Kalia menatap langit siang dari balkon kamarnya. Surabaya, seperti biasa, menyajikan udara panas yang menyengat kulit. Tapi panas itu belum seberapa dibandingkan dengan hatinya. Malam ini, sesuai keputusan keluarga, ia akan bertunangan. Dengan Denta. Denta Attala Bramasta. Nama yang terus bergaung dalam pikirannya sejak keputusan itu disampaikan. Kenapa harus dia? Kenapa bukan orang lain? Tapi lalu ia tertawa hambar dalam hati. Jika pun bukan Denta, siapa yang akan mau? Dirinya yang tak lagi suci, yang menyimpan begitu banyak luka dan cerita yang hanya ia, Tuhan yang tahu, dan Denta. Jemarinya mengacak rambut yang sengaja ia biarkan tergerai hari ini. Ada lelah yang tak bisa dijelaskan, lelah mempertanyakan takdir dan kenyataan. Kadang Kalia berpikir, untuk apa pernikahan? Hidup sendir

