Tidak Pernah Tidak Sayang

1143 Kata

Nayla menatap wajah itu. Garis rahang yang lebih tegas. Sorot mata yang tetap lembut. Tapi kini ada lelah yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Lelah yang mungkin datang dari waktu... atau dari hati. “Aku juga... senang akhirnya ketemu kamu bukan di bandara,” jawabnya. Mereka makan perlahan. Tidak banyak bicara lagi. Tapi tidak ada kecanggungan. Diam mereka bukan kosong, tapi penuh. Seperti ramen yang tak butuh tambahan apapun untuk tetap terasa utuh. Setelah sendok terakhir diletakkan dan napas dihela lega, Nayla meraih dompet dan menggulung lengan jaketnya. “Aku bayar sendiri, ya,” ucapnya sambil berdiri. Adrian hanya menatap. Tak menahan. Tak menyanggah. Seolah memahami, Nayla butuh itu—kemandirian kecil di antara ingatan yang masih menggantung. Namun, ketika Nayla hampir menyentuh

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN