Ch-11 Tampan

1626 Kata
Erlando memegang tangan Verlona yang sedang menyuap ke mulutnya sendiri, mengarahkan garpunya ke bibir miliknya. Tindakannya itu membuat semua orang memperhatikan mereka berdua, dan berpikir mereka berdua adalah pasangan kekasih. Berulang kali Erlando memegangi tangan Verlona bahkan sengaja mencium punggung tangan adik angkatnya itu. Berulang kali juga gadis itu ingin segera menarik tangannya dari genggaman Erlando, tapi pria itu malah meremasnya dan tetap menggenggamnya. "Apa kak Erlan sengaja memamerkan semua ini di depan umum? kita satu keluarga! bagaimana jika rekan bisnis kakak melihatnya!" Ujar Verlona dengan suara berbisik. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, cepat selesaikan makananmu." Setelah menyelesaikan makanannya Erlando mengajak Verlona menuju ke sebuah klinik. "Kenapa kita kemari?" Tanya gadis itu tidak mengerti. "Aku akan membelikan klinik ini untuk kamu kelola. Bukannya kamu sudah lulus di banyak jurusan kedokteran?" Tanyanya pada verlona. Verlona tahu pria itu hanya ingin menjauhkan dirinya dari Daniel dengan alasan membelikan sebuah klinik. "Iya, tapi papa memintaku untuk kuliah di kampus milik paman Pratama." Tandasnya. "Jika aku membelikanmu laboratorium? atau perusahaan lain? apakah kamu akan tetap menolaknya?" Tanyanya lagi. "Aku sangat menyanyangi papa kak, maafkan aku." Verlona berbalik pergi dari tempat tersebut, diikuti oleh Erlando. Erlando membawanya ke sebuah rumah berukuran sedang. "Kenapa kita kemari?" Tanyanya lagi pada kakaknya. "Mulai sekarang kamu harus tinggal di sini." Terangnya sambil menarik tangannya masuk ke dalam rumah tersebut. "Dan kakak akan tinggal di mana?" "Aku harus kembali ke Perancis untuk mengurus perusahaan. "Jadi aku sendirian di sini? tempat ini jauh dari kota dan sangat terpencil. Jika aku sendirian di rumah sebesar ini aku pasti kelelahan membersihkannya." Gerutunya bertubi-tubi kebiasaan gadis itu merajuk pada kakaknya. Erlando Eldana tersenyum mendengar adik angkatnya menggerutu sedemikian rupa. "Aku akan membayar tiga pembantu, untuk mengurus rumah juga kebutuhanmu sehari-hari. Aku tidak ingin saat aku pulang kamu tidak berada di sini!" Tegas pria itu lagi. "Tapi kak, tempat ini terlalu jauh dengan kampus." Masih terus menggerutu. "Kamu tidak ingin jauh dari Daniel atau kampus?" Menatap wajah adiknya lekat-lekat. "Kampus, memangnya kenapa dengan kak Daniel?" Pura-pura tidak tahu dan membuang muka ke arah lain. "Aku tidak bisa mempercayainya, aku tidak bisa mempercayai kakak sepupu kesayanganmu itu." Menyentuh pipinya, mendekatkan bibirnya hendak menciumnya. Verlona segera berdiri menghindari ciuman kakaknya berjalan keluar menuju mobil. "Kamu mau kemana? mulai detik ini kamu tinggal di sini!" "Aku ingin mengambil barang-barangku, dan kosmetik ku di rumah kak Daniel." Erlando mengemudikan mobilnya menuju mall terbesar di sana. "Kok malah ke mall?" Protes Verlona. "Pilihlah semua kebutuhanmu, aku akan menyelesaikan semua pembayarannya." "Tapi kak, mobilku juga masih tertinggal di sana." Protesnya lagi, gadis itu mulai sangat kesal sekali. "Pilihlah mau mobil yang seperti apa kirimkan fotonya padaku, besok aku pastikan sampai di rumah mobil mana yang kamu pilih." Menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, menatap dingin wajah adiknya. "Hah! sikap posesifmu ini melebihi sikap seorang suami pada istrinya!" Gerutunya kesal. Verlona tidak ingin berbelanja, gadis itu meninggalkan kakak angkatnya yang duduk menunggu di depan mobilnya. Mau tidak mau Erlando Eldana bergegas berlari mengejarnya. "Kamu mau kemana?" Menatap tajam wajah Lona sambil menahan lengannya. Verlona tidak mau menjawab pertanyaan kakaknya, dengan kasar menepiskan tangannya. Gadis itu hanya terus melangkahkan kakinya di atas trotoar di sepanjang jalan. Melihat sikap adiknya itu Erlando segera menghubungi bawahannya untuk mengambil mobilnya yang ada di parkiran mall. Erlando berjalan mendahuluinya dan terus menerus berusaha menghalangi langkahnya. "Kakak!" Teriaknya tidak sabar sambil berkacak pinggang. "Apa?!" Tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, menatap wajah adiknya dengan tatapan dingin. "Berhentilah menghalangi langkahku!" Ujarnya berusaha melangkah berlalu dari hadapan pria itu. Lagi-lagi Erlando Eldana menghalangi langkah kakinya. "Kenapa terus menghadang! aku bukan gadis kecil lagi!" Teriaknya tidak sabar. "Kenapa kamu sangat membenciku?!" Menatap wajah gadis itu dengan serius. "Aku tidak pernah membencimu! berhentilah bermain-main dan biarkan aku menentukan kemana aku pergi! aku bukan piaraanmu!" Sergahnya lalu melaluinya tanpa rasa bersalah. "Tidakkah kamu tahu aku selalu mencintaimu!" Teriak pria itu di tepi jalan raya, di sela hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang di sekitarnya. Verlona tidak menjawab dan terus melangkah menjauhinya. Semakin jauh dan jauh. Erlando berlari mengejarnya, menarik tangannya hingga gadis itu berbalik menghadap padanya. "Apa yang kakak lakukan?! lepaskan tanganku!" Verlona mencoba menepisnya kembali. Tapi Erlando semakin mencengkeram erat lengannya, menatapnya dengan tatapan dingin, pria itu meraih kepalanya kemudian mencium bibirnya dengan kasar. "Mmmmhhhhh... Emmmhhhhh!" Verlona berusaha melepaskan diri dengan memukul bahunya. Pria itu malah menahan pinggangnya dan terus mengulum bibirnya. Verlona mulai gelagapan dibuatnya, ciuman pria yang berstatus sebagai kakak angkatnya itu selalu kasar. Selalu kasar dan memaksa. Ciri khas dari seorang Erlando Eldana selalu dingin, memiliki ekspresi wajah datar, dan Verlona satu-satunya yang mendapatkan cintanya tanpa syarat, tanpa memohon. Cinta yang sama sekali tidak dia inginkan, cinta yang ingin dia tepis jauh-jauh. Cinta yang ingin dia hindari dan dia hapus dari dalam ingatannya. Pria itu sudah hampir dua puluh menit memeluknya dan mengulum bibirnya. Membuatnya lelah meronta, dibiarkan saja bibirnya habis dilumat oleh kakak angkatnya itu. Tiba-tiba saja ada sensasi aneh diam-diam menggelitik hati Verlona. Ciuman yang penuh paksaan itu dan dia tidak bisa menghentikannya. Erlando Eldana tahu, gadis itu mulai menikmati ciumannya. Dibiarkan saja gadis itu meremas tengkuknya dan lengan kekarnya. Pria itu tersenyum melihat gadisnya, yang tidak lain adalah adik angkatnya! Melihat Verlona terlena dalam pelukannya. Dia melepaskan ciumannya beberapa detik, membiarkan gadis itu menghirup udara sebentar lalu kembali mendaratkan bibirnya. Mengulumnya lebih panas dari pada sebelumnya. Erlando merasakan kaki Verlona mulai lelah berdiri, dia sengaja menahan pinggangnya agar gadis itu bersandar dalam rengkuhannya. Verlona menundukkan kepalanya setelah Erlando melepaskan ciumannya, kedua tangannya masih memegangi kedua lengan kakak angkatnya itu. Dia tidak tahu harus berkata apa pada kakaknya itu, Erlando tidak berhenti menatap wajahnya. Erlando Eldana mengangkat tubuh Verlona, pria itu melambaikan tangannya untuk menghentikan taksi, mereka menuju ke rumah yang sudah dibelinya. Sampai di sana pria itu masih membawa tubuh adiknya di atas gendongannya. "Bagaimana aku bisa kabur dari pria dingin ini??" Jerit Verlona di dalam hati kecilnya. Saat kakaknya itu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur lalu hendak mencium kembali bibirnya, dia segera menjauh dan beringsut mundur. "Kakak! aku masih waras! jangan coba-coba melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan!" Teriaknya sambil memegangi selimut menutupi seluruh tubuhnya rapat-rapat. Erlando beranjak berdiri lalu tersenyum kecil, dia melepaskan jasnya dan bajunya. Dengan sengaja menunjukan lekukan atletis tubuhnya di depan Verlona. Melihat itu Verlona segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Kakaknya itu pria tertampan di kampus. Pria dingin dan sukses di usia muda. Tidak terhitung berapa banyak gadis yang sudah ditolaknya. Setelah berganti dengan baju tidur dia kembali naik ke atas tempat tidur. Dengan paksa dia menarik selimut Verlona dan merengkuhnya. "Kakak!" Pekikan Verlona tertahan. Verlona mendengar suara detak jantung kakaknya. Suaranya normal dan tidak berdentum-dentum seperti suara jantung seseorang yang sedang gugup atau merasa sedang ingin melakukan sesuatu hal yang sangat dihindarinya. Dia tetap tenang merengkuh gadis itu lalu tertidur, dan perlahan-lahan Verlona ikut terlelap. Terlelap dalam rengkuhannya. Beberapa jam kemudian Verlona terjaga, dia berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Saat Verlona bergerak di dalam pelukannya, Erlando terjaga dia diam saja dan tetap menatap wajah adiknya itu. Verlona mengangkat tangan kakaknya agar melepas pelukannya. Erlando pura-pura mengikutinya. Saat itu Verlona tidak tahu jika kakaknya itu sudah menatap dirinya sejak tadi dengan tatapan mata lebar-lebar. Gadis itu kemudian beringsut menjauh, dan saat itu barulah ia melihat wajah kakaknya. "Astaga!" Jeritnya terkejut setengah mati memegangi dadanya. "Sejak, sejak kapan kakak terjaga!?" Tanyanya gugup. "Sejak kamu menepikan tanganku." Ujarnya tanpa senyuman, masih menatap dingin Verlona. "Kamu mau kabur lagi?" Tanyanya tanpa ekspresi. "Tidak! siapa memangnya yang mau kabur?" Ujarnya berbohong lalu tidur kembali memunggungi Erlando. "Dasar bodoh! bagaimana mungkin aku tidak tahu dia sudah membuka matanya entah sejak kapan!" Umpatnya dalam hati. Erlando Eldana beranjak berdiri, lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Kesempatan itu tidak disia-siakan Verlona, dia segera mengambil tasnya mengendap-endap menuju pintu. Verlona berhasil melalui pintu kamarnya tapi tidak pintu ruang tamu. Pintunya terkunci dan kuncinya tidak ada. Dengan muka masam Verlona menendang daun pintu tersebut. "Duang! aduh duh! kakiku!" Teriaknya sambil memijit jari kaki kanannya. "Apa kamu mencari ini?" Erlando mengancungkan kuncinya, pria itu berdiri menatap tajam ke arah Lona. Verlona masih memijit ujung kakinya, dia berjalan tertatih-tatih lalu duduk di sofa. "Dasar pria dingin menyebalkan!" Umpatnya marah sambil menatap wajah kakak angkatnya. Erlando Eldana berjalan mendekat, pria itu mengangkat kaki Verlona ke dalam pangkuanya. Gadis itu melengos ke arah lain dan menarik kakinya dari pangkuan kakaknya. "Kakimu terkilir!" Meraih kembali kakinya dengan paksa. "Akh! aduh! sakit!" Jeritnya saat Erlando mulai mengurut kaki adiknya itu. "Kenapa kamu marah dengan pintu? kenapa tidak langsung marah padaku? aku yang menguncinya!" Menatap dingin wajah adiknya tanpa senyuman. "Kapan kakak akan membiarkan aku pergi?!" "Tidak akan pernah!" "Kakak berniat menentang papa?!" Teriaknya kemudian merebut kunci dari tangan kakaknya dan berlari menuju pintu. "Sampai kapan kamu akan terus menghindariku?!" Erlando sudah berdiri di belakang punggungnya, menghentikan tangan gadis itu membuka kunci pintu. "Kamu kakakku, aku tidak mencintaimu. Bagiku kamu adalah saudaraku, bukan orang lain." Jelasnya sambil mendongakkan kepalanya. "Kamu bohong! kamu juga merasakan ciumanku! kamu juga menganggapku sebagai pria!" Menatap lekat-lekat wajah adiknya. "Aku! aku!? mana mungkin aku seperti itu!" Elaknya gugup sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Erlando tersenyum kecil melihat wajah adiknya yang bersemu merah. "Kenapa kamu tidak mau mengakuinya? apa sih susahnya jujur pada diri sendiri?" Ejeknya sambil mengangkat dagu adik angkatnya itu agar menatap ke arahnya. Verlona mau tidak mau menatap wajah kakaknya itu, bulu mata lentik menghiasi wajah tampan Erlando. Alis tebal membingkai mata setajam elang. Pria di hadapannya itu benar-benar sangat mempesona dan tampan. Pria yang selalu tampil dingin, tapi sangat memikat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN