"Mas... Mas denger aku, kan? Aku di sini... Aku di sini, Mas..." Suara Kalia tercekat, nyaris hanya bisikan di tengah gemuruh jantungnya sendiri. Air matanya jatuh deras, tanpa bisa ia tahan lagi. Jemarinya yang berlumuran darah menggenggam tangan Denta, berharap hangat itu tetap ada. Denta mengerang pelan, napasnya pendek-pendek. Matanya setengah terbuka, dan di tengah kabut kesakitan yang begitu pekat, ia mencoba tersenyum. "Kalia..." Suaranya serak, hampir tak terdengar. Tapi cukup untuk menghancurkan hati perempuan itu. "Jangan bicara! Aku mohon... tolong tetap sadar, Mas..." Kalia merunduk, wajahnya dekat sekali dengan d**a suaminya yang kini naik turun tak teratur. "Ada aku... ada anak kita yang nunggu Mas. Bertahan... kumohon, Mas..." Darah terus mengalir, melewati sela-sela

