Bab 122

990 Kata

Hujan mengguyur atap mansion tua itu seperti irama timpani yang mengguncang malam. Petir sesekali menyambar, menyinari sudut-sudut rumah yang dingin dan kosong. Di ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang anak lelaki meringkuk dengan tubuh gemetar. Austin, usia 14 tahun, duduk memeluk lutut. Nafasnya tercekat oleh udara lembab dan debu. Kedua tangannya memeluk erat d**a yang bergemuruh oleh tangis yang tertahan. "Kau memalukan." Suara ayahnya masih terngiang di telinganya. Suara dingin dan penuh caci. “Anak laki-laki tidak menangis di pemakaman. Lihat Axton, dia berdiri tegak, seperti pria sejati.” Axton, kakaknya selalu menjadi pembanding. Selalu yang diinginkan ayah. Sementara Austin? Ia hanya bayangan yang hidup dalam ketakutan dan keheningan. Sejak kecil, Austin terbias

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN