Rencananya Eliza akan pergi dari tempat acara itu karena ia merasa gugup ketika pemilik perusahaan ini menatapnya lekat. Ia cuma takut kalau dirinya berbuat salah dan berdampak pada pekerjaan yang baru ia dapat seminggu terakhir. Ketika ia akan pergi ia melihat seorang yang misterius membawa sebuah pisau.
Dan tiba-tiba laki-laki misterius itu berjalan ke arah bosnya dan menodongkan pisau itu ke arah sang bos. Dengan gerakan yang reflek ia pun menghadang laki-laki misterius itu yang akan mencelakakan bosnya. Eliza pun berusaha merebut pisau yang ada di tangan laki-laki misterius itu. Hingga tanpa ia sadari pisau itu mengenai lengannya. Tapi Eliza tak merasakannya. Dengan ilmu beladiri yang ia miliki, Eliza pun berhasil melumpuhkan laki-laki misterius itu.
"Tuan tidak pa-pa. Maaf atas keteledoran kami tidak bisa menjaga tuan," kata Xander yang sudah mengamankam William.
"Xander kamu periksa siapa laki-laki itu dan berikan hukuman yang setimpal." William pun memberikan perintah kepada Xander.
Xander pun hanya mengangguk tanda mengerti dengan perintah tuannya. Ia pun dengan segera membekuk laki-laki misterius itu dan membawanya keluar dari tempat acara.
Sementara itu William melihat bagaimana aksi gadis yang ia tahu bernama Eliza itu. Ia tak menyangka dibalik sikapnya yang terkesan feminim tapi ternyata ia seorang wanita yang tangguh. Dan itu membuat William semakin merasa penasaran.
"Ya ampun El. Tangan kamu berdarah. Kamu gak pa-pa?" tanya Erna panik.
"Aku gak pa-pa kok Na. Ini hanya luka kecil kok," kata Eliza mencoba mengalihkan perhatian Erna.
Sarah terus mengalir dari tangan Eliza. Dan lama-lama wajah Eliza berubah pucat. Dan ketika ia akan berjalan tiba-tiba badannya terasa oleng dan ia tak sadarkan diri.
"Eliza," teriak Erna panik.
"Biar saya yang membawanya ke rumah sakit," kata William yang sudah bersiap untuk menggendong tubuh pingsan Eliza.
"Eh pak William. Iya pak." Dengan gugup Erna kaget ketika bos yang ia kagumi sedang mencoba menggendong temannya.
Dengan sigap William pun segera menggendong Eliza dalam keadaan pingsan. William tak peduli ketika para karyawannya melihat kearahnya. Para karyawan terlihat iri dengan gadis office girl yang berada dalam gendongan bos mereka.
"Xander telepon dokter Robert untuk datang ke rumah. Kita bawa dia ke rumah untuk di lakukan pemeriksaan untuk gadis ini," perintah William dengan tegas.
"Baik tuan." Xander pun menjalankan perintah tuannya.
William pun segera membawa Eliza masuk ke mobilnya. Sebelumnya ia membalut tangan Eliza yang terluka agar darahnya tak terus mengalir.
Mobil yang membawa William dan Eliza sudah mulai berjalan meninggalkan kantor milik William. Dan selama perjalanan William menatap wajah pucat Eliza. Entah kenapa hatinya merasa gak tenang ketika melihat Eliza terluka seperti ini. Seakan-akan ia takut sesuatu hal buruk terjadi padanya.
Sesampainya di rumah William langsung membawa Eliza untuk ke kamarnya. William memang lebih merasa aman jika Eliza dirawat di rumah daripada di rumah sakit. Karena William tahu yakin dengan keamanan di rumah sakit.
"Dok segera periksa dia?" perintah William ketika membaringkan tubuh Eliza.
"Baik tuan William," jawab dokter Robert.
Dokter Robert pun segera mengobati luka di tangan Eliza. Karena darah yang mengalir di tubuh Eliza banyak sehingga dokter Robert harus mentransfusikan darah ke tubuh Eliza.
"Gimana keadaannya dok?" tanya William ketika melihat dokter Robert selesai merawat luka Eliza.
"Untuk saat ini lukanya sudah saya jahit. Dan saya harus memberikan dia darah karena darah yang keluar akibat luka itu sangat banyak. Jadi untuk saat ini harus di lakukan transfusi darah. Selain itu kita harus lihat perkembangannya lebih lanjut," kata dokter Robert menjelaskan.
"Saya mau dokter merawat dia sampai sembuh. Jika perlu apa-apa dokter langsung berkata dengan Xander. Biar Xander yang mengurus semuanya," jawab William yang terus menatap wajah Eliza yang tertidur.
"Baik tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." Dokter Robert pun segera pergi dari kamar William.
Sementara itu Luna yang melihat kakaknya datang sambil menggendong seorang wanita pun menjadi penasaran. Karena Luna tahu jika kakaknya tidak pernah membawa wanita manapun untuk datang ke rumahnya. Jika ia ingin bermesraan dengan seorang wanita maka ia akan lebih memilih membawa wanita itu ke apartemennya. Bukan ke rumah mereka. Luna pun segera melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak.
"Tokk....Tokkk."
Luna pun mengetuk kamar kakaknya. Dan setelah mendapat jawaban dari sang kakak, Luna pun segera masuk.
"Kakak gak kenapa-napa kan? Kenapa kemeja kakak penuh darah gitu," kata Luna sambil menunjukkan bekas darah milik Eliza.
"Kakak gak pa-pa. Ini bekas darah wanita itu," kata William sambil menunjuk ke arah Eliza.
"Emang dia siapa? Trus kenapa dia bisa terluka?" tanya Luna balik.
"Dia salah satu karyawan di perusahaan kakak. Dan dia terluka gara-gara menyelamatkan nyawa kakak." William pun memberi penjelasan kepada sang adik.
"Maksud kakak?" tanya Luna tidak mengerti.
"Tadi di kantor ternyata ada orang jahat yang ingin membunuh kakak. Dan karyawan kakak ini yang menahan orang jahat itu agar kakak tidak terluka. Tapi imbasnya tangannya jadi terluka karena menangkis pisau yang akan menusuk ke arah kakak," kata William menambahkan.
LUna terlihat kaget mendengar penjelasan dari sang kakak. Ia tak menyangka jika sang kakak baru saja melewati bahaya. Dan Luna pun melirik ke arah wanita yang menyelamatkan kakaknya. Ia melihat wajah wanita itu terlihat pucat serta tangannya ada perban yang membalutnya. Ketika wanita itu terbangun nanti ia akan mengucapkan terima kasih padanya.
"Tapi kak Liam gak kenapa-napa kan? Gak ada yang terluka kan?" tanya Luna panik.
"Kakak gak terluka sama sekali. Ini semua berkat wanita itu." William pun kembali melihat ke arah Eliza.
"Syukur kalau kak Liam gak terluka. Besok kalau dia sudah bangun aku mau mengucapkan terima kasih. Kalau perlu kita harus kasih dia hadiah karena sudah menyelamatkan kakak," kata Luna yang kembali melirik ke arah Eliza.
"Pasti sayang. Kita akan memberikan hadiah yang besar kepada dia. Kamu tenang aja. Ya udah sana kamu tidur. Ini sudah malam. Kakak juga mau mandi sambil mengganti baju kakak yang kotor seperti ini." William pun menunjukkan bajunya yang penuh noda darah dari Eliza.
"Ya udah kalau gitu. Luna balik ke kamar dulu. Good night kak Liam," kata Luna yang sudah memeluk sang kakak.
"Good night sayang," jawab William membalas pelukan dari sang adik.
Tak berapa lama Luna pun sudah kembali ke kamarnya. Dan William pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Xander siapa orang yang hampir mencelakakan saya tadi?" tanya William di ruang kerjanya.
"Dia salah satu pesaing bisnis tuan yang bangkrut gara-gara bisnis yang dia miliki di ambil alih oleh tuan. Dan dia tidak terima akan hal itu," kata Xander menjelaskan.
"Dasar bodoh. Kamu bereskan orang itu. Pastikan ia tak akan pernah saya lihat lagi. Dan mulai sekarang tingkatan kemananan di kantor juga. Gara-gara peristiwa hari ini kita bisa ambil kesimpulan jika keamanan di kantor belum cukup memadai. Pastikan keamanannya di tingkatkan. Jika perlu minta bantuan Sean untuk masalah ini," perintah William.
"Baik tuan." Xander pun mengangguk tanda mengerti.
Hampir 1 jam William berada di ruang kerjanya. Ia pun kembali ke kamarnya. Dan ketika di kamar ia melihat gadis itu masih terlelap tidur. Dan sepertinya kondisi tubuhnya sudah membaik karena sepertinya dokter sudah mencabut selang transfusi darahnya. Hanya tinggal selang infus yang masih menempel di tangan Eliza.
William kembali menatap wajah damai Eliza yang sudah terlelap tidur. Entah mengapa ia senang emluaht Eliza tertidur seperti ini. Wanitanya mengingatkannya pada gadis kecil yang selama ini ia cari. Dan itu membuat William nyaman.
"Who are you? Why you make me curious?" kata William sambil menatap wajah Eliza.
Happy reading