Zul mengangkat tangan, menunjuk putrinya. “Apa kamu pikir Ayah mau melakukan ini? Ayah juga malu, tahu? Tapi ini satu-satunya cara agar rumah ini nggak dijarah tukang tagih utang! Kita ini sudah di ujung!” Nayla mengatupkan rahangnya, tubuhnya bergetar. “Kalau gitu biar aku bantu kerja, Yah! Aku bisa cari kerja part-time tambahan. Aku bisa bantu, asal jangan suruh aku kawin sama orang yang bahkan aku nggak kenal!” Ayahnya tertawa pendek—sinis. “Part-time? Part-time apaan yang bisa lunasin utang ratusan juta, Nayla? Mau jualan gorengan tiap sore? Mau kerja jadi SPG keliling kampus? Kita ini butuh solusi BESAR, bukan mimpi!” Nayla hampir menangis, tapi ia menahannya. Napasnya memburu. “Ya jangan aku yang dijual dong!!” teriaknya akhirnya, suaranya pecah. Ibu sambungnya memekik pelan dan