Sinar matahari pagi merayap masuk melalui celah tirai, menembus kain tipis yang belum sempurna menutup jendela kamar. Cahaya itu mengenai wajah Nayla yang masih terlelap, membuat bulu matanya bergetar halus. Adrian sudah terjaga lebih dulu. Ia berbaring menyamping, kepala bertopang tangan, menatap istrinya dalam diam. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa penuh—bukan karena sedih, tapi karena rasa syukur yang terlalu besar untuk disimpan. Sudah seminggu mereka resmi menikah, dan setiap kali ia membuka mata di pagi hari, wajah Nayla adalah hal pertama yang ia lihat. Baginya, itu lebih berharga dari apapun. Ia membungkuk, mengecup keningnya. “Bangun, sayang. Hari ini kita mulai beres-beres.” Nayla menggeliat malas, pelukan eratnya pada bantal membuat rambut panjangnya berantakan. “Hmm