Vio tidak berkata apa-apa, tetapi Jarek sudah tersenyum penuh arti. "Pak, boleh saya turunkan lagi suhu acnya?" tanya Vio dengan tatapan gelisahnya.
"Kenapa?" tanya Jarek menatap heran pada Vio.
"Apa bapak tidak merasa panas?" tanya Vio serius.
"Tidak sama sekali, apa kamu kepanasan?" tanya Jarek yang raut wajahnya terlihat biasa saja.
"Iya, pak," jawab Vio singkat. "Kalau begitu, saya ijin ke balkon, pak. Untuk mencari udara segar," ucap Vio dan segera berjalan ke arah balkon kamar hotel untuk mencari angin karena tubuhnya yang terasa panas.
Ia tidak tahan dengan rasa panas di tubuhnya. Tidak peduli dengan Jarek yang belum mengijinkannya untuk beranjak dari sana. Yang terpenting, ia tidak keluar kamar, ia hanya pergi ke balkon kamar saja.
Ia tidak akan mungkin nekat untuk kabur dari balkon, karena ia berada di lantai paling atas hotel tersebut. Ia ingin keluar kamar hotel, tetapi di depan pintu, ia yakin para bodyguard berjaga di depan. Walau sudah ada Jarek, tapi tetap saja, kemungkinan mereka berjaga di depan pintu.
Vio membuka pintu balkon dan keluar dari sana. Hembusan angin malam menerpa tubuhnya, sedikit dingin tetapi rasa panas dalam tubuhnya tidak hilang sama sekali. Tiba-tiba saja ada lengan kekar memeluk pinggangnya dari belakang kemudian menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam di ceruk lehernya, membuat gelenyar aneh di dalam tubuh Vio. Tangan jarek mulai naik ke atas, dia meremasa buah dad* Vio secara sensual membuat Vio mendesah. Jarek membalikkan tubuh Vio, dia tersenyum melihat wajah Vio yang sudah di selimuti kabut gairah.
"Kau menginginkan ku di dalam tubuh mu, kan?" tanya Jarek sambil mencengkram dagu Vio tapi tidak kuat.
Vio hanya diam saja, Jarek pun mendekatkan wajahnya dan ia mulai memagut lembut bibir Vio. Vio yang memang sudah di serang kabut gairah mengalungkan tangannya di leher Jarek dan membalas ciuman Jarek. Jarek tersenyum, dan dia pun mengangkat sedikit tubuh Vio. Jarek membawa Vio masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuh Vio diatas tempat tidur. Sungguh, Vio sudah tidak begitu sadar ketika Jarek yang memeluk tubuhnya. Rasanya, ketika mendapatkan pelukan itu dan perlakuan yang lembut dari Jarek, tubuhnya ingin di sentuh terus menerus.
Jarek melepaskan kemejanya dan ia pun melepaskan dress Vio. Jarek kembali menindih tubuh Vio setelah membantu Vio melepaskan dressnya. Jarek tersenyum seraya menatap wajah Vio yang tidak terlihat takut itu. Vio yang tidak lagi memberontak dan memohon agar di lepaskan. Tubuhnya sebenarnya sakit saat menghadapi penolakan Vio. Vio yang memukul, mencakar bahkan mengigit tubuh, bibirnya saja sudah menguras tenaganya. Namun, ia tidak akan melapaskan Vio begitu saja. Jarek tersenyum ketika tangannya meremas pelan dad* Vio dan Vio mendesah. Moment seperti inilah yang Jarek inginkan ketika sedang having se* .
Malam ini begitu menyenangkan untuk Jarek, tidak ada perlawanan dari Vio. Hanya ada suara desahan-desahan Vio yang membuat Jarek semakin b*******h. Jarek pun ambruk diatas tubuh Vio setelah pelepasannya yang sangat nikmat. Entah sudah berapa ribu pasukan Jarek yang masuk ke dalam rahim Vio. Jarek sama sekali tidak pernah memakai pengaman dan juga membuangnya di luar. Jarek selalu menumpahkan kecebongnya itu di dalam rahim Vio. Ia tidak pernah berpikir jika nantinya Vio akan hamil atas keteledorannya ini. Padahal, ia saja hari ini sudah bertunangan dengan wanita pilihan orang tuanya. Tapi, bisa-bisanya Jarek malah bermain dengan sekertarisnya yang makanannya ia beri obat perangsa**.
Tidak tahu kenapa Jarek melakukannya, padahal Jarek selalu menggunakan pengaman setiap kali dia melakukannya dengan wanita bayarannya. Vio wanita yang berbeda menurut Jarek, apalagi ia tahu bahwa ia lah pria pertama yang sudah memerawa** sekertarisnya. Membuatya menjadi enggan untuk memakai pengaman. Memakai pengaman itu tidak bisa secara lagsung menikmati luban* surgawi milik Vio, itu sebabnya, ia tidak ingin memakai pengaman.
Sungguh, tidak tahu apa yang terjadi kedepannya jika Jarek terus-terusan memuntahkan kecebongnya ke dalam rahim Vio. Tapi yang pasti, Jarek hanya ingin menikmati apa yang saat ini ingin ia nikmati tanpa peduli kedepannya akan seperti apa.
Hari berlalu, Vio menggeliatkan tubuhnya tetapi, ia merasakan ada yang berbeda. Perlahan dia membuka matanya, alangkah terkejutnya dia melihatnya. Vio tertidur di atas d**a bidang Jarek. Rasanya dia ingin berteriak, tapi tidak bisa ia lakuka. Jika ia berteriak, ia akan membangunkan Jarek nantinya. Tidak, ia tidak ingin membangunkan Jarek dan membuat Jarek memperko**nya lagi. Semalam ia tidak tahu kenapa menjadi sangat ingin di sentuh hingga ia hanya diam saja mendapatkan perlakuan seperti semalam. Bahkan ia menikmati aktifitas ranjangnya semalam. Sungguh, ia tidak tahu kenapa respon tubuhnya menerima dan dirinya juga tidak ada perlawanan sama sekali.
Vio perlahan bangun dari tidurnya, turun dari atas tubuh Jarek. Jarek sedikit menggeliat dan Vio langsung menahan napasnya seraya memejamkan matanya karena ia takut Jarek terbangun. Pelan, sangat pelan-pelan hingga ketika merasa Jarek bergerak ia akan terdiam. Ia sudah turun dari tempat tidur, Vio segera memunguti pakaiannya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai, Vio pun mengambil tasnya, dia berjalan mendekati tempat tidur dan menatap Jarek yang masih tertidur. Vio diam seraya terus memandangi wajah bosnya yang terlihat tenang itu, ada rasa sedih dalam hatinya karena mengingat pertunangan Jarek. Ia harus apa, kalau nyatanya memang sedari awal pun ia tidak pernah ada kesempata untuk bersama Jarek. Air mata menetes di sudut matanya dan ia pun segera mengusap air matanya.
"Kalo bapak suami saya, saya tidak akan menolak semua perlakuan bapak. Bahkan jika setiap waktu dan tempat yang merasa di tempat itu aman, saya pun tidak aka masalah. Tapi bapak bukan siapa-siapa saya, bapak hanya bos saya dan bapak juga sudah bertunangan dengan bu Defa. Saya harap, ini terakhir kalinya bapak melakukannya dengan saya. Jika bapak butuh memuaskan hasr**, bapak bisa lakukan dengan tunangan bapak, karena sudah jelas bapak dan tunangan bapak akan menikah," lirih Vio dan kembali meneteskan air matanya.
Tangannya bergerak untuk mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya. "Sadar Laras, kamu dan bosmu bagaikan lagit dan bumi. Bukan hanya status sosial yang berbeda sangat jauh, tetapi juga agamamu berbeda dengannya. Kenapa kamu bodoh sekali, Ras? Kenapa kamu bodoh sekali berusaha memikat bosmu yang benar-benar jauh di langit tinggi?" tanya Vio dengan suara kecil. Ia kemudian memukul dad*nya yang kembali merasakan sesak.
Vio pun segera pergi meninggalkan Jarek, dengan air mata yang tidak bisa ia bendung lagi begitupun dengan suara isak tangisnya. Pintu kamar sudah tertutup, Jarek yang sebenarnya sudah bangun sedari Vio yang bangun kini membuka matanya.
"Maafkan saya, Vi," gumamnya yang melihat ke pintu yang sudah tertutup rapat.