“Kamu tertarik?” tanyanya pelan, nyaris seperti gumaman. Nayla tersenyum kecil. “Kenapa? Kamu cemburu?” Adrian tak langsung menjawab. Ia menatap Nayla lama, lalu bersandar ke meja, tangannya menyilang di d**a. Suaranya keluar lirih. “Kalau aku bilang iya ... kamu mau berhenti ngobrol sama dia?” Nayla mendekat, langkahnya pelan namun mantap. Ada kehangatan di matanya, ada senyum tenang di sudut bibirnya. “Aku cuma punya satu dosen yang aku suka,” bisiknya. “Sayangnya ... dia suka pura-pura cuek.” Adrian menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan satu tangan. Ada kelelahan di sana—tapi juga kejujuran. “Aku cuma ... nggak suka lihat cowok lain senyum-senyum ke kamu. Aku tahu ini egois. Tapi tetap aja ... rasanya nggak enak.” Nayla menyentuh tangannya perlahan, genggamannya