Langkah Salina terhenti di depan pintu ruang kerjanya. Baru saja hendak memutar kenop, suara langkah berhak tinggi menghentikannya. Aroma parfum menyengat menyeruak sebelum sosok Wilona muncul dari balik belokan koridor. “Kamu sibuk, Sayang?” suara Wilona melengking lembut namun menyimpan nada menyebalkan. Senyumnya dipaksakan, tapi sorot matanya tajam menusuk. Salina menoleh pelan, menatap wanita yang lebih pantas dipanggil tante itu dengan alis terangkat. “Ada perlu?” “Dengar-dengar hari ini ada pertemuan penting dengan klien,” ujar Wilona sambil merapikan blazer ketatnya yang sedikit terbuka di bagian d**a. “Kebetulan aku senggang. Aku pikir, biar aku saja yang wakili perusahaan kita.” Salina menoleh pelan. “Perusahaan kita? Sejak kapan?” Tawa remeh terdengar dari bibirnya, mengejek

