bc

My Ex Husband My Arrogant Boss

book_age18+
630
IKUTI
8.6K
BACA
HE
escape while being pregnant
second chance
friends to lovers
pregnant
kickass heroine
heir/heiress
drama
city
office/work place
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

“Kamu pikir ... aku akan jatuh cinta hanya karena kamu menyerahkan tubuhmu padaku? Salah besar, Indira!"

*

Empat tahun lalu, Adnan Rahadian menceraikan Indira setelah mencapnya sebagai istri murahan—padahal wanita itu rela menyerahkan segalanya demi pernikahan yang tak pernah ia minta.

*

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali.Adnan adalah CEO barunya. Dan Indira? Karyawan yang siap ia singkirkan kapan saja.

*

Tapi dunia sudah berubah. Indira tak lagi lemah, dan Adnan… tak bisa menolak pesona wanita yang dulu ia buang.

*

"Kamu boleh buang aku, tapi kamu akan menyesal karena melepaskan yang paling berharga dalam hidupmu."

*

Apakah Adnan akan menyesal saat tahu apa yang selama ini Indira sembunyikan darinya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Bos Baru
“Mbak Indira, ayo, buruan ikut ngumpul di ruang auditorium. Bentar lagi acaranya mau dimulai nih,” ajak Kania semangat sembari melongokan kepalanya dibalik celah pintu ruangan. Indira yang masih sibuk dengan laporan keuangannya mendongak, ada ekspresi malas untuk ikutan acara perkenalan dengan investor baru. Tapi, ia bersyukur tempat ia bekerja akhirnya ada yang mengambil alih, ada suntikan dana segar, setidaknya tidak akan terjadi PHK massal yang sekarang sedang merebak di Surabaya. Banyak perusahaan yang jatuh bangkrut. “Nanggung nih, Mbak Kania. Nanti, takut pak Wisnu nanyain.” Kania akhirnya masuk ke ruang Indira. “Udah tenang aja, pak Wisnu juga bakal ngertiin kok. Toh, acara ini memang diharapkan semua karyawan bisa bergabung. Biar kita tahu CEO baru kita ini. Gosipnya CEO barunya dari Jakarta, dan gosipnya ganteng loh. Yuk, kita ke sana.” Kania masih tampak berusaha mengajak asisten finance yang terkenal rajin. “Oke ... oke. Pantas saja hari ini dandannya full cetar membahana. Rupanya ada yang dimaksud,” seloroh Indira seraya beranjak dari duduknya. Kania tersenyum lebar. “Ya, kali aja CEO-nya buka lowongan buat jadi istri. Bahkan jadi simpanan juga aku rela kok,” candanya. Indira menggeleng-geleng. “Eh, tahu-tahunya, tidak sesuai dengan ekspetasi. CEO-nya udah bangkotan, tua, perut buncit, kulit keriput. Ngimana, masih mau dijabani?” ledek Indira dengan kekehan kecilnya. “Ah, kamu ini emang nggak bisa diajak serius.” Kania menepuk lembut bahu teman kerjanya, dan bersama-sama ke ruang auditorium yang berada di lantai lima. *** Ruang auditorium, menjelang jam 11 siang sudah dipadati oleh beberapa karyawan, walau tidak semuanya, mungkin ada sekitar 100 karyawan yang hadir. Indira selaku asisten manajer keuangan sebenarnya wajib hadir, walau sempat ingin tak hadir. Wanita yang baru menginjak usia 24 tahun sengaja memilih duduk di barisan belakang bersama Kania, meskipun jajaran orang penting harusnya duduk di barisan pertama atau kedua. “Mbak Indi kenapa nggak duduk di sebelah pak Wisnu aja?” Kania penasaran sembari mendelikkan matanya. “Aku lagi malas Mbak Kania, pengen nyantai aja. Lagian, nanti siang kata Pak Wisnu bakal ada rapat sama CEO-nya. Jadi ... nanti juga bakal kenalan.” “Oh seperti itu.” Kania hanya manggut-manggut saja. Selang tak lama kemudian, ruang auditorium yang semula agak berisik, mulai hening saat Prayoga—salah satu pemilik PT. Angkasa Putra masuk ke ruangan bersama Sherly—sekretarisnya, lalu disusul oleh beberapa orang, yang mampu mencuri perhatian semua semua karyawan. Kania terbelalak, sementara Indira memijat pelipisnya saat melihat ponselnya. “Masya Allah, tampan sekali. Apakah pria itu CEO kita yang baru, Mbak Indi?” tanya Kania sembari menyikut Indira yang masih fokus membalas pesan. “Mmm, apa sih, Mbak,” balas Indira tanpa melihat. Kania lantas menoleh seraya mendesah pelan, kemudian menepuk lengan Indira. “Ealah ... aku pikir lihat ke depan, ternyata sibuk ama hpnya.” “Darurat Mbak, ini ada WA dari pak Dendi.” “Tapi, lihat dulu ke depan. Kayaknya CEO kita nggak bangkotan kok,” pinta Kania sedikit merengek dan menggoyangkan tangan Indira. Dengan terpaksa Indira mengangkat wajah, menatap lurus ke arah podium. Matanya agak menyipit saat menatap pria yang kini naik ke atas podium bersama Prayoga. Tubuhnya mendadak tegang, wajahnya pun pias. “Gimana, ganteng bangetkan? Duh, bakal betah kerja di sini. Aku rela deh kalau disuruh lembur tiap hari.” Tangan Indira meremat ujung rok sepannya, matanya terasa panas saat mendengar suara pria itu. “Assalamualaikum, selamat siang Ibu dan Bapak semuanya. Terima kasih untuk Bapak Prayoga beserta jajaran yang