"Tapi, Ma, kalau Mama benar-benar ke pondok, bagaimana dengan kita-kita, Ma?" suara Jarek terdengar berat, seperti ada sesuatu yang tertahan di dadanya walau ia tadinya mendukung keputusan Mamanya. Mama tersenyum tipis, menatap anak bungsunya itu dengan mata yang penuh kasih. "Sayang, kalian semua sudah dewasa. Kalian juga sudah menikah, sudah punya keluarga sendiri. Hidup kalian kini tidak lagi bergantung pada Mama. Dan sebentar lagi..." Mama melirik perut menantunya dengan pandangan hangat, "...kamu pun akan segera menjadi seorang ayah. Justru sekarang saatnya kamu belajar berdiri lebih tegak, karena sebentar lagi ada sosok kecil yang akan memanggilmu Papa." Jarek terdiam. Dadanya terasa sesak, tapi sekaligus hangat mendengar kalimat itu. "Tapi, Ma, kalau Mama benar-benar pergi, kalau

