Hari minggu adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan murid. Karena di hari minggu mereka bisa mengistirahatkan otak mereka dengan rebahan di rumah dan menjadi kaum pemalas barang sehari. Atau mereka memilih bermain di luar untuk mencari kesenangan. Dan hari minggu ini Caessar, Erlan, Fiya, Sahnum dan Kabiru memutuskan untuk menuju ke gunung budeg yang ada di sisi selatan kota Tulungagung, tepatnya di desa Tanggung kecamatan campurdarat.
Mereka ke sana dengan menaiki sepeda motor. Karena tidak mempunyai surat izin mengemudi, jadilah jalan tikus yang mereka pilih. Fiya boncengan dengan Sahnum, sedangkan Caesar, Erlan dan Kabiru boncengan tiga seperti cabe-cabean.
“Erlan, kamu nyetirnya hati-hati. Di sana ada penjual sayur keliling awas kalau nyenggol!” ucap Caesar.
“Kamu diam saja bisa gak sih? Sejak tadi cerewet mulu,” ucap Erlan dengan kesal. Membonceng Caesar tidak jauh beda dengan membonceng emaknya ke pasar. Selalu menyuruhnya lambat dan sering mengomel. Padahal saat mengantar emaknya ke pasar, Erlan selalu menggunakan kecepatan dua puluh meter per jam alias tidak jauh beda dengan kura-kura.
“Kalau kamu kenceng, Fiya ikut keceng. Kamu tau sendiri kalau Fiya ugal-ugalan, kalau Sahnum jatuh gimana,” oceh Caesar.
“Jadi kamu hanya peduli dengan Sahnum? Wah parah kamu,” ucap Erlan. Kabiru yang duduk di tengah dan diapit oleh Erlan dan Caesar hanya menghela napasnya. Kabiru menahan pinggangnya yang geli saat Caesar merangkul pinggangnya bak cewek yang merangkul pinggang cowok. Sumpah demi apapun Kabiru sangat geli, tapi kalau dia bergerak dan menyikut Caesar, yang ada Caesar yang jatuh.
Setelah perjalanan yang panjang dan penuh perdebatan, akhirnya mereka sampai di lereng gunung budeg. Mereka segera menitipkan sepeda motornya ke tempat penitipin. Hanya dengan menitipkan sepeda motor seharga seribu rupiah, sudah dijaga sampai mereka main sepuasnya. Sedangkan untuk masuk di kawasan gunung, mereka hanya membutuhkan kocek dua ribu rupiah bisa mendaki sepuasnya.
“Waaah aku gak sabar untuk naik ke puncak,” ucap Sahnum setelah membayar tiketnya. Sahnum menatap puncak gunung yang tampak sudah ada cahaya matahari, padahal jam masih menunjukkan pukul enam pagi.
“Ayo naik. Oh iya naiknya hati-hati, kalau tidak kuat kalian bilang saja, biar kita bisa gelindingin dari sini,” ucap Erlan pada Fiya dan Sahnum. Sontak gara-gara ucapannya membuat Erlana mendapatkan serangan membabi buta dari dua perempuan di sana.
Cesar mengambil kamera dari tas kecilnya, pria itu menggantungkan kamera SLR di lehernya. Setiap momen mereka, Caesar abadikan dalam bentuk foto dan video.
Sahnum mendaki dengan hati-hati bersama Fiya yang memegang tangannya. Kedua perempuan itu terus berceloteh seraya menapakkan kakinya di bebatuan. Gunung budeg memiliki jalanan yang menanjak dan lumayan extreme. Untungnya ada bebatuan yang bisa dibuat berpijak dan tidak licin. Di setiap pemberhentian, ada spot foto yang bagus. Ada becak, sepeda gunung, ayunan yang bisa mereka gunakan untuk berfoto.
“Caesar, fotoin aku naik becak, dong. Biar seolah aku bawa becak ini ke atas gunung,” ucap Sahnum.
“Ya memang becaknya dibawa ke atas gunung,” jawab Caesar. Caesar mulai mengangkat kameranya. Namun pria itu menurunkannya kembali.
“Biar lebih bagus sama Kabiru juga. Kabiru sana duduk sama Sahnum!” ucap Caesar mendorong Kabiru agar duduk di becak bersama Sahnum. Sahnum membagi tempatnya. Sedangkan dengan canggung, Kabiru pun duduk di samping Sahnum. Tubuh mereka yang berdekatan pun membuat detakan di hati Kabiru semakin menjadi. Mata Kabiru melirik Sahnum yang tampak ceria, Sahnum tersenyum sembari memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Tangan perempuan itu juga ikut berpose.
“Kabiru, senyum dong!” pinta Erlan dan Caesar bersamaan. Kabiru pun tersenyum kecil.
Bidikan kamera Cesar tepat pada sasaran, Caesar tersenyum kecil melihat Kabiru dan Sahnum yang ada di kameranya.
“Kelak, remaja ini akan menjadi seorang pria dan wanita sukses di masa depan,” batin Caesar tersenyum. Caesar yakin, entah bagaimana teman-temannya saat ini, kelak teman-temannya akan menjadi orang sukses. Di setiap pengharapan Caesar, semoga persahabatan mereka tetap terjalin meski mereka sudah jarang bertemu lagi.
Pada kenyataannya, Caesar lah orang yang paling tulus di antara mereka. Bukan berarti Erlan, Fiya, Kabiru dan Sahnum tidak tulus, tapi Caesar yang lebih tulus. Orang lain boleh menilai Caesar ugal-ugalan, urakan, suka main wanita, tapi itu hanya cover semata. Melihat Kabiru, jujur Caesar sangat iri. Meski dengan keterbatasan ekonomi, Kabiru tumbuh menjadi murid yang pintar dan pekerja keras. Sedangkan dirinya yang anak orang kaya, minta apapun bakal diberi, tapi cap dirinya tetaplah Caesar yang nakall.
“Ayo kita mendaki lagi!” ajak Fiya.
“Awas kalau pulang dari sini kamu ngeluh punggung encok, aku injek sekalian,” ucap Erlan menjambak rambut Fiya yang dikucir kuda.
“Woy woy .... jambak-jambak rambut orang, Gak sopan!” teriak Fiya dengan garang.
“Welk!” Erlan memeletkan lidahnya pada Fiya. Fiya yang kesal pun mengejar Erlan dengan kencang. Erlan segera mendaki menghindari kejaran Fiya.
“Fiya hati-hati!” pekik Sahnum yang takut Fiya akan terjatuh. Namun Fiya yang sebagian dirinya cowok pun bisa mengejar Erlan dan kembali menghajar Erlan dengan membabi buta.
Bukannya merasa kesakitan, Erlan malah tertawa dengan kencang. Kedua orang itu kini tengah saling menyerang satu sama lain diiringi gelak tawa. Caesar ikut membantu Fiya untuk menggelitik pinggang Erlan. Teriakan Erlan yang bilang ampun pun membuat mereka tertawa. Sahnum ikut tertawa dengan nyaring. Tangan Kabiru terangkat mengelus puncak kepala Sahnum. Sahnum yang merasa kepalanya ada yang mengelus pun mendongakkan kepalanya, Sahnum menatap Kabiru dengan intens.
“Kenapa?” tanya Sahnum.
“Tidak apa-apa. Kamu capek?” tanya Kabiru. Sahnum menggelengkan kepalanya.
“Oh, ayo jalan!” ajak Kabiru. Tangan kanan Kabiru meraih tangan kiri Sahnum dan menggenggamnya erat. Kabiru berjalan terlebih dahulu yang membuat Sahnum mau tidak mau ikut berjalan.
Jalanan yang semakin tinggi semakin menanjak membuat mereka yang semula tampak ceria kini sibuk mengatur napas masing-masing. Sahnum menatap genggaman tangan Kabiru. Senyum manis terbit di bibir Sahnum. Tangan Kabiru yang menggenggamnya menyalurkan kehangatan untuk Sahnum.
Tangan itu terus bertaut, Kabiru tidak melepas genggaman tangannya pada Sahnum barang sejenak pun. Caesar yang tanpa sengaja menolehkan kepalanya ke belakang pun melihat Kabiru dan Sahnum yang tengah tersenyum masing-masing sembari bergenggaman tangan. Caesar tersenyum tipis, pria itu berlari lebih dahulu untuk menanjak.
Caesar sangat lincah dan sama sekali tidak takut meski jalanan sangat terjal. Caesar sampai di puncak terlebih dahulu.
“Waaah … melihat matahari terbit di sini sangat bagus!” ucap Caesar berteriak.
Erlan, Fiya, Kabiru dan Sahnum lebih semangat mendaki. Setelah susah payah akhirnya mereka sampai ke puncak. Di puncak ada tempat peristirahatan dan tulisan besar “Gunung Budeg”
Fiya langsung menghadap ke arah timur melihat semburat matahari yang lambat laun mulai muncul.
“Sahnum, sini!” pekik Fiya memanggil Sahnum. Sahnum ingin mendekati Fiya, tapi sadar kalau tangannya masih dipegang dengan erat oleh Kabiru. Kabiru yang sadar pun segera melepaskannya. Sanum tersenyum kecil, perempuan itu segera menghampiri Fiya untuk melihat matahari terbit.
“Waah bagus banget,” ucap Erlan yang datang merangkul pundak Fiya. Fiya merangkul pundak Sahnum. Kabiru datang di samping Sahnum. Sahnum menatap Kabiru sebentar, remaja perempuan itu memberanikan dirinya merangkul pundak Kabiru yang lebih tinggi darinya.
“Kabiru, rangkul pundakku lebih baik!” ucap Caesar yang mendekat dan memaksa tangan Kabiru untuk merangkul pundaknya.
Kelima remaja itu kini tengah menatap semburat jingga yang sangat indah dari matahari terbit.
“Waaah indahnya … aku ingin di sini saja gak usah sekolah, gak usah mikir tugas,” teriak Sahnum dengan kencang.
“Ahhhh …. aku ingin bahagia saja di sini …. tidak pusing mendengar pelajaran dari guru!” teriak Fiya yang ikut-ikutan mengeluarkan uneg-unegnya.
“Ahhhh … aku tidak ingin pulang mengantar emak ke pasar!” teriak Erlan yang mengundang gelak tawa.
“Aku tidak ingin tumbuh dewasa!” teriak Caesar tidak kalah kencang.
“Kabiru, giliran kamu!” ucap Sahnum menatap Kabiru. Kabiru menata Sahnum dan yang lainnya dengan canggung.
“Aku bersyukur mempunyai teman-teman seperti Erlan, Fiya, Sahnun dan Caesar!” teriak Kabiru. Mereka pun tertawa bersama. Hal yang sederhana tapi membuat mereka bahagia, melepas kepenatan dari pelajaran untuk sejenak.
“Ayo kita sarapan. Aku sudah membawa bekal di tasku,” ucap Fiya.
“Ayo, aku sudah lapar banget,” kata Erlan. Fiya melepas tas punggungnya, perempuan itu mengambil bekal yang sudah dia siapkan dari rumah.
Ada nasi, tempe goreng, tumis sayuran dan kerupuk. Nasi yang dibawa Fiya tidak seberapa banyak karena itu nasi sisa semalam yang dipanasi.
“Ayo kita makan sama-sama saja,” ucap Erlan menumpahkan menjadi satu nasi dan lauk pauk. Mereka mencuci tangan dengan air mineral yang dibawa Sahnum.
Erlan, Fiya, Sahnum, Kabiru dan Caesar makan di satu tempat yang sama.
“Em, kalian tidak jijik makan bersamaku?” tanya Kabiru dengan pelan.
“Kenapa kita harus jijik?” tanya Fiya yang ucapannya tidak terlalu jelas karena di mulutnya masih banyak nasi.
“Dari segi manapun kita berbeda. Kalian anak orang berada tapi ak-”
“Hissh … kita semua sama. Malahan kita yang merasa terhormat karena bisa meluluhkan hati batu seorang Kabiru. Murid terpintar dan menjadi kesayangan guru. Ibaratnya kamu sama kami itu kamu emas dan kami upil,” ucap Caesar menepuk-nepuk punggung Kabiru.
“Kabiru, jangan pernah minder dengan keadaan. Saat ini kita masih sama-sama remaja dan seorang murid. Tapi lima tahun ke depan, siapa yang bisa menjamin kalau kita akan tetap seperti ini. Pasti kita akan menjadi manusia yang sukses di masa depan dan berguna bagi orang lain.” ucap Erlan yang selalu optimis.
Kabiru mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kembali memakan makanannya dengan lahap. Tanpa sadar, makanan yang berada di wadah sudah tinggal sedikit. Ada secuil tempe, tangan Sahnum dan kabiru sama-sama ingin mengambilnya. Buru-buru Sahnum menjauhkan tangannya.
Kabiru mengambil secuil tempe tersebut, “Buka mulut kamu!” titah Kabiru pada Sahnum.
“Hah?” tanya Sahnum. Kabiru langsung memasukkan tempe ke mulut Sahnum.
“Untuk kamu!” kata Kabiru. Sahnum mengunyah tempenya dengan pelan. Perasaan Sahnum terasa hangat mendapatkan perlakuan khusus dari Kabiru. Kabiru menepuk-nepuk puncak kepala Sahnum bak Sahnum adalah seekor anak kucing.
“Ekhhemm ….” Caesar terbatuk-batuk dengan kencang, begitu pun dengan Erlan dan Fiya yang ikut terbatuk-batuk.
“Kalian kenapa?” tanya Sahnum dengan polos.
Kabiru tersenyum kecil sembari memalingkan wajahnya karena malu.