, tidak perlu meminta maaf," Daru mengecup bibir Hana. "Lagipula, setelah selesai pernikahan, pekerjaan di rumah sakit seperti mendadak meningkat." Hana tertawa, "Kamu sibuk.. Aku sih biasa saja.." Trrr... Trr.. "Eh, ponselku bergetar," Hana meraba raba meja samping tempat tidur untuk mengambil ponselnya. Ia pun membukanya. "Siapa?" Daru mengintip di sampingnya. "Ini ibu," Hana membaca pesannya. "Katanya kangen aku." Hana tertawa, "Rasa rasanya aku baru juga keluar rumah beberapa hari ini. Ibu ada ada saja." "Telpon saja," Daru mengerti perasaan Jingga, ibu mertuanya. "Aku telepon dulu ya.." Hana duduk di tempat tidur. Jingga : "Hana, ibu kesepian." Keenan : "Ayah juga." Hana tertawa : "Kan ada kak Danis." Jingga akhirnya tertawa : "Kakakmu sibuk." Keenan : "Pekerjaan ayah sudah diambil alih." Hana lalu menoleh ke arah Daru dan memberi kode untuk makan malam di rumah orangtuanya. Suaminya itu hanya mengangguk, sebagai kode memahami permintaannya tanpa harus bicara. Ia mengacungkan jempolnya. Hana : "Ibu, ayah, sekarang aku dan Daru ke situ. Ikut makan malam ya.." Jingga : "Senangnya. Ibu tunggu. Tanya Daru, mau makan apa?" Daru : "Apa saja. Kita pergi sebentar lagi." Jingga : "Iya. Ibu memasak sayur sop kesukaanmu saja." Daru : "Terima kasih bu." Hana : "Ibu, aku mau schootel." Jingga : "Iya, iya. Sampai ketemu.." Daru dan Hana pun bersiap siap. "Aku sudah menikah tapi rasanya masih jadi anak bungsu," Hana tertawa. "Ibu belum mau ditinggal." "Tidak masalah kita sering berkunjung. Rumah juga dekat," Daru mengiyakan. "Kamu bebas saja kalau mau ketemu ibu. Misal sesekali menginap di sana juga tidak apa apa." "Tapi tidak sendiri. Aku ikut," Daru tersenyum. Hana merangkul pinggang suaminya, "Tentu saja. I love you!" Daru tersenyum lebar, "I love you too." "Let's go.." Daru menggenggam tangan istrinya. Hana hanya tersenyum mengikuti langkah suaminya. Hampir sepuluh tahun bersama. Akhirnya menjadi suami istri. Kenal dari masa masih menjadi mahasiswa kedokteran, sekarang suamiku bahkan sudah menjadi neurosurgeon yang hebat. Bangganya! Mereka pun bergerak ke kediaman Keluarga Rasyid. Setibanya di rumah, Hana dan Daru saling bertatapan kala melihat ada satu mobil asing yang tidak mereka ketahui terparkir di halaman. "Siapa ya?" Hana bertanya tanya. Daru hanya menggeleng. Ketika Daru dan Hana melangkah ke ruang makan, ternyata ada Ghea bersama seorang lelaki yang dibawanya ke pernikahan mereka. "Halo pengantin baru!" Ghea menghampiri mereka dan memeluk Hana. "Aku datang membawakan kue uji coba buatan mama," Ghea tertawa. "Si mama lagi addicted to baking, terlalu banyak kue di rumah." Hana tertawa, "Tante Mahreen ada ada saja." "Halo Al," Daru menyapa Almeer Uthman, pasangan baru Ghea tersebut. Baik Hana dan Daru belum terlalu kenal baik, tapi mereka mencoba bersikap sebaik mungkin. Meski hati kecil mereka seperti menolak kehadiran Almeer karena ingin menjaga perasaan Darma. Semua bisa membaca dan merasakan kalau Darma terluka. Selain itu, sejujurnya, Hana merasa tidak enak hati melihat sosok Almeer. Ada kesan sombong dan angkuh yang tersirat. Entah kenapa dan entah apa yang membuatnya merasakan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN