Dia menggelengkan kepala, tersenyum kecil dan berkata, "Diiik, Dik." "Apa?!" Aku menatapnya semakin sebal saja. "Habiskan, lalu kita pulang. Sepertinya sudah reda." Arman menunduk dan makan, sesekali memandangku dan tersenyum. Manis sih senyumnya, tapi sikapnya nyebelin. Aku menusukkan garpu ke potongan bakso kecil-kecil, memasukkannya ke mulut dan menoleh memperhatikan Arman. Dia baik juga sih sebenarnya mau memotong-motong bakso yang ulet sekali ini, dimakan seperti ada uratnya gitu, harus dikunyah lama baru ditelan. Dua gelas teh hangat beruap tipis di atasnya di antarkan. Arman menggeser satu gelas lebih dekat ke hadapanku lalu mengangkat miliknya. Ia meminumnya pelan, aku ikut menyeruput teh hangat. Arman menatap mangkuk baksoku, lalu tatapannya beralih ke wajahku. "Gak habis,