ZZ|24

1290 Kata
Kegirangan, itulah sekiranya yang dapat mendeskripsikan bagaimana Zevania saat ini. Setelah aksi melompat-lompat di taman rumah Zidan tadi, keduanya langsung menuju rumah Zevania. Dan sepanjang perjalanan Zevania terus saja tertawa sambil meracau ‘Zidan suka gue!!’ Bahkan kini setelah mereka sampai di rumah Zevania, ia kembali melompat-lompat sambil masuk kedalam rumah. Zidan mati-matian harus menahan senyumnya melihat aksi konyol Zevania. Sebegitu senangnya kah Zevania? Seperti hari sebelumnya, Zidan akan menemani Zevania hingga Zevano pulang kerja yakni jam dua belas malam nanti. Dan sekarang baru jam empat sore. Zidan tidak takut akan kebosanan, entahlah tapi berada di dekat Zevania dengan segala aksinya membuat Zidan tak merasa bosan. Seperti sekarang, Zidan lagi-lagi menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zevania yang mendadak seperti anak usia tiga tahun. Cewek populer di SMA Bintang Bangsa itu kini melompat-lompat di atas sofa. Ia juga melempar tasnya asal hingga hampir mengenai wajah Zidan, beruntung refleknya bagus sehingga Zidan dapat menangkap ransel berukuran kecil itu dengan tepat. Zidan sengaja duduk di sofa yang mana dijadikan tempat oleh Zevania sebagai trampolin. Badan Zidan terguncang akibat gerakan yang diciptakan Zevania. “Zidan suka gue!!!!! Aaaaakk Wilona harus tahu itu!!” teriak Zevania masih dengan lompatannya. Zidan mendengus mendengarnya, dengan sekali hentakan Zidan menarik tangan Zevania sehingga cewek yang masih setia dengan surai blue black itu terduduk tepat di sampingnya. “Jadi lo Cuma mau pamer aja?” Zevania menggeleng tegas, “Enggak, aku cinta sama kamu itu melebihi kata tulus itu sendiri. Tapi sedikit pamer kamu suka aku balik gak apa kan?” Zidan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, kini ia mendongak menatap langit-langit ruang tamu di rumah mewah itu. “Dan, kita pacaran yuk?” Perkataan Zevania nampak seperti ajakan seorang anak untuk bermain kelereng pada anak lainnya. Benar-benar Zevania itu. Zidan memejamkan matanya. “Boleh.” Zevania langsung melotot menatap Zidan yang masih memejamkan matanya. Boleh katanya? Zevania langsung merapatkan duduknya dengan Zidan. Tangannya bergerak untuk menepuk pipi Zidan membuat Zidan kembali membuka matanya, namun tetap menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. “B-beneran boleh?” tanya Zevania lagi. “Iya.” “Seriusan Zidan!” “Iya serius.” Zevania terdiam menatap Zidan yang kembali memejamkan matanya. “Berarti sekarang kita pacar?” “Iya.” Zidan mengatakan ‘iya’ dengan nada malas, namun hal itu tak menghalangi kebahagiaan Zevania. Lantas saja Zevania langsung memeluk Zidan dengan erat. Ia menekan wajahnya untuk merapat pada d**a Zidan, ia bahkan menggigit kaos Zidan untuk meluapkan kebahagiaannya yang tak terhingga. Biarkan saja tak ada hal romantis di hari ini, biarkan saja dalam hal ini seolah Zevania yang menembak Zidan. Yang terpenting adalah kini ia resmi menjadi kekasih dari cowok yang selama ini diimpikan. “Arrrgght!! Sakit Van!!” Zidan mendorong kepala Zevania untuk menjauh dari dadanya. Bagaimana tidak? Zevania baru saja menggigit dadanya dengan kuat membuat ia merasa sakit, Zidan yakin di dadanya sekarang pasti ada jejak gigi Zevania. Zevania nyengir menatap Zidan dengan tampang tak berdosa, “Perasaan aku gigit kaosnya aja, eh tahunya kulit kamu ngikut.” Zidan mendengus kesal, ia mengusap dadanya. Terlihat kaosnya sedikit basah di bagian gigitan Zevania, pasti itu air liur. “Sakit banget ya?” Zidan tak berniat untuk merespon Zevania, malas rasanya. Zevania menatap Zidan dengan tatapan bersalah. Kedua tangannya menggenggam sebelah tangan Zidan. “Maaf ya, jangan marah dong. Masa baru jadian udah marahan aja.” Zidan tetap tak merespon. Zevania kini kembali memeluk Zidan, ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Zidan. Zevania dapat merasakan tubuh Zidan menegang dan napasnya sedikit memberat. Zevania pikir, Zidan bertambah marah padanya. “Jangan gini, Van. Gue cowok normal.” Zidan menjauhkan wajah Zevania dari lehernya membuat pelukan Zevania terlepas. “Iya, aku tahu kamu cowok normal. Makanya aku jadiin pacar,” jawab Zevania polos, ia bingung kenapa Zidan tiba-tiba saja mengatakan itu padahal tadi Zidan sedang marah dan diam saja. “Udah gak marah?” “...” “Zidan isshh!!” “...” “Masih marah?” Zevania hendak kembali memeluk Zidan dan hendak kembali menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Zidan, namun tangan Zidan bergerak dan membawa kepala Zevania ke dadanya. “Gini aja, lebih aman,” ucap Zidan, Zevania tak mengerti sama sekali maksud Zidan. Namun ia tak mempertanyakannya karena ada hal lain yang lebih darurat untuk dipertanyakan. “Dan kamu sakit? Kok badan kamu panas?” 0o0 Seperti istri idaman, itulah yang dipikirkan Zevania saat ini. Ia baru saja menyajikan telur dadar, tumis kangkung, nasi serta kerupuk di meja makan. Sedangkan Zidan sudah lama menunggu di sana. Kini saatnya makan malam. Zevania mengambilkan makanan untuk Zidan, setelah itu untuk dirinya sendiri. Ia kemudian duduk di samping Zidan. “Berdoa dulu,” titah Zidan. Zevania tersenyum dan mengangguk, keduanya lantas berdoa sebelum memulai makan. “Enak?” tanya Zevania langsung saat Zidan baru saja memasukkan satu sendok makanannya, bahkan Zidan belum sempat mengunyah. Zidan mengangguk, ia tak berbohong. Masakan Zevania selalu enak, sepertinya niat Zevania dulu untuk membuat lidah Zidan terbiasa dengan masakannya berhasil. Bahkan ketika di rumahnya Zidan merasa masakan Yulis tidak lagi sesuai dengan seleranya. Zevania tersenyum bahagia, ia pun memulai makan. “Kita udah kayak suami istri ya. Yakin gak mau halalin aku?” goda Zevania. “Diem! Makan jangan sambil bicara!” tegas Zidan. Seketika Zevania terdiam sambil cemberut. Zidan meliriknya sekilas lantas tersenyum tipis. Akhirnya, mereka makan dengan tenang hingga habis. Zevania membereskan piring dan gelas yang sudah kotor, namun ia tak mencucinya. Biasanya Zevania akan mencuci piring di pagi hari. “Nonton tv yuk!” ajak Zevania, ia langsung menarik tangan Zidan untuk mengikutinya. Keduanya duduk berdampingan di depan televisi. Zevania tak henti menekan tombol remot televisi untuk mencari siaran yang menarik. Akhirnya pilihannya jatuh pada salah satu film laga. “Wah keren banget ya cowoknya, berotot gitu!!” puji Zevania. Zidan tak merespon, ia hanya menatap datar ke arah televisi yang sedang menampilkan tokoh utama film tersebut yang sedang berlatih. “Coba kamu punya otot kayak gitu, pasti bisa gendong aku terus!!” Zidan mendengus, coba saja jika Zevania melihat Zidan membuka kaosnya. Zevania tidak tahu saja apa yang tersembunyi dibaliknya. Ya meskipun otot Zidan tak sebesar tokoh tersebut, namun Zidan yakin akan membuat Zevania menyukainya. “Lihat perutnya!! Ohh!! Gue pengen pegang deh!!” pekik Zevania lagi. Baiklah, Zidan mulai tidak menyukai pemain film tersebut saat ini. Tiba-tiba saja Zidan menekan tombol remotivi dan mengganti siaran televisi. Zevania yang sedang fokus mengagumi langsung menatap Zidan hendak mengeluarkan protes. “Kenapa diganti?! Aku lagi nonton juga!!” “Bosen.” Zevania mengernyit bingung, biasanya cowok akan menyukai film laga. Tapi kenapa Zidan tidak? “Seru juga! Kan aku mau liat itu ganteng keren banget!! Otot-otot perutnya duh bikin gemes. Mau pegang aja perasaan!!!” Zevania berkata dengan penuh kekaguman. Ia hendak merebut kembali remotivi di tangan Zidan. Namun Zidan menangkap tangannya. “Gak boleh!!” Zevania memberengut kesal, sebenarnya Zidan ini kenapa. Tapi baiklah, Zevania akan mengalah kali ini. Ia tidak mau bertengkar dengan Zidan. “Oh iya, sekarang kan aku pacar kamu. Berarti aku gak perlu digaji lagi dong sama kamu?” “Tetep gue gaji, lo pacar sekaligus asisten gue!” seru Zidan. Zevania senang tentu saja, karena bagaimanapun ia membutuhkan penghasilan. “Dua kali lipat kali yah??” goda Zevania sambil terkekeh. Namun kekehannya lenyap seketika ketika tiba-tiba Zidan meringis kesakitan. “Ke-kenapa?” Zidan nampak menahan sakit. “Perut gue keram.” “Sakit banget?” Zidan mengangguk, ia meraih tangan Zevania dan meletakkan di perutnya sendiri. Zidan kemudian menggerakkan tangan Zevania di perutnya. “Biar sakitnya hilang,” tutur Zidan Zevania diam tak bergeming karena telapak tangannya merasakan sesuatu yang keras berbentuk kotak seperti yang ia lihat pada aktor di televisi tadi. Zevania menatap ke arah tangannya yang masih berada di perut Zidan dengan takjub. Sedangkan Zidan menyunggingkan senyum tipisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN