ZZ|22

1343 Kata
Sudah lebih dari satu jam Zevania enggan meninggalkan bathtub yang kini menenggelamkan tubuhnya sampai sebatas leher, lengkap dengan baju seragam kusut yang masih melekat di tubuhnya. Zevania masih menangis tersedu mengingat apa yang baru saja menimpanya. Zidan dan Zevano menatap khawatir pada Zevania, keduanya berjongkok di samping kiri dan kanan Zevania. Membujuk agar Zevania mau beranjak. Tadi, Zidan begitu panik ketika ayahnya menelpon dan mengatakan ada percobaan p*********n pada Zevania. Zidan langsung bergegas datang ke rumah Zevania. Beruntung Zevania meninggalkan ponselnya di dashboard mobil Hermawan, sehingga pria paruh baya itu kembali ke rumah Zevania untuk mengembalikannya hingga akhirnya Hermawan mendapati hal yang tak terduga. Beruntung ia dapat menyelamatkan Zevania. “Van, udah ya mandinya?” bujuk Zidan seraya menghentikan tangan Zevania yang tak henti menggosok bagian wajah dan lehernya. “Tadi ... ta—tadi dia sentuh aku di sini, di sini, di sini ... Aku, aku jijik!!” Zevania menggosok kasar lagi bibir, leher dan tengkuknya. Zevano menahan amarahnya, saat ini ia akan fokus pada kondisi Zevania. Setelah Zevania teratasi, Zevano bersumpah akan memberi pelajaran pada si b******n Harsen. “Ssstt ... sekarang udah ya. Badan kamu udah bersih. Sekarang ayok bangun!” Zevano menarik halus tubuh Zevania. Zevania bangkit dan kini memperlihatkan seluruh tubuhnya yang terbungkus baju seragam sudah basah kuyup. Zidan pun membantu Zevania berdiri dan beranjak. Ketiganya berjalan ke luar dari kamar mandi di kamar Zevania. Zidan membimbing Zevania untuk duduk di sofa, sedangkan Zevano mengambil handuk dan pakaian Zevania lalu meletakkannya di kasur. “Dek, ganti baju dulu ya. Kakak sama Zidan tunggu di luar,” ucap Zevano lembut. Zevania mengangguk, setelah itu Zidan dan Zevano keluar dari kamar Zevania. Zidan memilih untuk menunggu di luar kamar Zevania, sedangkan Zevano pergi ke ruang tamu untuk menemui Hermawan yang memang menunggu di sana bersama Harsen yang terduduk dalam keadaan terikat. Zevano akan memberi pelajaran terlebih dahulu. Hanya lima menit, pintu kamar Zevania sudah terbuka kembali. Menampilkan Zevania yang kini memakai baju tidur bergambar bunga-bunga yang bermekaran. Zevania menatap Zidan, cowok berkaos putih polos itu tersenyum dan membawa Zevania kembali masuk ke kamar. Tidak mungkin bukan Zidan membawa Zevania ke ruang tamu di mana sekarang Zevano tengah memberikan pelajarannya pada Harsen? Zidan membawa Zevania untuk duduk di pinggir ranjang. Ia meraih handuk yang masih tergeletak di kasur lalu meletakkan di atas kepala Zevania. Zidan mengusapnya dengan lembut untuk mengeringkan rambut Zevania. “Khusus malam ini, biar gue yang jadi asisten lo!” Zevania tersenyum mendengar ucapan Zidan. Cewek bengal itu menubrukan tubuhnya untuk memeluk Zidan. Dia kembali menangis, sedangkan Zidan tetap melanjutkan tangannya yang sedang mengeringkan rambut Zevania. “Dia—dia ambil ciuman pertama aku. Aku jijik!!” isak Zevania. Zidan menghentikan gerakan tangannya, ia kembali meletakan handuk di kasur. Zidan melerai pelukan Zevania dengan paksa. Ia menatap wajah Zevania yang dipenuhi dengan memar. “Enggak, ciuman pertama lo udah gue ambil. Inget ciuman secara tidak langsung kita lewat gelas? Itu yang pertama, dan ini yang kedua.” Belum sempat Zevania menyadari, Zidan sudah mengecup bibirnya sekilas. 0o0 Sudah dua hari berlalu sejak kejadian mengerikan yang Zevania alami. Setidaknya ia bersyukur tidak larut dalam kesedihan. Zevano sekarang lebih perhatian, begitupun dengan Zidan. Zevania bersyukur sekarang Zidan akan menemaninya di rumah hingga Zevano pulang. Terkadang Zevania merasa kasihan pada Zidan yang harus pulang lewat tengah malam. Namun Zidan bersikeras untuk menemaninya setiap malam, bahkan Yulis dan Hermawan pun menyuruh Zidan untuk melakukan itu. Setidaknya wajah Zevania tidak terlihat mengerikan meski banyak memar di wajahnya. Beruntung polesan bedak dapat sedikit menyamarkan luka di wajahnya. Kini, di kelasnya Zevania tengah mengerjakan tugas yang belum ia kerjakan. Sedang malas berpikir, Zevania memilih untuk menyalin pekerjaan Vina si juara kelas saja. “Lo yakin gak bakal laporin Om-om gesrek ke polisi, Van?” Tania menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Begitupun dengan Gista, keduanya menatap lekat Zevania. Reynaldi tak kalah memandang serius Zevania yang kini menghentikan gerakan tangannya di atas kertas. “Bener, mending laporin aja biar dia membusuk di penjara!!” Zevania menggeleng, “Kalau gue lapor, Mama pasti tambah benci sama gue dan Kak Vano. Lo gak tahu aja, kemarin sore Mama datang ke kafe dan ngamuk ke Kak Vano gegara om Harsen bonyok.” Ketiganya terheran mendengar penuturan Zevania. “Emangnya Mama lo gak sadar apa sama kesalahan brondongnya itu?! Gak heran gue kenapa lo bisa ngebucin sama Zidan, turunan dari Mama lo ternyata!” hardik Tania, ia begitu geram pada ayah sambung Zevania itu. