Eps. 2 Menghalau Pengunjung Nakal

1323 Kata
Sementara pria tadi tersenyum tipis menatap intens Greta. Greta tidak tahu saja bila pria itu terus memerhatikan gerak-geriknya. Gadis itu larut dalam kondisinya sendiri saat ini, larut dalam kesedihannya. Kesedihan karena dikhianati kekasih dan juga teman baik yang selama ini dia percaya. Sepertinya gadis ini sedang ada masalah. Mungkin aku bisa membantunya terbebas dari masalahnya itu. "Nona kamu mau tambah minum? Biar aku yang bayar. Kamu tinggal sebut saja apa yang ingin kamu pesan," celetuknya serius. "Tidak. Terima kasih. Aku sudah merasa cukup dengan dua gelas minuman ini saja." Pria bermata genit tadi hanya bisa menikmati minumannya sendiri. Greta sekarang ini merasa pusing. Padahal belum ada setengah gelas yang dia minum. Malahan saat ini dia sedang menghabiskan bloody marry. Neil dan Siska ... aku harap kalian berdua suatu saat merasakan kepedihan karena telah melukaiku sekaligus menyakitiku. Greta yang masih kesal dengan dua orang itu kemudian beralih menyesap kembali mocktail yang masih setengah gelas. Ia tenggak sampai gelas itu kosong sekarang. Benar saja beberapa menit setelahnya, kepalanya semakin berdenyut hebat, ia sampai memegang kepalanya itu dengan sebelah tangan untuk menyangganya. Ia perhatikan jam tangannya. Sepertinya aku terlalu lama berada di sini. Sebaiknya aku pulang saja. Karena sudah hampir larut, Greta pun beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan dengan sempoyongan keluar dari Bar. Tanpa diketahui pria genit yang duduk di sampingnya tadi ikut berdiri juga mengikutinya. "Sepertinya kamu butuh bantuan, Nona. Apa kamu mau aku berikan tumpangan?" tawarnya dengan senyum penuh arti. Greta mengibaskan satu tangan ke atas sebagai isyarat penolakan dan terus berjalan. Namun pria tadi tetap berkeras mengikuti sampai ke luar bar. Kay masih mengamati apa yang dilakukan oleh pria b******k itu pada wanita yang merupakan salah satu pengunjungnya. Ia tak mau saja sampai salah tangkap orang, terlebih sampai salah pukul orang. Sepertinya pria di luar sana memang bukan pria baik. Aku tidak yakin, dia tidak merencanakan sesuatu yang buruk pada gadis itu. Hmh! "Permisi, aku mau pesan cocktail dengan campuran jus lemon." Seorang pengunjung lain datang lalu duduk untuk memesan. Membuat Kay menarik pandangannya dari luar, beralih pada pengunjung yang ada di hadapannya kini. "Baik, Pak, ditunggu sebetar." Kay kemudian meracik minuman yang dipesan oleh pengunjung. Entah kenapa, dia tampak marah kala meramu minuman tersebut, pikiran juga tatapannya masih terpaut pada sosok Greta di luar sana yang sedang berjalan dalam kondisi setengah sadar bersama seorang pria. Bahkan tampak pria itu kini mulai mengambil tas yang tersampir di bahu Greta. Kay mendengkus kesal sembari mengelap gelas martini, bahkan ia sampai menyentak keras gelas tersebut ke meja. Membuat bertender lain yang ada di sampingnya sampai tersentak. "Ada apa?" ucapnya lirih setengah berbisik. Kay bahkan tak begitu menghiraukan bartender di sampingnya, fokus pada sosok Greta di luar sana. Sepertinya kondisi semakin gawat bila dia tidak turun tangan. Kay sendiri bukan tipe yang gampang tutup mata setelah mengetahui kejadian yang ada di depan mata. Mana mungkin dia tega melihat seorang wanita yang jelas-jelas diperdaya oleh pria b******k? Tangannya sampai meremas gelas martini dalam genggaman tangan. Hampir saja gelas kaca itu pecah bila saja bartender di sampingnya tidak mengambil paksa gelas itu Kay lalu bergeser lebih mendekat pada bartender yang berdiri di sampingnya. Sembari berbalik dia bicara di dekat telinga. "Kamu urus sebentar pelanggan di sini aku mau keluar memeriksa sesuatu." Tanpa menunggu jawaban, Kay keluar dari bar. Tak lupa dia lepas apron yang dia pakai sekarang dan sampirkan begitu saja di kursi. Kay tiba di luar bar. Di sana, pria tadi sudah membawa Greta menuju ke mobil, masih di depan pintu dan akan masuk. Cepat, Kay bergeser. Lalu dengan cepat dia menarik kerah baju pria tadi, mencengkram erat. Jangan lupakan tatapan memburunya. Sorot matanya yang lembut berubah cepat menjadi tajam. "Mau apa kamu?!" Kay menarik pria itu mendekat ke mukanya, memperlihatkan rahang tegasnya yang mengeras, juga barisan gigi putih rapinya yang menggemeletuk. "Kamu jangan ikut campur urusan orang lain. Terserah aku. Lepas, atau kamu akan tahu rasa!" Kay sama sekali tidak takut dengan ancaman pria itu yang menurutnya hanya menggertak saja tapi tak punya daya. "Kembalikan dulu tas gadis ini. Atau aku akan membawamu ke kantor polisi." Kay semakin mempertajam sorot matanya. Tak ada respons. Karena tak ada respons, maka ia pun mengayun satu tangan terkepal sempurna menuju ke muka pria tadi. "Tahan! Ba-baik, aku akan kembalikan tasnya." Dengan gagap dan juga gemetar, pria itu mengeluarkan tas yang ia sembunyikan di balik punggung. Kay merebut kasar tas Greta dari tangan pria itu. Tapi, bukan Kay namanya bila gampang percaya. Ia lantas membuka tas dan memeriksa isinya apakah ada yang kurang atau tidak? Setelah mendapati semua isinya komplit, dia melepas pria itu dengan menghempas kasar. Dan sebagai penutup, dia mendaratkan kepalan tinju ke muka pria tadi. "Ini balasan untuk lelaki mata keranjang dan main tangan seperti kamu. Awas bila kamu berani menyentuh gadis ini lagi maka kamu akan berurusan denganku!" Pria tadi tak bisa berkata-kata dan langsung lari tunggang langgang menjauh dari Kay masuk ke mobil sebelum pria itu menghajarnya lagi. Kay membetulkan kerah bajunya yang sedikit tidak rapi. Setelah memastikan pria tadi tidak kembali, ia berbalik lalu menghampiri Greta yang saat ini tergolek di tanah, bersandar pada sebuah pohon. Mobil tadi terparkir di dekat sebuah pohon. Kala mobilnya pergi, Greta luruh hingga tersandar pada pohon. "Hei, Nona. Bangun." Kay berjongkok lalu menepuk lembut pipi mulus Greta untuk menyadarkannya. Tak ada respons sama sekali. Greta hanya tertunduk dengan mata yang masih memejam, tak bergerak sama sekali. Tentu Kay bingung sekarang. Langkah apa yang harus dia ambil? Wanita itu dalam kondisi mabuk begini entah kapan sadarnya dia tidak tahu. Bisa jadi besok pagi baru sadar. Tak mungkin untuk menunggunya sampai pagi besok. Membawanya pulang ke apartemen juga tidak mungkin. Membawanya di bar lebih tidak mungkin lagi. "Lantas ke mana aku harus membawa gadis ini?" Kay mencoba putar otak. Waktunya terbatas. Saat ini ia menatap lurus menembus kaca, tampak pengunjung dalam bar sana semakin ramai. Tentunya dua orang asisten di sana tak akan mampu mengatasinya. Ini sungguh merepotkan sekali! "Ck! Sepertinya aku harus membawanya ke tempat itu. Tak ada lagi tempat yang aman selain di sana." Kay kemudian menegakkan tubuh Greta. Ia memapah pelan menuju ke sebuah kursi. Lantas ia panggil taksi yang melintas. *** "Kurasa benar ini hotelnya." Beberapa menit setelahnya, Kay berhenti di depan sebuah hotel. Ia memutuskan untuk membawa Greta ke sana saja. Kay masuk ke hotel, menuju ke resepsionis. "Tolong, aku mau pesan standard room, single bed." Kay ingat bila tabungannya sudah menipis sekarang, maka dari itu dia memilihkan kamar itu untuk Greta. "Baik, Pak. Mohon ditunggu sebentar." Setelah mengikuti prosedur administrasi, Kay mendapatkan kunci kamar. Ia lalu kembali memapah Greta menuju kamar yang ditunjuk oleh petugas resepsionis. Kay kemudian berhenti di sebuah pintu kamar hotel yang tertutup dengan nomor sesuai dengan nomor pada gantungan kunci yang ada di tangan. Terdengar suara handle ditarik hingga pintu terbuka lebar. Kay lantas masuk, lalu merebahkan Greta ke kasur bersprai putih nan empuk. Sebelum pergi ia menatap intens gadis yang baru saja ditolongnya ini. Tampak Greta masih terlelap dalam tidur. "Dia akan aman dan baik-baik saja bila aku tinggal di sini sendiri, bukan?" Kay bukannya ragu dengan keamanan di hotel ini. Tapi, dia hanya waspada saja mengingat sebelumnya sudah ada pria b******k yang akan merampok dan mungkin saja meniduri Greta. Kay lantas melihat sebuah telepon yang ada di atas nakas dekat ranjang. Cepat ia angkat gagang telepon, menghubungi bagian front office. Telepon tersambung. "Halo ... ini pengunjung dari kamar seratus sembilan puluh tujuh. Tolong jaga pengunjung wanita di kamar ini karena aku akan pergi saat ini dan mungkin baru akan kembali besok." Kay selesai menyampaikan pesan. Tapi, entah kenapa, dia masih merasa ragu saja meninggalkan Greta. Tatapannya kemudian terkunci pada secarik kertas dan pen di meja. Cepat, ia ambil kertas dari sana kemudian menuliskan sebuah pesan yang dia tinggalkan kembali ke meja. Setelahnya ia tinggalkan secarik kertas berisikan tulisan tangannya kembali ke meja dekat tas Greta, yang ia taruh di sana. "Aku harus kembali sekarang." Kay berbalik bersiap untuk keluar dari kamar. Namun, Greta menahan kepergian Kay. "Tunggu!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN