Sebuah Pengakuan

1915 Kata

Raymond sontak berbalik dan memutuskan hubungan teleponnya dengan Timmy saat mendengar suara Caroline memanggilnya. “Hai, mungil. Tidurmu enak? Sudah lebih segar tubuhnya?” Raymond melangkah mendekati Caroline dan mengusap gemas puncak kepala gadis itu. “Ya, tidurku lelap sekali. Tubuhku juga lebih segar sekarang. Sudah berapa lama kita sampai di Tokyo, kak?” Caroline menampilkan senyum manisnya yang membuat wajah terlihat semakin cantik, polos dan imut. Dan, Raymond hanya bisa terpaku di tempat saat melihat senyum indah itu. Jantungnya terasa berhenti berdetak sesaat dan setelahnya, benda lunak yang memiliki masa kadaluarsa itu langsung menghentak kuat seperti lagu yang dipasang para DJ di klub malam milik Raymond. “...Kak? …Kak Ray?... Hei!” Lambat laun suara Caroline dan juga lamba

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN