"BAB, Pak." Aku yang menjawab membuat Arman melebarkan mata. A-duuuh, ketahuan niiih. Aku menggaruk-garuk rambut, menahan napas menunggu jawaban dari luar. Hening. Satu detik. Dua detik. Tidak lagi terdengar suara bapak. Hingga sekitar 5 menit berselang tetap tak terdengar suara apa pun. Arman membuka pintu pelan-pelan, lalu melongok keluar, menguak pintu lebih lebar lalu berkata lirih padaku, "Aman, Dik." Aman, katanya, padahal baru saja ketahuan sedang berada di kamar mandi berdua. Ya percuma saja kalau begitu. Dengan langkah cepat kami menuju kamar, lalu Arman menguncinya. Terdengar pintu dibuka, mungkin pintu kamar bapak. Aku dan Arman sama-sama diam. Setelah cukup lama, jemari telunjuk Arman terangkat lalu menekan hidungku. Aku nyengir kecil. "Aku malu tau, Ar," kataku pelan.