“Ya ampun! Om, maaf banget, gue benar-benar nggak sengaja!” seru gadis ABG itu dengan panik sambil buru-buru menyeka kemeja Alex yang basah oleh tumpahan minuman.
“Maaf banget ya, Om!” ucapnya lagi, mencoba membersihkan noda alkohol yang meresap di kemeja putih Alex.
Ia tampak bingung, menoleh ke arah kedua temannya yang masih berdiri di sebelahnya. “Ini salah kalian, sih! Tadi kenapa narik-narik tangan gue?” bisiknya, frustrasi.
“Kalo kalian nggak narik, kan nggak bakal kejadian kayak gini!” Gadis itu menggerutu, sementara temannya hanya menahan tawa. Dia terus meminta maaf, meski Alex hanya menatapnya dingin, tak banyak bicara.
Salah satu dari temannya, Lia, tiba-tiba berbisik, “Eh, Angel, tunggu deh... Om ini bukan Om Alex, temennya Mas Andra, kakak lo?”
Angel langsung terdiam. “Iya, ya... Om Alex!” Dia tiba-tiba teringat wajah pria di hadapannya. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya terasa beku.
“Oh iya, benar banget! Ini Om Alex, kan? Temennya Mas Andra, kakaknya Angel!” sambung Kiki, yang langsung tersenyum lebar. Keduanya sekarang benar-benar menyadari siapa pria di hadapannya.
Angel menahan napas, “Ya Tuhan... benar juga! Ini Om Alex! Aduh, gimana kalau Om Alex sampai bilang ke Mas Andra gue main di tempat kayak gini?” pikirnya panik.
Wajahnya langsung pucat, membayangkan apa yang mungkin terjadi kalau kakaknya tahu dia ada di klub malam.
Sementara itu, Lia dan Kiki yang tak bisa menahan godaan justru mulai berbisik-bisik lagi. “Eh, Angel, meskipun Om Alex ini cuek dan dingin banget, tapi ganteng juga ya? Setuju nggak sih?” kata Lia sambil senyum-senyum.
“Iya, benar banget!” Kiki mengangguk setuju. “Meskipun kelihatan cuek kayak es batu, tapi... cakep banget, kan?” Mereka berdua tertawa kecil, sambil terus mencuri pandang ke arah Alex.
Tanpa mereka sadari, Alex mendengar setiap kata yang mereka bisikkan. Namun, ia hanya menanggapinya dengan senyum tipis yang dingin. “Hmmm...” gumamnya pelan, menghela napas panjang sambil tetap memandang mereka dengan ekspresi datar.
Di sisi lain, Joni yang sejak tadi menyaksikan percakapan itu tiba-tiba berseru, “Eh, Lex, tunggu dulu deh! Mereka tadi bilang, ini cewek adiknya Andra?”
Alex mengangguk perlahan, masih tanpa ekspresi.
“Gila, ini benar-benar adiknya Andra?” tanya Beni dengan nada tak percaya. “Yang katanya baru pindah kuliah dari Bandung ke Jakarta?”
Andi, Joni, dan Beni kini terdiam, menatap Angel dari atas sampai bawah, seolah menilai penampilan gadis itu dengan saksama.
“Gila! Ini adiknya Andra cantik banget, Bro! Seksi pula!” seru Joni terang-terangan, membuat Angel tersipu.
“Makasih, Om,” jawab Angel ramah, walaupun dalam hatinya ia masih merasa salah tingkah, terutama karena Alex tak menunjukkan reaksi apa pun selain sikap dinginnya yang khas. Meski begitu, rasa penasaran terus menggelayut di benaknya.
“Kenapa sih Om Alex diam aja? Kok kayak nggak peduli sama sekali?” pikir Angel. Alih-alih merespons, Alex malah mengalihkan pandangan, tak sedikit pun terlihat tertarik dengan obrolan itu. Angel pun menggigit bibirnya, semakin merasa canggung.
“Y-ya sudah ya, Om... kita ke sana dulu,” ucap Angel cepat-cepat, mencoba kabur dari situasi yang semakin membuatnya tak nyaman. Bersama Lia dan Kiki, ia melangkah ke meja lain di pojok ruangan.
Saat berjalan, Angel sesekali mencuri pandang ke arah Alex, namun sayangnya, pria itu tetap dingin, tanpa sedikit pun peduli. Sementara ketiga teman Alex—Joni, Andi, dan Beni—masih asyik memuji-muji kecantikannya tanpa henti.
“Gila! Kenapa Andra nggak kasih tahu gue, sih? Kalau dia punya adik secantik dan seseksi itu.” Joni pun tak henti-hentinya terus tersenyum kagum memandangi kesempurnaan bentuk tubuhnya yang kala itu sedang mengenakan kemeja putih, tipis, dan transparan, terlihat sangat mini hanya mengikuti bentuk tubuhnya, sehingga menonjolkan dengan jelas kedua gunung kembarnya ke depan, apalagi bagian ujung bawah kemejanya itu Angel ikat, sehingga memperlihatkan juga sedikit pusar dan perutnya yang sangat putih, mulus, langsing, dan sangat rata, yang Angel padukan juga dengan rok mini di atas lutut berwarna biru yang juga sangat ketat hanya mengikuti bentuk tubuhnya sehingga menonjolkan juga dengan sangat jelas dua bongkahan daging yang menyembul di bagian belakang.
“Wajahnya cantik, kulitnya putih, mulus, mana bodinya juga oke, lagi. Seksi! Menggairahkan!”
“Benar-benar sempurna itu, perempuan!” Ucapnya lagi yang benar-benar tidak bisa berhenti untuk berpaling darinya sedikit pun.
“Iya. Benar banget kata lo,” timpal Andi yang juga sangat sependapat dengannya.
“Benar-benar ngeri tuh cewek bodinya. Beuuuuuh! Seksi abis!” Ucapnya.
“Bisa-bisa gue keramas setiap hari, nih! Kalau gue terus-terusan ngeliatin body seksi kayak gitu!” timpal Beni yang tiba-tiba langsung saja berpikiran m***m tentangnya.
Alex, yang mendengar ucapan teman-temannya, hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. “Hmmm...” gumamnya lagi, kali ini lebih tenang. Namun, dalam hati, diam-diam ia pun mengakui bahwa Angel memang menarik perhatian.
Setelah mereka bertiga akhirnya mengakhiri pujian berlebihnya, Alex kembali terdiam. Pikirannya melayang ke Angel yang sekarang sudah duduk jauh dari mereka. Tiba-tiba, senyum tipis menghiasi wajahnya. Tanpa disadari oleh teman-temannya, ternyata Alex juga sangat-sangat mengagumi Angel.
Suara musik jedag-jedug terus menggema di seluruh ruangan klub malam. Lampu warna-warni menari di udara, membuat atmosfer semakin ramai. Namun, di tengah keramaian itu, Angel justru tampak canggung. Ia merasa asing di dunia yang baru kali ini ia coba masuki.
“Eh, Angel, lo cobain deh minuman ini!” Lia menyodorkan gelas berisi minuman beralkohol kepada Angel. Senyumnya penuh godaan.
Angel menatap gelas itu ragu-ragu. “Ini benar-benar bisa bikin gue lupa sama Dimas?” tanyanya pelan, menyebut nama pacarnya yang baru saja ketahuan selingkuh.
Kiki tertawa kecil. “Yaelah, Ngel! Selingkuh tuh cowok. Mending lo lupakan dia! Minum ini, semua masalah lo akan hilang!”
Angel terdiam sejenak, mencoba menimbang. Hatinya yang terluka membuatnya ingin mencoba apa pun yang bisa membuatnya merasa lebih baik. “Ya sudah deh, gue coba,” ucapnya, mengambil gelas dari tangan Lia.
Namun, begitu seteguk alkohol masuk ke mulutnya, Angel langsung memuntahkannya. “Hoeeek! Ya ampun, ini minuman apa? Pahit banget, nggak kuat gue!”
Lia dan Kiki tak bisa menahan tawa. “Hahaha, payah lo, Ngel! Baru seteguk udah muntah!” ledek Lia.
Angel mengusap mulutnya, merasa bodoh. “Aduh, ini minuman apaan sih? Pahit banget! Nggak mau lagi, ah!”
Di sudut ruangan, Alex, yang sejak tadi memperhatikan mereka dari jauh, hanya tersenyum tipis melihat tingkah Angel. “Dasar anak baru gede,” gumamnya dalam hati. Wajahnya tetap tenang, tapi dalam hatinya, ada sedikit rasa terhibur melihat keluguan gadis itu.
Tak lama, Kiki menggoyang-goyangkan tubuhnya mengikuti irama musik. “Eh, Angel, kita nari yuk!” ajaknya antusias.