Lembayung beringsut keluar dari toilet setelah ia sudah tak bisa lagi mengeluarkan isi perutnya. Kali ini ia meringkuk di sofa sambil menatap Arka yang tengah tidur diatas ranjang. Sambil menahan perutnya yang terasa sakit, Lembayung mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ia tak memiliki ingatan apapun tentang tadi malam.
Lembayung meraba tubuhnya perlahan, ia tak memakai penutup d**a tapi menggunakan celana dalam. Gadis itu akhirnya duduk sambil menahan rasa pusing, mual dan perih di lambung. Pria yang tengah tidur itu biasanya hanya bertemu dengannya saat mengantar atau menjemput Amara diakhir pekan. Sesekali mereka bertemu ketika Lembayung mampir ke apartemen dimana Amara tinggal saat hari kerja.
Biasanya ia dan Arka tak pernah berbicara banyak, karena Arka biasa hanya menyapa dan bicara seadanya. Gesturenya yang tenang dan kalem membuat Lembayung segan untuk mendekatkan diri pada Arka.
Kini ia malah satu kamar dan satu ranjang dengan Arka, membuat Lembayung merasa lemas dan mau gila karena tak tahu apa yang terjadi.
“Mas Arka, “ panggil Lembayung mencoba membangunkan Arka.
“Nanti … nanti aku jelasin, aku benar-benar ngantuk saat ini,” ucap Arka sambil menutup wajahnya dengan bantal.
“Katanya ngantuk tapi mas Arka bisa jawab pertanyaanku?” gumam Lembayung kembali berbaring di sofa.
Arka akhirnya mendudukan tubuhnya mendadak dan menatap Lembayung yang berbaring meringkuk di sofa disebrang ranjang mereka. Melihat Arka bertelanjang d**a membuat Lembayung ikut duduk kembali.
“Kok mas Arka gak pake baju?” tanya Lembayung takut-takut.
Arka menghembuskan nafasnya keras membuat Lembayung sedikit takut karena raut wajah Arka tampak tak nyaman dan kesal saat menatapnya. Arka menyingkap selimutnya lalu memperlihatkan dirinya yang masih lengkap mengenakan celana panjang dengan belt.
“Baju kita sedang di laundry karena kamu memuntahkan semua isi perut yang bau itu keatas pakaianmu dan pakaianku! Kalau gak ada aku, mungkin kamu sudah diperkosa ramai-ramai oleh pria nakal di bar!”
Lembayung menundukan wajahnya, kepalanya semakin terasa pusing dan berat mendengar omelan Arka.
“Tadi malam kita berada di bar yang sama dan aku menemukan kamu sudah mabuk tak sadarkan diri. Aku mencoba menghubungi Amara untuk memberitahu kondisimu, tapi ia malah mereject teleponku. Akhirnya memutuskan untuk membuka kamar ini untuk kita, karena kamu mulai menggila teriak-teriak gak jelas karena mabuk ketika aku coba menyadarkanmu.”
Lembayung kembali membaringkan tubuhnya diatas sofa dan mengerang perlahan karena tak bisa menahan rasa mual dan pusingnya.
Arka menghampiri Lembayung dan menyentil lembut kening Lembayung seraya berkata,
“Semoga kamu kapok minum alkohol sampai mabuk!” ucap Arka menatap Lembayung serius lalu mencoba menarik tubuh Lembayung agar kembali duduk.
“Kembali tidur diatas ranjang kalau masih terasa tidak enak. Aku sudah suruh supir untuk membeli obat agar hangover kamu bisa hilang,” suruh Arka sambil mengambil air minum dan meneguknya dalam satu tegukan.
Lembayung segera bergerak menuju ranjang dan kembali masuk ke dalam selimut karena tubuhnya benar-benar terasa tidak enak.
“Loh, mas Arka kok ikut tidur?!” pekik Lembayung kembali duduk ketika Arka kembali menyusupkan tubuhnya ke dalam selimut dalam ranjang yang sama dengan Lembayung.
“Aku gak tidur semaleman gara-gara ngurusin kamu! Trus sekarang aku gak bisa tidur di kamar yang aku bayar juga? Kenapa? Kamu takut aku ngapa-ngapain kamu?” ucap Arka balik bertanya pada Lembayung.
“Tenang aja mas, nanti kamar ini biar aku yang bayar,” gumam Lembayung sambil kembali berbaring dan memunggungi Arka.
“Wih, gaya banget! Kamu tahu gak kalau satu malam kamar ini sama dengan satu kali gaji kamu?”
“Aku bayar! Gak usah takut! Walau uangku harus habis, aku gak peduli!”
Arka terdiam sesaat dan menoleh pada Lembayung yang tidur memunggungi dirinya. Berbaring bersama dengan Lembayung satu ranjang begini tidak membuat perasaannya melihatnya seperti perempuan dewasa dan ia tetap menganggap gadis itu seperti adiknya.
Walau mereka sebenarnya tidak akrab tetapi Arka merasa saat ini Lembayung bersikap berbeda daripada biasanya. Biasanya gadis itu seperti daun putri malu yang langsung menutup jika disentuh.
“Ada sesuatu terjadikah?” tanya Arka tiba-tiba.
Lembayung kembali membuka matanya tapi ia segera kembali merapatkan selimutnya dan berkata dengan suara menggumam,
“Pokoknya mas Arka gak boleh bilang sama orang rumah kalau aku lagi sama mas Arka! Kalau mas Arka bilang sama mbak Mara, aku lebih baik pergi dari sini! Aku gak mau pulang!”
Arka terdiam, ternyata saat ini Lembayung tengah kabur dari rumah. Sebenarnya Arka banyak ingin bertanya tentang Amara pada Lembayung karena beberapa waktu ini setelah mereka putus, Amara seperti menutup komunikasi.
Arka masih ingin mengusahakan hubungan mereka agar kembali bersama, tetapi ia benar-benar hilang akal beberapa hari ini. Arka melihat Lembayung semakin meringkukan tubuhnya, ia tak ingin melanjutkan untuk mengajak Lembayung bicara, karena ia pun masih mengantuk walau matahari sebenarnya sudah muncul diluar kamar mereka.
Entah berapa lama Arka tertidur sampai akhirnya ia kembali terbangun dan kali ini ia dibangunkan dengan rengekan dan tangisan Lembayung.
“Ada apa?” tanya Arka ketika melihat Lembayung menangis sambil mengguncang lengannya.
“Sakit! Perutku sakit mas! Sakitt!” isak Lembayung tak bisa menahan rasa sakit dilambungnya.
Arka segera bangkit walau nyawanya belum terkumpul. Setelah membersihkan wajah dan menyikat gigi, ia segera menghubungi house keeping untuk menanyakan soal pakaian mereka.
Tak lama, seseorang pun datang mengantarkan pakaian milik Lembayung dan Arka.
“Ayo segera pakai pakaianmu setelah itu kita kerumah sakit,” ucap Arka sambil mengenakan kemejanya lalu keluar ia masuk ke dalam kamar mandi, membiarkan Lembayung untuk mengganti pakaiannya diatas ranjang karena gadis itu tampak sangat lemah.
Tak lama Arka kembali keluar dan melihat Lembayung sudah mengenakan pakaian walau berantakan. Gadis itu masih menangis sambil memegang perutnya. Setelah membantu Lembayung mengenakan sepatu, Arka segera menghubungi operator agar membawakannya kursi roda untuk Lembayung.
Ia sudah tak bisa berpikir apa-apa lagi selain memanggil taksi dan membawa Lembayung kerumah sakit.
***
Lembayung tersadar perlahan dari tidurnya setelah ia tak sadarkan diri ketika dibawa Arka kerumah sakit. Kini di tangannya sudah dipasang infus dan ia berada sendirian di kamar rawat inap.
Perutnya masih terasa sakit, tetapi obat penenang yang mengalir perlahan ke dalam tubuhnya membuatnya tenang dan mampu menahan rasa yang tadi tak sanggup ia tahan. Tak lama seseorang masuk ke dalam kamar.
Orang itu adalah Arka yang berjalan perlahan membawa sebuah plastik berisi setumpuk obat untuk Lembayung.
“Mulai hari ini kamu gak boleh minum alkohol lagi! Belum apa-apa lambungmu sudah terluka! Bahkan dokter bilang kamu sepertinya kurang nutrisi. Kamu makan gak sih?” gumam Arka tak tahan untuk tak memarahi Lembayung walau suaranya tidak meninggi.
Lembayung hanya memalingkan wajahnya, saat ini ia bersyukur bahwa yang membantunya adalah Arka karena pria itu adalah kekasih sang kakak sehingga bisa menjaga dan merawatnya sepenuh hati seperti adiknya sendiri.