Bab 3

1001 Kata
“Gendut!” panggil Alisa dengan suara kerasnya. “Wah, si gendut pesan makanan sesuai dengan bentuk badannya yaiitu bakso. Hahaha ....” Tawa keras langsung memenuhi ruangan kantin sekolah. Kaylee yang sudah kebal akan ejekan itu berniat pergi menuju meja kosong yang berada di depannya namun baru saja ia ingin melangkah, kakinya tersandung dan ... Brakk Tubuhnya tersungkur ke lantai dengan posisi tengkurap dan jangan lupa dengan tumpahan kuah bakso yang panas membasahi seragamnya. Bukannya nolongin, Alisa dan para sahabatnya pada tertawain melihat adegan itu sedangkan murid yang lain melihatnya hanya menatap iba atau kasihan, mereka tidak dapat menolong Kaylee karena tidak ingin senasib dengannya. “Girls! Apa kalian merasa lantai ini bergetar? Sepertinya beberapa saat lalu gempa deh, hahaha ....” Kaylee yang masih tersungkur di lantai, tak dapat membendung air matanya lagi. Dengan cepat ia bangkit. “Iuu ... Girls, lihatlah seragam si gendut. Penuh karya seni kita, hahaha ....” Tawa Alisa dan sahabatnya semakin keras. Kaylee segera pergi dari sana dengan air mata yang sudah mengalir dengan deras. Kenapa? Kenapa ia selalu di tindas? Tidak di rumah maupun di sekolah? Kapan hidupnya bisa tenang? Kaylee juga ingin seperti yang lain, berbaur, berteman dan menghabiskan waktu bersama. Ini sudah seragam ke dua puluh dan sampai kapan Kaylee harus terus membelinya. Apalagi uang seragam sekolah sini tidaklah murah, lama-kelamaan uang tabungannya habis karena membeli seragam baru terus. “Mom, jika begini terus Kaylee tidak sanggup bertahan ...” tangis Kaylee dengan kepala tertunduk. Sekolah telah berakhir, para siswa perlahan pergi meninggalkan kelas dan hanya tersisa Kaylee di kelas. Dengan langkah gontai, ia meninggalkan kelas. Sampai di halte bus terdekat. Dengan earphone terpasang di kedua telinganya, Kaylee mengabaikan tatapan orang iba dan jijik kepadanya. Tak lama kemudian, bus pun datang. Terjadi aksi desak-desakan saat hendak menaiki bus hingga membuat Kaylee terdorong ke belakang dan akhirnya jatuh dengan keadaan terduduk. “Auch!” rintihnya, siku tangannya kini mengeluarkan darah. Tiba-tiba sebuah tangan menjulur kepadanya. Kaylee mendongak kepalanya dan seketika ia terpana akan ketampanan dari laki-laki ada di depan matanya. Apalagi dengan senyum lebar yang ia berikan, semakin dalam Kaylee jatuh dalam pesonanya. “Berikan tanganmu padaku.” “Eh!” “Terimalah ulur tanganku,” Dengan wajah linglung, Kaylee memberikan tangannya namun laki-laki itu tiba-tiba berdecak, “Bukan yang itu, tapi yang satunya lagi.” “Eh!” Kaylee pun memberikan tangan satunya lagi yang tidak terluka. Laki-laki itu membantunya bangkit namun karena badannya besar membuat tubuh sedikit oleng. Laki-laki tersebut dengan cepat menahan tubuh Kaylee agar tidak terjatuh kedua kalinya. Wajah Kaylee seketika memerah, ia begitu malu bukan karena jarak antara wajah mereka yang dekat tapi ia malu karena laki-laki itu menyentuh tubuhnya yang penuh lemak ini. “Hati-hati,” ujar laki-laki tampan itu. “Te—terima kasih,” ucap Kaylee dengan kepala tertunduk untuk menyembunyikan rona merah pada wajahnya. “Sama-sama,” balas laki-laki itu dengan senyum lebarnya. “Sepertinya kamu harus menunggu bus berikutnya,” sambungnya. “Ah ... tidak apa-apa.” Mendapat tatapan laki-laki itu terus, wajah Kaylee semakin merona. Sampai kalimat yang diucapkan oleh laki-laki tersebut menampar kesadarannya kembali. “Ehm ... sampai kapan kita akan seperti ini terus?” Kaylee tersentak, dengan cepat ia memisahkan tubuhnya jauh-jauh dari laki-laki tersebut. “Ma—maafkan aku.” Laki-laki itu terkekeh geli. “Tidak apa-apa, sepertinya kita harus mengobati lukamu sebelum infeksi. Tunggulah di sini sebentar, aku akan pergi ke mini market itu untuk membelikanmu antiseptik.” Belum sempat Kaylee mencegahnya, laki-laki itu sudah berlari pergi meninggalkannya. “Seharunya tidak perlu, luka ini tidak seberapa dari luka yang biasa aku dapatkan.” “Eh! Apa yang kamu bilang?” Kaylee terlonjak kaget ketika mendapatkan laki-laki tersebut sudah berada dihadapannya. “Bisa kamu ulangi perkataanmu? Apa yang sudah biasa kamu dapatkan?” lanjut laki-laki tersebut. “Ah ... tidak ada.” Dengan cepat Kaylee menjawab sembari menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu mengernyitkan alisnya. “Kemarikan tanganmu! Ini akan perih, jika kamu tak sanggup menahannya, remaslah bajuku dengan erat sebagai pelampiasan rasa sakit itu. Mengerti?” Kaylee pun mengangguk kepalanya. Saat laki-laki itu membersihkannya dengan alkohol, Kaylee hanya diam tanpa menunjukkan rasa sakit pada lukanya. “Apa tidak sakit?” Kaylee menjawabnya dengan gelengan kepala. “Apa kamu yakin? Kamu tidak perlu menahannya dengan merasa kuat dihadapanku. Aku tidak akan mengejekmu jika kamu menangis karena tidak dapat menahan rasa sakit ini.” Kaylee kembali menggelengkan kepalanya. “Aku tidak berbohong, ini tidak sakit.” Laki-laki itu pun menghela nafasnya dengan berat. “Baiklah, aku akan melanjutkannya.” Yang mendapat anggukkan kepala Kaylee. Setelah selesai mengobati luka pada tangan Kaylee, keduanya duduk diam sambil menunggu kedatangan bus selanjutnya. Sebenarnya, dalam benak laki-laki itu ingin mempertanyakan tentang seragam milik gadis yang duduk disebelahnya. Tak bisa menahan rasa penasarannya, akhirnya ia bertanya, “Ada apa dengan seragammu?” “Oh ini?” Tunjuk Kaylee pada seragamnya dan laki-laki itu menganggukkan kepalanya. “Ini karena aku tidak hati-hati saat berjalan hingga membuatku tersandung dan jatuh.” “Lain kali berhati-hatilah,” ujar laki-laki itu sambil mengacak rambut Kaylee hingga berantakan. Wajah Kaylee kembali merona, dirinya menjadi salah tingkah mendapat perlakuan tersebut. Tepat saat itu, bus datang. Ia terselamatkan dari situasi seperti ini. Buru-buru ia beranjak dari sana, pergi meninggalkan laki-laki itu sendiri yang menatapnya dengan tatapan bingung. Bus mulai melaju, Kaylee menoleh ke luar jendela dan mendapati laki-laki tersebut melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Matanya memicing saat membaca pergerakan mulut dari laki-laki itu. “Sampai bertemu lagi.” Itu yang Kaylee tangkap. ”Emang mereka akan bertemu kembali? Ah sudah, lupakan.” Sesampai di rumah, Kaylee langsung mendapat teriakan dari Bella. “Hebat ya! Jam segini baru pulang.” Sambil berkacak pinggang. “Maafkan aku, Bu ...” “Maaf? Tidak ada kata maaf untukmu. Bersihkan kolam renang dan malam ini tidak ada jatah makan malam untukmu.” “Tapi Bu—“ “Jangan membantah! Segera kerjakan!” Dengan air mata mengalir, Kaylee pergi menuju kolam renang yang ada di belakang mansion untuk melaksanakan perintah dari Ibu tirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN