ZZ|23

1024 Kata
Sepulang sekolah Zidan membawa Zevania ke rumahnya. Biar saja Zevania bermain dengan Alda dan Aldi agar mengurangi beban pikir Zevania. Kedatangan Zevania selalu disambut hangat oleh Yulis, Ibunda Zidan itu memang sudah jatuh hati pada Zevania. “Gitu dong setiap hari ke sini, kan biar Alda sama Aldi ada temen main. Abang juga kayaknya seneng tuh diapelin setiap hari.” Yulis melirik sekilas pada Zidan yang nampak acuh dan fokus pada ponselnya. Sedangkan Zevania dan Yulis duduk di seberang sofa yang Zidan tempati. Mereka tengah menunggu Alda dan Aldi yang sedang mengambil mainan. “Yaudah, tante tinggal dulu ya. Ayahnya Zidan lagi sakit soalnya,” pamit Yulis sebelum beranjak pergi ke kamar. Zevania mengangguk sebagai bentuk jawaban. Setelah kepergian Yulis, Zevania berpindah tempat duduk di samping Zidan, ia ingin melihat apa yang sedang Zidan mainkan dengan ponselnya. Namun seketika Zevania memberengut kesal, yang ia lihat adalah Zidan sedang membalas pesan Wilona. “Kamu jangan chating sama nenek lampir dong! Kan gue cemburu!!” tekan Zevania, namun ia sama sekali tak berani merebut ponsel Zidan. Memangnya siapa dia selain asisten? Zidan melirik Zevania sekilas, ia mengunci layar ponsel androidnya kemudian kembali menatap Zevania. “Cuma pesan biasa,” jawab Zidan. Lagi pula Zidan tak merasa perlu memberikan penjelasan apapun pada Zevania. “Gue cemburu!” tekan Zevania lagi. “Iya tahu.” “Cemburu Zidan, C-E-M-B-U-R-U!!” “Iya udah denger.” Zevania tiba-tiba saja memegang kedua pipi Zidan, memaksa Zidan untuk menatapnya. “Dan, mungkin kamu gak ngerti gimana rasanya cemburu karena kamu memang gak punya perasaan sama aku. Atau mungkin kamu pernah cemburu untuk cewek lain. Yang pasti sekarang hati aku tuh sakit mikir kamu deket sama Wilona, apalagi Wilona itu lebih pantas buat kamu. Kalian sama sama orang berada. Sedangkan aku?” Zevania melepaskan tangan dari pipi Zidan. Ia mengatur napasnya dan lebih memilih menatap teh manis yang terhidang di meja. Sebuah usapan halus Zevania rasakan membuat ia menoleh dan kembali menatap Zidan. “Siapa bilang gue gak ada rasa? Siapa bilang gue gak pernah cemburu? Siapa bilang Wilona lebih pantas?” Zevania tergugu, ia menatap Zidan dengan kaget. Otaknya tiba-tiba saja buntu untuk berpikir. Sedangkan Zidan menatapnya santai namun serius. “Lo pikir kenapa gue mau buang-buang uang buat jadiin lo asisten? Lo kira gue beneran butuh babu?” tanya Zidan, ia tersenyum tipis lalu membuka kunci layar ponselnya. Jarinya menari di atas layar lalu ia memperlihatkan percakapannya dengan Wilona. Percakapan itu berisi protesan Wilona mengenai kedekatan Zidan dan Zevania. Namun hal yang mengejutkan adalah balasan Zidan yang bernada ancaman pada Wilona jika saja cewek itu mengganggu atau mengatai Zevania lagi. Zevania mengalihkan pandangannya dari layar ponsel dan kembali pada wajah Zidan yang kini nampak datar. “Jadi?” Zevania menggigit bibirnya sendiri karena merasa was-was dengan jawaban yang akan dilontarkan oleh Zidan. Cowok itu mendengus kemudian bangkit dari duduk membuat Zevania harus mendongak. “Lo pikir aja sendiri!” Setelah mengatakan itu, Zidan beranjak pergi menghampiri Alda dan Aldi yang kini nampak berlari ke arahnya dengan mainan di tangan mereka. 0o0 Alda asik bermain boneka berbi bersama Zidan. Keduanya melakukan adegan peran dengan menggerakkan boneka berbi di tangan mereka dengan suara yang mereka buat. Tak jauh dari mereka, ada Aldi dan Zevania yang kini asik menggali tanah di taman rumah Zidan itu. Mereka menggali dan kemudian menyimpan tanahnya di mobil truk mainan. Tangan keduanya sudah kotor, namun tak menghentikan aksi mereka. Terbalik memang, akan lebih pantas jika Zevania yang menemani Alda bermain dan Zidan yang membersamai Aldi. Namun, Aldi merengek untuk ditemani Zevania. Aldi bilang bahwa hari ini Zevania harus menjadi asistennya. “Sini, udah dulu mainnya. Makan dulu cemilannya.” Suara Yulis yang baru saja datang menginterupsi mereka. “Asikk!!” seru Alda dan Aldi yang langsung berlari mendekati Yulis. Zevania terkekeh melihatnya, dulu semasa kecil dirinya juga pernah melewati hal seperti ini bersama Zevano dan juga Ibunya. Seketika Zevania menjadi sedih mengingat Ibunya. “Ayok!” ajak Zidan menghampiri Zevania. Zevania sangat berharap Zidan akan mengulurkan tangannya untuk membantu Zevania berdiri. Namun Zevania harus ingat, ia sedang berhadapan dengan seorang Zidan Revano Husen yang bahkan sebelum Zevania mengiyakan Zidan sudah melenggang pergi. Zevania pun berdiri dan berjalan ke arah Yulis sembari menepukkan tangannya agar tak terlihat kotor oleh tanah. Alda dan Aldi disuapi biskuit kacang oleh Yulis, sedangkan Zidan sedang minum. Dan Zevania tergoda oleh sepiring keripik singkong berbumbu balado. “Nyemil dulu!” seru Yulis lagi yang dibalas senyuman oleh Zevania. Zevania hendak mengambil keripik singkong sebelum ada tangan lain yang memukul tangannya. “Tangan lo kotor!” Zidan kemudian mengambil keripik singkong dan menyuapi Zevania dengan sedikit kasar dan bukan dengan cara yang romantis. Yulis tersenyum menggoda. “Bilang aja Abang mau romantisan. Yuk dek, kita ke dalam lihat Ayah.” Yulis beranjak pergi bersama Alda dan Aldi sebelum Zidan membalas perkataannya. Zevania tersenyum senang dan mendekati Zidan. “Suapin lagi, tangan aku kotor.” Zevania mengangkat kedua tangannya yang nampak bersih dari tanah, namun tetap saja pasti ada bakteri di sana. Zidan mendengus dan kembali menyuapi Zevania dengan terpaksa. “Aku seneng banget hari ini. Akhirnya kamu suka sama aku!” tutur Zevania tanpa menyembunyikan binaran bahagia dari matanya. “Kata siapa?” “Itu kesimpulan aku dari kalimat kamu tadi.” “Oh.” “Aku gak salah tafsir kan?” “...” Melihat Zidan terdiam, Zevania tiba-tiba saja berdiri dan melompat lompat serta berteriak kegirangan. “Yeayyy!!” “Zidan suka sama gue!!” “Zidan suka gue!!” “Aaaaak!! Gak nyangka akan sebahagia ini.” Zevania menepuk-nepuk pipinya kasar sambil tersenyum. Ia menoleh pada Zidan yang nampak datar. Zevania menubruk tubuh Zidan dengan keras dan memeluk Zidan erat. “Lo suka sama gue!!!” Zevania masih saja mencoba untuk melompat meski kini ia tengah memeluk Zidan membuat cowok itu tersenyum tipis dan membalas pelukan Zevania. “Kita pacaran?” “Enggak!” “Ya udah tembak aku sekarang!!” “Gak punya pistol.” “Ih!! Bukan gitu Zidan!! Bukan ditembak pakai pistol,” jelas Zevania dengan gemas. “Yaudah kalau lo mau mati, gak usah ditembak. Gue racun aja ntar.” Kedua pipi Zevania menggembung. “Tega gitu?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN