Bab 5 - Menyerahkan Diri?

1006 Kata
Dengan kecantikan, bobot ideal dan tinggi yang proporsional, membuat Niken menjadi model tetap sebuah merek fashion yang cukup populer di negeri ini. Lalala Store. Bisa dikatakan Niken dan brand Lalala tumbuh bersama hingga seperti sekarang. Andai tidak memiliki ‘kakak beban’ seperti Galih, mungkin Niken tidak akan hidup pas-pasan seperti sekarang. Sambil meletakkan kembali kartu-kartu yang Aslan berikan kembali ke tempat semula, Niken bergumam, “Pria ini pasti sudah tahu akan ditolak, makanya mempersiapkan semua ini.” Setelah itu, Niken meletakkan kembali paperbag kecil itu ke dalam tasnya. Niken mungkin akan mengembalikannya pada Aslan melalui resepsionis karena ia tidak mau bertemu pria itu lagi. “Setidaknya aku masih berbaik hati mengembalikannya alih-alih membuangnya,” gumam Niken lagi sambil merebahkan dirinya di tempat tidur. Berbagai masalah yang dihadapinya hari ini sungguh menguras banyak energi dan pikirannya. Untuk itu, Niken ingin tidur siang sebentar dengan harapan saat terbangun nanti, ia bisa lebih fresh. Sekitar satu jam kemudian, alih-alih menjadi lebih segar, Niken malah merasa sedikit pusing saat terbangun dari tidur siang menjelang sorenya. Diliriknya waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Niken duduk lalu memeriksa ponselnya. Ada panggilan tak terjawab dan pesan masuk dari Kamila, owner Lalala Store. Niken diminta menelepon balik jika senggang. Tentu saja Niken langsung melakukannya. Tidak butuh waktu lama sampai panggilan mereka tersambung. “Halo, Nik. Kamu lagi di mana?” “Di rumah, Mbak. Maaf aku baru cek hape,” kata Niken. “Ada apa ya, Mbak?” tanyanya kemudian. “Enggak apa-apa, kok. Saya cuma mau kasih tahu kamu kalau Rabu ada produk baru yang harus kamu coba, mau sekaligus tes ombak juga. Kamu bisa datang, kan?” “Tentu. Aku catat supaya nggak lupa.” Setelah sambungan telepon terputus, Niken kemudian menuju dapur. Ia haus dan butuh segelas air dingin yang menyegarkan. Membuka kulkas yang sudah kusam, Niken tidak menemukan sebotol minuman pun. Ia lalu menoleh ke arah meja di mana botol-botol plastik menumpuk di sana. “Kenapa kamu sangat nggak berguna, Mas? Seharusnya kalau udah minum, botol wadah minumnya diisi ulang lagi,” gumam Niken. Andai freezer-nya berfungsi, mungkin Niken akan menaruh air di cetakan es batu. Pasti akan berguna pada saat-saat begini. Sayangnya kulkas ini sungguh sudah tak layak pakai. Melihat dispenser yang juga kosong, membuat Niken semakin ingin mengumpat. Berusaha menahan amarah dan memberikan pemakluman, wanita itu kemudian berjalan ke arah kamar Galih sambil membawa galon kosong. Ia berharap sang kakak bersedia membeli minuman isi ulang sekarang juga. Tiba di kamar Galih, sepertinya Niken harus meningkatkan kesabarannya karena kakaknya itu tidak ada. Niken tidak tahu di mana Galih berada, apakah pria itu memang belum kembali semenjak Niken berbicara empat mata dengan Henky atau Galih memang sempat pulang lalu pergi lagi? Niken tak tahu pasti. Sampai pada akhirnya Niken memutuskan memesan dengan layanan antar. Sambil menunggu minuman isi ulang pesanannya tiba, Niken kemudian kembali berbaring di kamarnya sembari memainkan ponsel pintar keluaran lama miliknya. Jangan ditanya seberapa lecet layarnya yang sudah pecah-pecah itu. Niken yang sedang sibuk membuka media sosial, tiba-tiba layar yang tadinya memperlihatkan profil sosmed-nya mendadak berubah menjadi panggilan masuk dari nomor telepon biasa, bukan nomor ponsel. Niken biasanya akan langsung mengabaikannya karena panggilan tersebut terindikasi dari pinjol yang akan meneror sekaligus menagih utang kakaknya, tapi anehnya kali ini wanita itu malah menggeser layar ke warna hijau. Begitu panggilan sudah tersambung, Niken langsung mendengarkan suara wanita di ujung telepon sana. Suara yang terdengar sangat ramah itu ternyata memberi tahu kabar yang membuat Niken campur aduk antara cemas, panik, sedih dan bingung harus bagaimana. Niken seakan linglung. Bagaimana mungkin Niken tidak lingung saat mendengar nama Galih Arjuna disebut-sebut sedang dirawat di rumah sakit dengan kondisi luka-luka yang cukup serius. Jujur, meskipun selama ini Galih lebih banyak menyusahkan hidup Niken dan menjadi beban wanita itu, tapi Galih tetaplah kakak kandung Niken. Seburuk-buruknya Galih, kenangan masa kecil mereka cukup indah untuk dikenang. Niken ingat betul dulunya Galih adalah kakak yang perhatian dan selalu memastikan Niken baik-baik saja. Semenjak dewasa dan kecanduan judi online, Galih seakan berubah drastis. Sampai-sampai kepikiran untuk menjual adiknya sendiri. Namun, mengetahui Galih terluka parah, bohong jika perasaan Niken baik-baik saja. Niken sampai berharap yang saat ini meneleponnya adalah penipu yang sedang mencoba memeras uangnya, bukanlah pihak rumah sakit tempat Galih dirawat. Sayangnya wanita yang meneleponnya tersebut tak sedikit pun meminta Niken membayar sejumlah uang via transfer, yang artinya ini bukan penipuan. Wanita itu malah memberi tahu alamat lengkap rumah sakit beserta nama ruangan tempat Galih terbaring saat ini. Ini bukan penipuan apalagi mimpi. Akhirnya, Niken mengambil tasnya lalu bergegas menuju ke rumah sakit sekarang juga. *** Melihat Galih terbaring lemah dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya, Niken tentu merasa semakin sedih. Niken tidak akan bertanya siapa yang membuat Galih seperti ini karena sudah pasti orang-orang yang punya sangkutan utang dengan kakaknya. Terlebih sebelumnya Henky pernah memperingatkan Niken soal ini. Andai Niken tak punya hati, ini adalah saatnya ia terbabas dari Galih. Niken tak perlu mengurusi kakaknya yang entah bisa bertahan hidup atau tidak. Sayangnya Niken bukan tipe yang seperti itu. Kabur meninggalkan Galih saat pria itu sehat saja, Niken masih maju-mundur. Tak peduli seburuk apa pria itu. Apalagi kabur dalam keadaan Galih tak berdaya begini, Niken tak sekejam itu. “Keluarganya Galih Arjuna?” tanya seorang suster yang entah sejak kapan berdiri di samping Niken. Niken memang belum diperbolehkan masuk dan hanya bisa menatap kakaknya di luar jendela kaca. “Ya,” jawab Niken. “Sudah mengurus administrasinya? Jika belum, mari ikut saya.” Niken lalu berjalan mengikuti sang suster menuju ruang administrasi. *** Niken keluar dari ruang administrasi dalam keadaan frustrasi. Bagaimana tidak, biaya perawatan dan pengobatan kakaknya tidak ditanggung oleh BPJS. Niken sebenarnya tidak terkejut mengingat BPJS memang tidak meng-cover atau menanggung biaya perawatan medis dalam sejumlah kondisi, termasuk bagi korban penganiayaan. Masalahnya adalah Niken tidak punya uang sebanyak itu. Apalagi dokter bilang kalau Galih harus dioperasi secepatnya. Di sela-sela kefrustrasiannya, Niken tiba-tiba teringat pada Aslan. Ia mengambil kartu-kartu pemberian Aslan yang berada dalam tasnya. Haruskah Niken mengesampingkan ego dan harga dirinya lalu menyerahkan dirinya ke ranjang pria itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN