Bab 13. Haphepobia

1205 Kata
Vio tidak langsung pulang ke appartementnya, ia pergi ke kantor untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Satpam di kantor mengernyitkan dahinya ketika melihat kedatagan Vio ke kantor. "Pagi mbak, Vio. Ada perlu apa ke kantor?" sapa satpam kantornya. "Ada pekerjaan yang harus segera saya selaikan, pak. Kemarin karena harus ada pekerjaan lain, jadi terburu-buru tidak saya bawa pulang. Jadi, boleh minta tolong bukakan ruangan saya, ya pak," ucap Vio seraya tersenyum ramah. "Tidak di kerjakan besok saja, mbak?" tanya satpam itu lagi. "Bapak sudah tahu kan, bagaimana bos bapak itu? Sepertinya bapak juga tahu, sebelum saya sudah berapa banyak sekertaris pak Jarek?" tanya Vio masih tersenyum ramah. "Ah, iya. Baik mbak, kalau begitu," ucap satpam itu tersenyum tidak enak dengan Vio. Ia bekerja sebelum Vio bekerja di sini, memang sebelum Vio sudah banyak sekertaris bosnya itu berganti. Bahkan ada sekertaris pria pun masih di ganti hanya karena pekerjaannya terlalu lamban kata bosnya. Padahal yang ia dengar dan ia tanya langsung dari sekertaris sebelum Vio, Jarek lah yang memberi pekerjaan terlalu gila menurutnya. Pekerjaan yang seharusnya baru bisa di selesaikan dalam beberapa jam, Jarek hanya memberikan waktu satu jam, bahkan hanya setengah jam juga pernah ada. Baru Vio, sekertaris bosnya yang bertahan paling lama. Rata-rata sekertaris sebelumnya, hanya sampai masa percobaan saja sudah pasti di pecat setelah itu. Namun, Vio hampir dua tahun ini bekerja sebagai sekertaris Jarek, satu-satunya sekertaris yang bertahan paling lama. Ia tidak tahu, bagaimana cara kerja Vio sampai ia bisa bertahan begitu lama dari sekertaris sebelumnya. Bosnya itu baru menjabat bos di sini sekitar tiga tahun yang lalu, sebelum bosnya itu hanya suka bermain-main saja. Mungkin karena anak laki-laki satu-satu di keluarganya, dirinya hanya bermain-main saja. Menyelesaikan pendidikan kuliahnya memang cepat dari info yang ia dengar, bahkan dengan pendidikkan sampai S2. Tapi setelah kembali ke Indonesia, bosnya itu tidak lansung bekerja di perusahaan. Kerjaannya hanya mabuk dan juga main perempuan. Itu gosip yang pernah ia dengar, dan memang gosip itu nyata karena dirinya pernah tidak sengaja memergoki bosnya itu sedang bermesraan dengan seorang wanita di club malam. Kebetulan saat itu dirinya sedang bertemu orang di dekat sana. Tidak sengaja, ia melihat bosnya yang keluar dari club malam dengan seorang wanita. Mereka sudah sampai di depan pintu ruangan Vio, satpam pun berpamitan dengan Vio setelah pintu sudah di bukakan. Vio pun bergegas ke mejanya dan menyelesaikan semua pekerjaannya yang masih ada beberapa hal belum di selesaikan. Pukul dua siang akhirnya semua pekerjaannya sudah selesai. Jadwal Jarek pun sudah ia buat sampai satu bulan ke depan. Ia tinggal mengirimkan saja besok ke Jarek. Ia sudah membuat surat resignnya, ia tidak ingin semakin menjadi bodoh karena merasa bosnya tidak akan memperkos*nya lagi. Semua pekerjaannya sudah ia letakan di meja kerja bosnya, begitu pula dengan surat resignnya yang Vio melupakan sebuah fakta tentang kontak kerja yang sudah ia tanda tangani. Kontak kerja yang berisikan tentang denda yang harus ia tanggung ketika dirinya keluar dari kantor bukan karena di pecat. Hari berlalu dan belum ada 24 jam dirinya menyerahkan surat resignnya, ia harus datang ke kantor. Dirinya di panggil oleh bagian HRD yang menyebabkan mau tidak mau dirinya harus ke kantor. "Pak Jarek menyerahkan surat resignmu pada saya," ucap HRD seraya memberika amplop yang berisi surat resignnya. "Apa kamu sudah berpikir dengan matang Vio, untuk mengajukan resign? Apa kamu siap membayar dendanya?" tanya wanita paruh baya itu sebagai kepala HRD di sana. Vio terdiam beberapa saat tentang denda dari dirinya resign. Vio memejamkan matanya ketika ingat berapa denda yang harus ia bayarkan. Dendanya adalah dua kali lipat gajih yang ia terima selama dia bekerja, jika ia di pecat pun ia yang akan mendapatkan gaji dua kali lipat dari selama ia bekerja di kantor. Perjanjian ini hanya berlaku untuk sekertaris Jarek saja, untuk karyawan lain tidak ada perjanjian seperti itu. Jarek sendiriyag membuat peraturannya supaya orang yang bekerja menjadi sekertarisnya tidak sembarangan untuk mengajukan resign. Jika dirinya sudah nyaman dengan sekertaris itu, maka degan cara ini ia bisa mempertahankan sekertarisnya. "Bagaimana Vi, apa kamu bisa membayarkan dendanya?" tanya bu Heni - kepala HRD di kantor ini. Vio menatap bu Heni, "Pak Jarek mengijinkan kamu untuk ambil libur beberapa hari, yang terpenting tidak lebih dari satu minggu jika kamu masih ingin bekerja di kantor," ucap bu Heni. "Baik bu, saya akan mengambil libur beberapa hari kalau begitu," ucap Vio dengan nada suara yang sudah pasrah harus menerima kenyataan ia tidak bisa keluar begitu saja sebelum kontrak habis. "Pekerjaanmu bagus dan Pak Jarek tidak ada keluhan. Kenapa kamu ingin keluar dari kantor ini? Padahal gajihmu saja cukup besar. Di bandingkan dengan perusahaan di luar sana atau perusahaan yang sudah menerimamu," ucap bu Heni. Vio menggelengkan kepalanya, "saya tidak punya pekerjaan bu, jika saya keluar. Saya hanya ingin beristirahat saja dan mungkin pulang ke kampung," ucap Jarek. "Sayang sekali kalau kamu hanya ingin pulang ke kampung, tetaplah bekerja di sini saja Vi. Pak Jarek juga tidak segan memberikan bonus lebih untukmu bukan? Pekerjaanmu bagus juga, jadi lebih baik kamu bertahan di sini," ucap bu Heni. "Iya, bu," ucap Vio. Setelah itu ia pun berpamitan untuk keluar ruangan. Langkahnya terasa lesu, ia tidak bisa membayar dendanya. Uang yang ia dapatkan sudah di pakai semuanya. Untuk membantu keungan orang tuanya dan untuk kehidupannya sendiri. Walau orang tuanya tidak meminta dirinya untuk mengirimkan uang, tetapi Vio selalu mengirimkan uang pada ibunya. Memberi uang jajan ke adik-adiknya. Saat ia menandatangani perjanjian kerja, yang ia pikirkan adalah mendapatkan pekerjaan dan gajih tinggi. Waktu berlalu begitu saja, Vio pun mau tidak mau tetap bekerja di perusahaan. Tidak ada perubahan pada diri Vio semenjak kejadin itu, perubahan yang tidak bisa jika bersentuhan dengan oarang. Dirinya yang tidak bisa di sentuh seseorang itu pun membuatnya harus konsultasi ke dokter. Dari dokter pun berkata jika Vio mengalami Haphepobia. Haphepobia adalah pobia akan yang namanya sentuhan. Vio benar-benar tidak bisa disentuh, setiap kali tanpa sengaja dia bersentuhan dengan seseorang maka dia akan ketakutan. Vio akan segera mencari tempat sepi untuk meredahkan ketakutannya, jika dia masih di sekitaran banyak orang kemungkinan besar Vio akan histeris dan tidak ada satu orang pun yang dapat menyentuhnya. Karena setiap kali ada orang yang menyentuh Vio akan semakin histeris. Dokter memberikan obat penenang ke Vio jika Vio tidak bisa mengendalikan rasa ketakutan dan juga dirinya yang igin berteriak. Seperti hari ini, Vio pergi ke mini market, dia berusaha untuk tidak bersinggungan dengan orang lain. Tapi sayang itu tidak bisa ia antisipasi saat tidak sengaja seseorang menubruk tubuhnya karena asik berbicara dengan temannya. Vio langsung menjatuhkan barang bawaanya. Orang itu minta maaf, Vio hanya mengatakan tidak apa-apa tanpa membawa barang belanjaannya dan Vio segera lari keluar. Disaat seperti ini Vio harus mencari tempat yang benar-benar sepi. Karena dia yang ketakutan beberapa kali Vio harus bertabrakan dengan orang. Vio terduduk di trotoar yang sangat sepi. Vio menstabilkan deru nafas dan detak jantungnya. Sesekali matanya awas melihat kesekelilingnya. Disaat rasa takutnya mulai menghilang dia mendengar ada suara teriakan. Sebenarnya Vio enggan mendengar apa yang terjadi. Namun nalurinya untuk menolong pun bangkit. Dengan takut Vio mencari sumber suara. Ternyata ada seorang wanita yang sedang di tarik secara paksa oleh dua orang preman. Vio terdiam ditempatnya, haruskah ia diam saja atau ia membantu wanita itu? Itu dua orang pria dengan tubuh yang lebih besar dan mereka lebih kuat. Apakah ia bisa melawan mereka?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN