Sudah hampir dua minggu sejak Nayla membeli tiket pesawat itu. Tiket yang awalnya hanya disimpan diam-diam di email, seperti rahasia kecil antara dia dan semesta. Tapi sekarang, tiket itu bukan lagi sekadar dokumen digital. Ia telah menjelma menjadi janji—yang sebentar lagi akan ditepati. Rasanya? Jangan di tanya. Seperti rasa permen jaman dulu, Nano Nano, ramai rasanya. (Bukan endors ya.) Pagi itu, Nayla bangun lebih awal dari biasanya. Langit Jakarta mendung, menggantung seperti awan-awan di kepalanya, tapi entah kenapa, hatinya terasa lebih terang. Lebih ringan. Ia duduk di meja makan kosannya yang cuma muat dua orang—dan itu pun salah satu kakinya agak goyang—lalu membuka email konfirmasi penerbangan. Matanya memindai layar ponsel. Jumat pagi. Tanggal yang tertera di sana dua har