Telpon berakhir, Pangeran tak berkedip. Mata masih melotot dengan degup jantung yang kini lebih cepat. Ada rasa nyeri memikirkan tentang mamanya di Jakarta. ‘Apa yang terjadi? Kenapa mama bisa ada di rumah sakit?’ Banyak pertanyaan yang bahkan dia sendiri tak mampu menebak apa jawabannya. Menoleh saat merasa ada usapan lembut dipunggung. “Mama kenapa?” tanya Yuna yang juga nggak ngerti. Pangeran geleng kepala. “Aku harus ke Jakarta, ay. Kamu mau ikut?” Yuna diam, mengerjap beberapa kali, lalu nunduk dengan menggigit bibir bawah. Rasa takut itu masih menghantui. Bisa menerima kehadiran Pangeran lagi, itu butuh waktu yang enggak sebentar. Lalu ... jika harus balik ke Jakarta lagi, itu ... itu menakutkan. Setelah beberapa menit diam, ia mulai mengangkat kepala. “Izroil, aku ... aku ma