Novan hanya tersenyum kecut. Tapi senyuman itu maish bis aia sembunyikan.
"Dia ini pengusaha muda, Pah. Makanya Papah pasti familiar dengan Novan," jelas Nadiva pada Hansen.
"Oh oke. Jadi, ada apa, tiba -tiba kamu kesini? Bukannya kamu lagi selesaikanskripsi kamu di Jerman?" ucap Hansen pada Nadiva.
"Hu um ... Nadiva mau menikah.," pinta Nadiva.
"Menikah?" tanya Hansen mengulang.
"Iya menikah, Pah. Nikahnya sama Nova. Boleh kan, Pah?" rengek Nadiva manja.
"Kamu yakin? Mau nikah muda?" tanya Hansen serius.
Nadiva adalah putri semata wayangnya. Hansen tidak mau masa depan Nadiva hancur. Walaupun mereka berasal dari keluarga kaya raya.
"Yakn dong, Pah. Diva cinta banget sama Novan. Begitu juga dengan Novan ke Diva. Iya kan, sayang?" ucap Nadiva manja sambil mengerlingkan satu matanya pada Novan.
"Hmmm .. Kenapa permintaan kamu itu aneh sekali, Diva. Kenapa amu ga minta rumah, mobil atau kapal pesiar. Saat ini juga Papa baka realisasikan. Kalau menikah? Papa harus tanya dengan Opa Pier, Oma Amora dan Mama kamu," ucap Hansen pada Naiva
"Mama sudah setuju kok," jawab Nadiva cepat.
"Oh ya? Masa sih? Mama kamu setuju?" ucap Hansen ragu.
"Iya. Mama setuj. Lagi pula, Papa dan Mama juga menikah muda kan? Jadi ak ada salahnya kalau aku mengikuti jejak Mama untuk meniah muda," jelas Nadiva lantang.
"Tapi Diva ... Papa dan Mama sudah tidak bersama. Menikah itu gak mudah lho ..." jelas Hansen yang meraa besalah hingga kini.
Ia dan Greta memang spakat untuk berceai setelah Nadiva lahir. Greta merasa benci dengan Hansen karena telah merenggut kehormatannya secara paksa dan menghancurkan hidupnya.
"Kalian berdua kenapa gak bersama aja sih? Bareng lagi gitu," pinta Nadiva.
"Gak bisa Dia. Mama dan Papa itu gak punya isi dan misi yang sama. Bagi Papa yang terpenting sekarang adalah kamu," jelas Hansen.
"Ya udah, Kalau Papa sayang sama Diva. Papa ijinkan Diva menikah muda. Baru Diva selesaikan skripsi Diva. I'm promise, Pah. Diva gak akan mengecewakan Papa," jelas Diva mantap.
"Hmmm ... Maaf Diva. Papa gak bisa kasih jawaban sekarang. Keputusan ini perlu jawaban iya dari Mama dan Kakek serta Nenek kamu," jelas Hansen dengan sendirian yang teguh.
"Ahhh ... Papah gak asyik," ucap nadiva dengan nada kecewa.
"Diva ... Hargai keputusan Papa kamu," jelas Novan yang mulai bosan melihat perdebatan antara Nadiva dan Hansen.
"Iya sayang ... Kalau itu, kita mending pergi saja dari sini. Pecuma, aku pikir, Papa sayang sama aku, ternyata enggak sama sekali," ucap Nadiva begitu kesal.
Nadiva langsung mendekati Novan dan mengalungkan tangannya di lengan Novan. Tanpa pamit, keduanya pergi dari ruangan Hansen.
Hansen hanya bisa menarik napas dalam. Ia masih penasaran dengan Novan. Ya, lelaki itu siapa? Wajahnya sangat familiar sekali.
***
Greta sudah rapi dengan dres pendek yang elegan. Siang ini, seharusnya ia tidak ada acara apapun. Ia ingin menjadi dirinya sendiri, menyenangkan dirinya sendiri tanpa ada yang mengganggu.
Ia menyetir mobilnya sendiri menuju sebuah klub yang buka di siang hari. Sebuah klub di hotel berbintang lima, rekomendasi dari orang -orang yang penah kesana.
Mobil Greta sudah berhenti di sebuah halaman hotel dan ia keluar dengan anggunnya. Wajahnya cantik aami dengan polesan make up yang sedehana. Tetapi aroma tubuhnya sangat wangi sekali seperti seluruh isi botol ditumpahkan di tubuhnya. Rambutnya di cepol ke atas sehingga leher jenjangnya pun terlihat mulus sempurna.
Dres merah menyala tanpa lengan yang menunjukkan belahan dad4 montoknya. Pahanya putih bersih tanpa ada bulu atau cacat sedikit pun.
Tipe wanita mandiri yang sempurna. Semua orang melihat ke arah Greta. Tidak ada yang bekedip saat memandang wajah cantiknya.
Sepatu high heels berwarna senada dengan bajunya pun sedang menapaki lantai marmer. Suara ha sepatu dengan lantai yang terdengar nyaring membuat semua orang yang ada di sekitar lobi melihat ke arah Greta.
Greta sudah sampai di klub dan ia duduk di meja panjang tepat di depan bartende sedang menyiapkan minuman bagipara pelanggannya.
"Mau pesan apa?" tanya seorang senior bartender melihat kedatangan Greta.
"Eummm ... Berikan aku minuman yang paling enak di klub ini," ucap Greta begitu yakin.
"Baik Nona," jawab senior bartender itu segera membisikkan kepada karyawannya.
Bartender itu segera membuatkan minuman khusus untuk Greta.
"Ini minuman spesial. Silahkan di minum," titah seoang bartener yang sedang melayani Greta.
"Oke. Makasih," ucap Greta ramah.
Ia meneguk satu sloki minumannya dengan cepat.