Ia membisik di balik helm, “Kalau ketahuan anak kampus kita bisa trending, lho.” Adrian tertawa pelan. “Makanya jangan salah kirim chat.” “Kamu yang mulai.” “Kamu yang balesin chat jam dua pagi.” “Lha ... kamu yang jawab pakai emoji senyum miring.” “Haha—fine, anggap aja kita berdua bersalah.” Mereka berhenti di sebuah tempat makan kecil di pojokan jalan—bukan café hits, bukan restoran mahal. Hanya warung tenda dengan kipas angin berdengung dan meja plastik yang agak goyah. Tapi bersih. Dan yang penting: sepi. Menu andalannya? Nasi goreng kambing dan es teh jumbo. Adrian memesankan dua porsi—tanpa banyak basa-basi. “Aku suka tempat ini,” kata Nayla sambil duduk, mengipas pelan dengan tisu. “Old school, tapi tenang. Kayak ... bukan dunia nyata.” Adrian tersenyum, menaruh helmnya di