Rencana Rani.

1095 Kata

Malamnya, Nayla kembali ke kamar kost. Ia melepas cardigan, menggantungnya di kursi, lalu menyalakan lampu meja belajar. Cahayanya menyinari catatan skripsi yang tertumpuk rapi. Terlalu rapi. Seperti hidup yang pura-pura teratur padahal sudah hancur di dalam. Tangannya tidak menjamah satu pun buku. Ia hanya duduk, menatap kosong ke dinding. Menengadah, menahan air mata yang sudah seperti aplikasi chat—selalu aktif di background. "Kapan ya ... perasaan ini reda?" Pertanyaan itu keluar dari bibirnya, lebih sebagai bisikan ke semesta daripada permintaan jawaban. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Rani. Rani: "Kapan terakhir kamu ketawa karena hal remeh, Nay?" Nayla menatap pesan itu lama. Jari-jarinya mengetik pelan. Nayla: "Kayaknya sejak hal penting jadi patah." Balasan masuk cepat.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN