Hari sudah semakin malam dan keadaan malam ini cukup sendu karena air hujan turun membasahi bumi. Hujan rintik-rintik menemani Eliza bekerja malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan Eliza masih berada di toko roti. Hari ini Eliza memang bekerja full time dari pagi hingga toko tutup. Walaupun badannya terasa lelah tapi Eliza tak pernah mengeluh. Baginya ia selalu bersyukur dengan apa yang ia dapatkan saat ini. Walaupun terkadang berat harus ia lewati tapi tetap saja ia selalu mencoba untuk melakukannya. Karena dia selalu beranggapan jika Tuhan pasti akan memberikan rencana yang terbaik untuk dirinya.
Keadaan toko roti tempatnya bekerja sangat sepi karena suasana hujan mungkin pembeli malas untuk keluar rumah dan pergi membeli roti di tempatnya bekerja. Tapi untung saja hanya tinggal beberapa roti saja yang masih tersisa. Karena toko roti tempat Eliza bekerja selalu ramai dikunjungi oleh para pembeli. Roti yang tempatnya bekerja memang memiliki rasa yang enak jadi membuat pembeli sering datang kesini untuk membeli roti buatan toko roti tempatnya bekerja.
"Iya om 1 jam lagi El akan pulang. Om mau El belikan apa sekalian El pulang nanti?" tanya Eliza melalui sambungan telepon.
"Gak usah El. Om sudah makan malam kok El. Kamu langsung pulang aja diluar hujan kan? Kamu bawa payung gak?" tanya om Rudi balik.
" Iya om disini ujan. El bawa payung kok. Om tenang aja. Kalau gitu setelah El tutup tokonya, nanti El langsung pulang." Eliza pun membuat omnya tak perlu khawatir.
"Ya udah kamu hati-hati di jalan ya El. Nanti langsung pulang aja gak usah mampir kemana-mana lagi," persamaan om Rudi.
"Siap om. Kalau udah ngantuk om langsung tidur aja. Gak usah menunggu El pulang. Eliza pun berpesan kepada om Rudi.
Sambungan telepon pun selesai. Eliza bisa bernafas lega karena mendengar omnya baik-baik saja. Dan Eliza sangat bersyukur akan hal itu. Eliza pun mulai bersiap untuk beres-beres karena sebentar lagi toko rotinya akan tutup. Ia pun memasukkan beberapa roti yang masih sisa ke dalam tempat khusus penyimpan kue dan roti di toko sini.
"Ahhhh... Akhirnya selesai juga," kata Eliza sambil merenggangkan badannya yang terasa pegal.
Setelah membereskan semuanya, Eliza pun tak lupa bersih-bersih agar ketika besok paginya akan membuka toko roti masih dalam keadaan yang bersih.
Eliza sudah mengganti seragamnya dengan baju biasa dan bersiap untuk pulang. Eliza mengecek ulang semuanya sebelum ia pulang ke rumah. Setelah mengecek semuanya dan dirasa sudah beres, Eliza pun bergegas untuk pulang ke rumah.
Di bawah rintik hujan Eliza berjalan dengan perlahan karena jalanan yang licin. Sesekali tangan Eliza merasakan titik air hujan yang turun mulai agak deras. Dari kecil hingga ia dewasa ia memang suka sekali dengan rintik air hujan. Eliza selalu beranggapan ketika air hujan turun seakan-akan air hujan itu membawa semua kesedihan dan masalah yang sedang Eliza rasakan. Jadi ketika hujan seperti ini selalu membuatnya tersenyum bahagia.
Sementara itu dari jauh seorang laki-laki terus mengamati sosok gadis yang membuatnya penasaran sejak beberapa waktu terakhir. Entah sihir apa yang gadis itu gunakan sehingga membuat seorang William Ritz begitu penasaran pada seorang gadis. Padahal di luar sana banyak sekali wanita yang dengan sukarela menyerahkan diri kepadanya. Bahkan mereka sudah sangat senang waluapun hanya menjadi wanita satu malam seorang William Ritz. Karena bagi para wanita itu menjadi wanita seorang William Ritz adalah suatu kebanggan tersendiri.
William masih terus memandang gadis yang tampak tersenyum bahagia di bawah payung yang ia bawa. Ia begitu terlihat bahagia ketika tangannya menyentuh air hujan yang turun. Dan lagi-lagi senyum gadis itu mengingatkan William dengan senyum gadis kecil yang sudah membuatnya jatuh cinta sejak dulu hingga detik ini. Dan William masih berusaha untuk terus mencari dimana gadis itu berada.
"Xander bagaimana perkembangan pencarian tentang gadis kecil yang saya perintahkan?" tanya William pada Xander.
"Belum ada perkembangan yang berarti tuan. Karena informasi yang tuan berikan sangat sedikit jadi membuat saya harus mencarinya lagi dan mbutuhkan waktu yang cukup lama. Maaf tuan jika saya mengecewakan anda," kata Xander menyesal.
William tahu Xander adalah orang yang bisa ia andalkan selama ini. Dia juga orang yang selalu bisa melakukan apapun sesuai dengan perintah yang ia berikan. Tapi William tahu juga jika akan susah dan membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menemukan gadis yang William maksud.
"Kamu terus cari dimana gadis itu sekarang. Pakai semua cara yang kita punya agar gadis itu bisa di temukan." Dengan ekspresi yang datar William memerintahkan kepada Xander.
"Baik tuan akan saya lakukan cara apapun agar gadis yang tuan maksud bisa segera di temukan," jawab Xander patuh.
William pun kembali melihat gadis yang sedang berjalan dengan perlahan karena jalanan yang licin sehingga membuatnya harus jalan perlahan.
"Rossy kamu jaga Nona Luna. Jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk kepada Nona Luna," kata Xander melalui sambungan telepon.
William yang sedang memperhatikan gadis itu tiba-tiba mendengar Xander membicarakan tentang adiknya Luna. Ia yakin Luna pasti berulah lagi saat ini.
"Ada apa dengan Luna Xander?" tanya William dengan wajah datarnya.
"Maaf tuan nona Luna berhasil kabur dari pengawasan. Dan sekarang nona Luna sedang pergi ke club dengan beberapa temannya. Tapi tuan tenang saja Rossy sudah berhasil menemukan nona Luna sekarang," jawab Xander memberikan penjelasan.
Raut wajah William berubah menjadi marah karena lagi-lagi adik satu-satunya miliknya kembali berulah. Sifat Luna berubah ketika William disibukkan dengan begitu banyak pekerjaan yang harus segera di kerjakan. Luna merasa perhatian kepadanya berkurang dan cara Luna mendapatkan perhatian dari kakaknya dengan selalu membuat ulah seperti ini.
"Xander kita jemput Luna sekarang. Dan pastikan Rossy terus menjaga Luna sampai kita datang kesana," perintah William tegas.
"Baik tuan." Xander pun langsung menjalankan tugas dari tuannya.
Sebelum mobil yang membawa William pergi ia kembali melihat kearah gadis yang sudah membuatnya penasaran. Dan seulas senyum terlihat di wajah datar William.
Di sebuah club yang sangat ramai tampak seorang gadis dengan baju yang lumayan seksi sedang menggerakkan badannya di lantai dansa bersama beberapa temannya. Ia begitu menikmati malam yang semakin membuat Luna bersemangat.
"Lun, gak pa-pa nih kalau kita pergi ke tempat kayak gini. Apa kakak kamu gak bakalan marah?" tanya Yasmin salah satu temannya.
"Udah gak usah dipikirin soal itu. Kak Liam gak bakalan mikirin aku juga. Pokoknya malam ini kita bersenang-senang aja. Dan gak usah mikirin yang lain," kata Luna yang sudah terhanyut dengan alunan musik.
"Iya Yas, malam ini kita senang-senang aja. Ga usah mikirin yang lain," kata Chika menambahkan.
Sebenarnya Yasmin merasa gak nyaman berada di sini. Selain karena dia tidak terlalu suka datang ke tempat seperti ini tapi juga karena ia takut sama kakaknya Luna yang terlihat sangat menyeramkan.
Luna pun semakin bersemangat menikmati malam hingga tiba-tiba ada seorang laki-laki yang mendekatinya.
"You want dancenya with me?" tanya seorang laki-laki yang terlihat tampan.
"Ofcourse." Luna pun menerima ajakan laki-laki itu.
Setelah itu Luna pun semakin bersemangat berdansa dengan laki-laki baru yang ia temui. Bahkan ketika ia meraba-raba tubuh seksi Luna pun, Luna tak bereaksi apapun. Ia benar-benar sudah tak peduli.
Dari pintu masuk club tampak William Ritz masuk dengan aura yang membuat banyak orang tidak nyaman dengannya. William pun melangkahkan kakinya dan melihat dimana adik kecilnya berada. Dan ketika itu ia melihat adiknya sedang berdansa dengan seorang laki-laki yang tangannya sudah meraba tubuh adik kecil. Raut wajahnya berubah marah karena ada yang melecehkan adiknya. Dengan langkah yang tegas ia berjalan ke arah Luna.
"Ikut kakak!" William langsung menarik tangan Luna untuk ikut bersamanya.
"Kakak ngapain sih? Aku gak mau ikut kak Liam." Tolak Luna dengan perintah sang kakak.
Tanpa memperdulikan sang adik, William langsung menarik tangan Luna dan membawanya pulang.
"Kak Liam lepasin tangan Luna. Luna gak mau pulang sama kakak." Luna terus mencoba melepas cengkraman tangan sang kakak.
William tak peduli dengan suara teriakan yang Luna katakan padanya. Ia harus segera membawa adiknya pergi disini.
"Xander kamu bereskan laki-laki itu," perintah William.
"Baik tuan." Xander pun segera melajukan perintah sang tuan dengan memberi pelajaran pada laki-laki itu.
William dan Luna sudah berada di mobil dan mereka pun sekarang dalam perjalanan pulang ke rumah.
"Aluna Ritz, apa yang kamu lakukan tadi?" tanya William dengan ekspresi marah.
"Aku cuma bersenang-senang dan kakak gak usah mencampuri urusan aku," kata Luna marah.
"Oooo.... Kakak masih peduli sama aku. Bukannya kakak terlalu sibuk dengan pekerjaan kakak dan gak pernah peduli sama aku," teriak Luna marah.
"Kamu bilang kamu sudah dewasa tapi ternyata kamu masih anak-anak. Jadi mulai sekarang kakak hukum kamu buat tetap di rumah. Jika mau pergi kamu harus izin sama kakak. Dan kakak akan menambah pengawal buat kamu," kata William memutuskan keputusan pada Luna.
"I hate you kak Liam," teriak Luna marah.
Happy reading