telah menyambut kedatangan saya. Perkenalan sekali lagi, saya Adnan Rahadian. Sesuai dengan perkenalan sebelumnya dari Pak Prayoga, bahwasanya sejak hari ini PT. Angkasa Putra dibawah naungan saya selaku investor dan direktur utama. Saya berharap dengan keberadaan saya, perusahaan ini semakin maju dan bisa menyejahterakan semua karyawan yang telah banyak berjasa di perusahaan ini.” Tepuk tangan riuh para karyawan menggema, sementara Indira masih terpaku melihat sosok Adnan, namun di menit kemudian ia langsung menundukkan wajahnya saat Adnan menatap ke arahnya. “Ya Allah, kenapa dia bisa ada di Surabaya? Bukannya dia selama ini tinggal di Jakarta! Bodohnya aku nggak tanya sama pak Wisnu siapa investor terbarunya,” batin Indira kesal sendiri. Matanya pun hampir saja tergenang air mata. Usai perkenalan singkat, acara selanjutnya ke acara ramah tamah. Para karyawan bisa langsung mengucapkan selamat datang pada Adnan sekaligus menikmati makan siang yang telah disediakan oleh pihak panitia atas perintah Adnan. “Loh, Mbak Indi mau ke mana? Nggak berminat salaman sama pak Adnan dulu?” tanya Kania melihat wanita muda itu bergegas bangun dan melangkah menuju pintu. “Nanti aja, aku kepikiran sama laporanku yang belum rampung,” alasan Indira, padahal ia ingin menghindari pria yang memang sangat memesona di mata wanita, walau usianya sudah 34 tahun. “Oh, oke.” Kania tidak bisa menahannya lagi. Namun, begitu Indira mau mendekati pintu utama Wisnu—manajer finance memanggil namanya. Lagi-lagi, tubuh Indira menegang, kakinya terasa kaku saat ingin berbalik badan. “Dira, ke sini sebentar,” pinta Wisnu dengan ramahnya. Adnan yang masih berbincang ringan dengan Prayoga menoleh ke arah Indira. Ia menatap punggung wanita muda itu yang belum bergerak, tapi perlahan-lahan wanita itu berbalik badan. Sontak saja Adnan diam terpaku saat melihat sosok wanita muda itu. Bahkan dalam diamnya, mata Adnan memindai penampilan Indira. “Ya, Pak Wisnu.” Suara Indira sangat lembut seirama dengan langkah kakinya yang pelan tapi anggun. “Pak Adnan, perkenalkan ini asisten manajer finance yang paling termuda tapi berbakat, dan bisa dihandalkan kinerjanya. Indira Febriana,” ucap Wisnu memperkenalkan. Indira memasang senyum paling sopan di depan pria itu sembari membungkukkan punggungnya sebagai tanda hormat. “Saya Indira Febriana, selamat datang Pak Adnan,” ucap Indira pelan namun tegas dengan mengulurkan tangannya. Pria itu berdecih pelan, dagunya terangkat dan menerima uluran tangan wanita itu. “Saya Adnan Rahadian. Anda terlihat cukup muda juga sebagai asisten manajer di sini. Mungkin ... kapan-kapan saya akan mengetes kemampuan Anda. Karena saya tidak mau memiliki karyawan yang tidak berkompeten dalam bidangnya.” Indira tersenyum tipis, matanya sedikit menajam saat menatap pria yang telah membuangnya. “Dengan senang hati Pak Adnan, saya siap untuk dites kemampuannya jika menurut Pak Adnan saya tidak berkompeten dalam pekerjaan saya. Bahkan saya pun bersedia diberhentikan jika memang tidak sesuai dengan standard Anda, Pak Adnan,” tantang Indira dengan wajahnya mulai meringis menahan genggaman tangan Adnan yang semakin kuat, seperti mencekik. Wisnu mengernyit, terlihat heran dengan percakapan yang ia dengar. “Mmm, Pak Adnan, saya sangat menjamin dan merekomendasikan Indira untuk tetap memegang jabatannya. Hasil kerjanya bagus, sangat teliti, dan cekatan.” “Oh, ya.” Tampaknya Adnan tidak terlalu percaya, karena tahu masa lalu wanita itu. Indira menarik paksa tangannya dari genggaman pria itu dalam keadaan tetap tersenyum. “Pak Wisnu, nanti saya akan lihat rekomendasinya pada saat kita rapat kerja semua manajer dan direktur. Karena, tetap nanti saya harus mengevaluasi untuk beberapa jabatan. Karena amat disayangkan menggaji orang hanya karena rasa belas kasihan.” Suara Adnan memang sangat pelan, tapi ujung-ujungnya bermaksud menyindir Indira secara tidak langsung. “Tidak perlu khawatir Pak Adnan, saya selaku karyawan amat tahu diri. Yang jelas selama ini saya tidak makan gaji buta. Kalau begitu saya permisi untuk kembali ke ruangan, sekalian bersiap-siap jika hasilnya nanti saya akan dikeluarkan dari sini,” balas Indira tegas, lalu melangkah mundur, berbalik menuju pintu. Ujung mata Adnan melirik ke arah Indira sampai wanita itu menghilang dari balik pintu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
5.1K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
178.8K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
299.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
228.9K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
154.0K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
126.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook