Malam kian menguasai hari, Annisa tetap duduk termenung di sofa warna merah panjang di kamarnya. Pikiran tentang apa yang dilakukan Darel tadi siang sangat mengusiknya dan membuatnya sakit hati, kalau saja Darel mau mendengarkan penjelasannya. Pasti pria itu tidak akan terjebak pada pemikirannya sendiri. ... Setelah menelepon Aditama kembali ke meja di mana Fian tengah menatap Annisa penuh kagum. Aditama sontak tersenyum melihat Fian yang sangat tepersona dengan keponakannya itu. “Jadi, usaha apa yang kau lakukan di negara ini, Nak?” Fian kontan tersentak lalu menatap Aditama kikuk. “Eh ... Emmm teknologi, Paman,” jawab Fian setelah bisa mengendalikan dirinya. “Itu cukup menjanjikan, kau memang sangat cocok di bidang itu.” Fian hanya mengangguk. Lalu pesanan mereka