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Ibu Zevania rela meninggalkan suami pertamanya untuk seseorang yang tak lebih baik. “Kalau ada apa-apa lagi, telpon gue!” seru Reynaldi. Zevania mengangguk pasti, ia melirik Gista yang hanya mendengarkan mereka. “Napa lo diem aja?” Gista menggelengkan kepalanya lalu menjawab, “Gak papa, gue gak habis pikir aja kok hidup lo bisa ya kayak gini?” Gista menatap prihatin pada Zevania. Zevania memutar bola matanya jengah. Ia tidak suka dikasihani. Kecuali rasa kasihan Zidan yang membuat cowok itu sedikit menerima kehadirannya. Namun, ia tak suka jika Zidan akan memberikan rasa kasihannya juga pada Wilona atau perempuan lainnya. Zevania kembali melanjutkan tulisannya, ia harus bisa menyelesaikannya sebelum guru mata pelajaran masuk. Jangan sampai ia dihukum nantinya, Zevania sedang tak minat untuk menjalani hukuman. Apalagi Zevania juga tak ingin kehilangan waktu istirahatnya nanti karena sebuah hukuman, ia harus menjalankan tugasnya sebagai asisten sekaligus calon pacar Zidan. 0o0 Warung jendela. Zidan membawa Zevania kali ini. Disana juga ada Leon, Rafael, Ilham, Khanza, Wilona dan Farah. Sedari tadi, Wilona terus saja menempel pada Zidan, tak ingin kalah Zevania pun melakukan hal yang sama. “Muka lo kenapa, Van?” Leon bertanya sembari memperhatikan wajah Zevania, ia mengabaikan mimik cemburu yang Farah tunjukkan. Mereka memang tidak mengetahui apa yang telah dialami Zevania. “Iya, bidadari gue kenapa bonyok gitu?” pekik Rafael, ia yang kebetulan duduk di sebelah kanan Zevania memegang wajah Zevania dengan pelan. Namun itu tak berlangsung lama, karena tangannya ditepis. Bukan oleh Zevania melainkan oleh Zidan. “Jangan dipegang, nanti sakit.” “Sakit atau lo cemburu bidadari dipegang sama gue?” sarkas Rafael. “Mana ada Zidan cemburu sama Zevania? Nih cewek kegatelan aja nempel mulu sama Zidan!” seru Wilona langsung. Ilham mendengus, “Ck, kalau bidadari Zevania kegatelan kalau lo berarti apa, Wil?” Wilona mengeram kesal, ia hendak membalas sebelum Zevania menyelanya. “Ah, gak papa. Gue latihan bela diri, haha!” jawab Zevania dengan tawa ringannya. Tangannya sedari tadi tak lepas dari lengan Zidan. “Ngapain belajar bela diri? Kan ada Aa Rafa yang siap jagain bidadari Zevania,” gombal Rafael dengan senyuman menggodanya. Namun Zevania sudah kebal dengan semua cowok, karena hatinya sudah terpaut oleh Zidan. Dan ia tidak berniat untuk mencari cowok lain. “Kan ada Zidan yang jaga gue sampai malem,” ucap Zevania santai, ia sengaja melirik rivalnya dengan sedikit sombong. Wilona melotot mendengar penuturan Zevania. “Heh! Mana mungkin Zidan mau jagain lo!” Zevania sebenarnya sedang dalam mode malas menghadapi Wilona, tapi apa boleh buat? “Kalau gak percaya tanya aja sama Zidan! Malah nih ya, gue sama Zidan itu udah pernah dua kali c—mmph!!” Zevania tak dapat melanjutkan kalimatnya karena Zidan tiba-tiba saja membungkam mulut Zevania dengan telapak tangannya. “Dua kali apa? Wah gue curiga! Lo udah pernah nyerahin tubuh lo sama Zidan ya? Murahan banget!! Secinta-cintanya Wilona sama Zidan dia gak sampai merendahkan harga dirinya tuh!” ujar Khanza sembari menatap jijik pada Zevania. Membuat Zevania geram akan hinaan yang ia dapat. Tidak hanya itu, Zidan bahkan mengeram menahan rasa kesal. “Jangan berani ngatain Zevania! Kalau lo gak tahu, gak usah ngebacot!” sentak Zidan kasar, ia berdiri lalu menyeret Zevania untuk pergi. Meski sebenarnya Zevania belum ingin pergi karena harus membalas perkataan Khanza, namun ia terpaksa mengikuti Zidan yang menyeretnya. Wilona menatap kepergian Zidan dengan tatapan tidak percaya. “Kok Zidan sekarang belain tuh pelayan sih?” “Sekarang kan Zevania jadi asisten pribadi Zidan.” “Hah?!” Wilona semakin terperangah. Rafael dan Ilham menatap kesal ke arah Khanza sebelum mereka berdua menyusul kepergian Zidan dan Zevania dari warung jendela.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN