“Revan mana?” tanyaku ketika sudah kembali duduk di meja di mana Aric dan Pinka berada. “Ke bawah, pesan makanan,” balas Pinka santai seraya memainkan ponselnya. “Itu tadi siapa?” tanya Aric memandangku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum kecil. “Azel,” jawabku. “Gue udah jelasin semuanya ke Azel,” lanjutku. Pinka mengangkat pandangannya dari ponselnya, menatapku. “Jelasin apa?” sahut Pinka. Aku diam, tak bisa menjawab pertanyaan Pinka. Dia tak seharusnya tahu masalah Azel ini. Karena, bagaimanapun juga, aku tak punya hak untuk bercerita kepadanya. “Jelasin kalau gue nggak bisa ikut dia main bareng Kai karena gue lagi di Bandung,” jawabku sekenanya. Diam-diam aku melirik ke arah Aric, mencari tahu apakah dia juga panik mendengar pertanyaan Pinka. Ta