6

509 Kata
Novan menyetir mobil sport miliknya. Disampingnya duduk seorang gadis kecil yang cantik. Nadiva, gadis yang ia jadikan seorang kekasih selama beberapa bulan ini demi sebuah misinya untuk mendapatkan Greta, Mama dari Nadiva, kekasihnya. Nadiva masih cemberut, ia kesal dengan sikap kedua orang tuanya yang seolah tidak peduli lagi pada Nadiva. Mamanya sibuk dnegan urusannya dan Papa yang selalu menganggap dirinya sebagai anak kecil yang tidak boleh kemana-mana dan tidak boleh memiliki impian. Sesekali, Novan melirik ke arah gadis kecil yang memang cocok menjadi putrinya dibanding kekasihnya itu. "Kapan kamu kembali ke luar negeri?" tanya Novan serius sambil menoleh ke arah Nadiva. "Kembali? Pulang maksudnya?" tanya Nadiva ketus. "Ya," jawab Novan tetap santai. Ia tak peduli dengan gaya bahasa Nadiva yang ketus atau tidak sopan padanya. "Kamu gak rindu sama aku, sayang? Sampai kamu malah kayak mau ngusir aku dari negara kelahiranku tercinta ini," jelas Nadiva semakin sewot. "Kamu harus fokus sama skripsi kamu, Nadiva. Lupakan masalah pernikahan untuk sesaat," jelas Novan masih berusaha untuk menyimpan maksudnya agar Nadiva tidak sakit hati. "Kamu sama aja kayak Opa, Mama dan Papa! Kenapa gak ada yang benar -benar sayang sama Diva sih!" ucap Nadiva kesal. Kedua tangannya melipat di depan dad4. Bibirnya sengaja mengerucut ke depan. Nadiva merajuk. Ia ingin, Novan memberikan perhatian lebih padanya. "Diva ... Aku ini pria. Aku sudah dewasa dan aku tahu apa yang terbaik buat kamu," jelas Novan menasehati. "Asal kamu janji, kamu bakal menikahi aku setelah skripsi aku selesai dan kita bakal menikah setelah aku wisuda," jelas Nadiva penuh harap. Nadiva memiringkan tubuhnya menatap lekat lelaki yang sudah membuat dirinya jatuh hati dan gila karena cinta. Bagaimana Nadiva tidak jatuh hati pada Novan, lelaki matang dengan wajah super tampan, rahangnya keras dan tubuhnya kekar. Punggungnya terlihat sangat seksi. Walaupun Nadiva hanya bsia melihat dari sebuah foto saja. Novan menarik napas dalam dan menjawab dengan cepat, "Oke." Suaranya terdengar terpaksa sekali. Entah bagaimana nanti akhir kisahnya dengan Nadiva. Setelah ini, ia bakal dnegan mudah datang ke rumah Greta dan mendekati Greta. Kalau perlu, Novan akan mengakui bahwa ia telah jatuh hati pada wanita itu. "Kayak berat jawabnya," ucap Nadiva meraih lengan Novan dan menyandar di lengan kekar itu. "Enggak. Aku lagi banyak kerjaan aja," jelas Novan beralasan. "Hmm ... Ya, udah ... Aku mau pulang asal, malam ini aku ingin tidur bersamamu," pinta Nadiva tanpa rasa malu. Nadiva menoleh menatap Novan yang belum juga menjawab. "Kenapa gak mau? Bukannya pria pasti senang bisa tidur satu ranjang dengan kekasihnya?" ucap Nadiva cepat. "Ya memang begitu. Aku takut tidak bisa menahan nantinya. Kalau kamu rusak karen aku, gimana?" ucap Novan beralasan. Ternyata begini rasanay dipaksa bersam dnegan wanita yang tidak ia sukai secara tulus. Boro-boro mau tidur se- ranjang, ngobrol saja rasanya ingin segera dihentikan. Malas. "Bagus dong. Diva akan memberikannya untuk kekasih Diva yang amat Diva cintai," jelas Diva semakin berharap. "Diva ... Selesaikan skripsi kamu," jelas Novan lagi. "Satu malam ini saja. Janji, besok Diva akan pulang dan selesaikan skripsi Diva," jelas Diva merajuk. "Oke," jawab Novan pasrah. Otaknya kembali berpikir keras. Bagaimana caranya menghindar nanti malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN