Surabaya, malam hari. Di sudut jalan yang remang, lampu-lampu kota tampak seperti bintang yang diseret ke tanah. Gedung megah club ternama “D.NOIR” berdiri menjulang, dengan lampu neon biru kemerahan yang berkedip liar. Seorang pria berdiri menyandar di mobil sport hitam doff. Wajahnya tampan tapi keras, dengan rahang tegas dan tatapan mata tajam yang mengandung luka masa lalu. Lengan bajunya digulung sampai siku, memperlihatkan tato samar di lengan kanannya—simbol yang hanya dikenali oleh kalangan tertentu. Di antara jari-jarinya, rokok terbakar perlahan. Asapnya mengepul, membaur bersama udara panas malam Surabaya. Blitz. Rokok keempatnya dinyalakan. Darinya terpancar kesabaran yang bukan milik orang biasa. Kesabaran milik mereka yang hidup dalam bayang-bayang. Dalam dendam. Ponsel

