Sembunyi-sembunyi.

1154 Kata

Pagi itu, dunia masih separuh sadar. Burung-burung baru mulai ribut di atap kosan, dan langit Jakarta belum memutuskan mau cerah atau mendung. Tapi suara ketukan pelan di jendela kamar membuat Nayla mengernyit dari balik selimut. “Ih, siapa sih pagi-pagi …,” gumamnya setengah sadar, mata masih setengah terpejam. Awalnya dia mengira itu cuma angin atau pohon tetangga yang terlalu iseng. Tapi saat ketukan itu terdengar lagi, dua kali—ritmenya terlalu manusiawi untuk jadi kebetulan—dia mengernyit dan bangkit. Nayla menggeliat pelan dalam selimutnya, lalu ... Ketukan itu terdengar lagi. Kali ini disusul suara yang sangat ia kenal. Tok. Tok. Tok. Suara ketukan. Bukan dari pintu. Dari jendela. “Nayla, buka. Aku bawa sarapan.” Refleks, Nayla bangkit. Rambutnya berantakan, baju tidur be

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN