Piere menatap Novan dengan tajam. Tatapannya terus mengekor ujung mata Novan. Tetapi, Novan tetap lebih cerdik dan tidak ada kegugupan sedikit pun di wajahnya. "Masih minggu depan? Nadiva juga belum bicara dengan saya, Tuan," jelas Novan membela diri. "Saya kakeknya," jelas Piere dengan tegas. "Tetapi Pak Hansen, Papa Nadiva, dan Greta tetap mama Nadiva, mereka berdua juga harus punya hak mengambil keputusan soal pertunangan ini," jelas Novan lagi. "Hah! Kamu itu siapa?! Berani mengatur saya!" ucap Piere sinis. Piere mengangguk kecil pada salah satu pengawalnya dan pengawalnya mengambil sesuatu dari dalam tas dan memberikan kepada Piere. Piere menerima amplop cokelat besar itu dan melempar di meja tamu ke arah Novan duduk. Novan tetap tenang, ia tahu, ia sedang berhadapan dnegan sia

