Undangan Tak Terduga

668 Kata
Beberapa hari berlalu, banyak kejadian yang absurd mengalir begitu saja. Jangan tanya reaksi pada anggota club penggemar Adrian, beberapa hari Nayla menjadi tranding topik tentunya tapi berjalannya waktu mereka kembali fokus pada Adrian. Saat ini dosen yang digila-gilai para mahasiswi itu sedang di ruang kepala program studi. "Adrian, ada surat undangan seminar untukmu dari Universitas Hoshinomiya, Jepang." Kalimat itu diucapkan Tami, kepala program studi, dengan nada tenang namun penuh makna. Adrian baru saja duduk di ruang dosen ketika map berwarna biru itu disodorkan kepadanya. "Hoshinomiya?" Adrian menyipitkan mata, membuka map itu dan membaca cepat surat di dalamnya. “Seminar internasional tahunan tentang psikologi relasi dan komunikasi ....” Tami mengangguk. "Topikmu yang tentang dinamika komunikasi dosen-mahasiswa itu sedang ramai dibahas di beberapa jurnal Asia. Mereka minta kamu jadi salah satu pembicara panel." Adrian mengangguk pelan, membaca baris demi baris. Surat itu resmi, lengkap dengan kop universitas Jepang yang terkenal sebagai pusat studi psikologi humanistik di Asia Timur. “Biaya perjalanan, penginapan, akomodasi ... semua ditanggung mereka. Kita cuma perlu kirimkan data pendamping dalam dua hari,” lanjut Tami. “Dan ya, sesuai prosedur, kamu harus bawa satu asisten dosen. Biar ada yang bantu dokumentasi dan teknis selama presentasi.” Adrian mengangguk lagi, kali ini lebih pelan. Kepalanya berputar cepat. "Siapa asisten dosenmu sekarang?" Adrian tidak langsung menjawab. Namun, bayangan seseorang langsung muncul begitu saja. Seorang gadis dengan rambut acak-acakan saat pagi hari, ekspresi kikuk, dan tangan yang hampir selalu membawa sticky notes warna-warni: Nayla. “Sudah ada,” katanya akhirnya. “Nayla. Mahasiswa tingkat akhir. Dia yang bantu riset saya selama dua bulan terakhir.” Tami tersenyum tipis. “Bagus. Kirimkan datanya sore ini. Sekalian bawa dia ke ruang tata usaha, urus paspor dan visa secepatnya.” Adrian mengangguk lagi, diam-diam mulai menghitung dalam kepala—berapa banyak waktu yang ia miliki sebelum Nayla tahu bahwa dia akan diajak ke luar negeri ... berdua. *** Sore itu, di ruang kelas sepi ... "Nayla." Gadis itu langsung menoleh dari tumpukan buku catatan di mejanya. “Iya, Pak?” “Ada seminar internasional minggu depan. Di Jepang.” Nayla mengangguk pelan. “Oke … terus, Bapak mau saya bantu ngumpulin data dari jurnal Jepang?” Adrian menatapnya datar. “Bukan. Saya mau kamu ikut.” Nayla membeku. “Ma–maksudnya?” “Sebagai asisten. Semua biaya ditanggung kampus. Kita berangkat Jumat depan, lima hari di sana. Saya butuh kamu buat bantu teknis saat saya presentasi dan dokumentasi materi seminar.” Nayla masih tidak bereaksi. Hanya matanya yang membelalak dan tangannya yang mendadak kehilangan koordinasi hingga pulpen yang ia pegang jatuh ke lantai. “Jepang?” ulangnya pelan, seperti memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi. Adrian menatapnya lama. “Iya. Jepang. Kamu punya paspor?” “Punya, Pak ....” Nayla menelan ludah. “Tapi ... saya harus—saya maksud, apakah ini beneran?” Suaranya naik satu oktaf, antara gugup dan ingin berteriak gembira. Adrian meletakkan selembar print out jadwal seminar di mejanya. “Kamu bisa lihat detailnya. Bawa ini ke tata usaha sekarang. Nanti malam, saya kirim bahan presentasi, kamu pelajari dulu sebelum briefing besok.” Nayla mengangguk cepat. Wajahnya merah padam, tapi bukan karena malu—melainkan karena otaknya belum bisa mencerna fakta bahwa ia akan naik pesawat bersama Adrian, tidur di hotel yang sama, menghadiri seminar bareng, dan … berada di satu negara asing yang romantis dengan suhu dingin! Saat Adrian beranjak keluar, Nayla buru-buru mengejar sambil berkata, “Pak, saya harus bawa apa aja, ya?” “Pakaian formal. Laptop. Dan jangan lupa paspor.” Adrian berhenti sejenak, menatapnya. “Dan ... jangan terlalu gugup. Ini kerja profesional.” Nayla menunduk. Dalam hati dia teriak: Kerja profesional? Pak, ini JAPAN. Ini kayak mimpi! *** Malam harinya, di chat grup sahabat … Nayla: Guys, gue bakal ke Jepang. Sama Pak Adrian. SEMINAR. Rani: GILAAA GUE NANGIS. Tania: Lo pasti bakal jatuh cinta di udara. Nayla: Gue udah jatuh dari tadi siang pas dia bilang 'ikut saya’. Rani: JANGAN LUPA BAWA BEDAK DAN HATI YANG KUAT. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN