Suara klakson bersahutan membelah malam. Deretan mobil di Jalan Panglima Sudirman merayap pelan, lampu rem merah menyala di mana-mana seperti ekor-ekor cacing bercahaya. Di dalam salah satu mobil hitam metalik dengan kaca film gelap itu, atmosfer terasa jauh lebih panas daripada suhu luar yang mencapai 30 derajat. Darah mengalir tipis di sudut bibir Adnan. Ia menyeka pelan dengan punggung tangan kirinya, namun tak berkata apa-apa. Tatapannya tetap lurus ke depan, fokus pada arus kendaraan. Tangannya menggenggam setir dengan erat, sementara suara napasnya tertahan, panjang dan berat. Dari sebelah kursi penumpang, terdengar suara gaduh. Indira mengedor kaca jendela keras-keras. “Lepasin saya, Pak Adnan! Saya bukan tahanan perang!” Ia menoleh cepat, memelototi Adnan. “Gila Anda ya! Ini kri