Suara detik jam terdengar jelas di ruangan sunyi itu. Lampu neon di langit-langit menyala redup, menciptakan bayangan tajam di dinding beton dingin. Di tengah ruangan, Bella duduk dengan tangan diborgol, jemarinya gemetar. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, meski suhu ruangan menusuk. Matanya bengkak, sisa air mata belum sepenuhnya kering. Pintu terbuka. Seorang pria berseragam masuk, diikuti oleh wanita dengan map di tangan. “Bella Ford,” ujar pria itu tegas. “Kami sudah menunggu cukup lama. Saatnya kau bicara.” Bella tidak menjawab. Ia hanya menunduk, mencoba menenangkan napasnya. Wanita yang menyusul masuk duduk di seberangnya, membuka map, memperlihatkan foto seorang pria muda wajah tampan dengan senyum yang menawan. “Ken Kenson. Kekasihmu. Kami tahu kamu bersama dia di pest