BAB 3

1109 Kata
“Nari? Nari apa?” tanya Angel dengan mata membulat, masih bingung dengan suasana klub yang begitu asing baginya. “Ayo dong, kita happy-happy aja!” seru Lia, langsung menarik tangan Angel menuju lantai dansa yang ramai. Musik berdentum keras, lampu neon berkedip, membuat suasana makin heboh. “Nih, kayak gini, Angel! Kamu bisa nggak?” Kiki mulai menari dengan gerakan menggoda, menggoyangkan pinggulnya dengan penuh percaya diri. “Oh, gitu? Kalau kayak gitu, aku bisa!” Angel tertantang. Dia pun mulai mengikuti gerakan Kiki, tapi lebih berani. Angel langsung membusungkan dadanya ke depan, menunggingkan pinggulnya ke belakang, dan mengangkat sedikit roknya sampai terlihat sedikit celana dalamnya. Tangannya yang satu lagi meremas rambut panjangnya yang terurai sambil menggoyangkan tubuh mengikuti irama musik. “Hahaha!” Lia dan Kiki tertawa terbahak-bahak, terhibur oleh aksi Angel. “Gila, Angel! Iya, benar! Tapi bisa nggak lebih seksi lagi?” goda Lia. Angel menyeringai. “Mau lihat yang lebih seksi lagi?” Dengan gerakan yang semakin provokatif, Angel membusungkan dadanya lebih ke depan lagi, menunggingkan pinggulnya lebih ke belakang lagi, dan terus menggoyangkan tubuhnya dengan gaya yang lebih menggoda. Di kejauhan, Alex hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Gila, anak ini,” pikirnya sambil meneguk minuman di depannya. Lia dan Kiki tertawa terbahak-bahak. “Hahaha! Gila, Angel! Kamu jago juga ternyata!” Sementara itu, Alex tetap duduk di meja, matanya tertuju pada Angel dari kejauhan. Ia menghela napas pelan, senyum dingin terukir di wajahnya. “Adik Andra jago juga,” batinnya. Tiba-tiba, Lia yang sedang asyik menari berhenti. Matanya tertuju pada seorang lelaki yang berjalan mendekati mereka. “Eh, Angel! Dimas tuh!” bisiknya pelan, tapi jelas terdengar. Angel terkejut. Wajahnya langsung memucat. “Lia, Kiki, aku pulang duluan ya!” Ia buru-buru hendak meninggalkan lantai dansa, tapi Dimas sudah lebih dulu menangkap pergelangan tangannya. “Aduh, Beb, tunggu dulu! Kamu mau ke mana?” Dimas mencoba menarik Angel mendekat. “Lepasin aku, Dim! Ngapain sih, kamu ke sini?!” Angel marah, wajahnya memerah karena emosi. Alex, yang melihat kejadian itu, semakin penasaran. “Beb, dengar aku dulu!” Dimas memohon, suaranya terdengar putus asa. “Perempuan yang kamu lihat tadi siang itu bukan pacar aku. Aku cuma sayang sama kamu!” Angel terdiam, hatinya bercampur aduk antara marah dan sedih. “Dimas, aku udah nggak percaya lagi sama kamu. Semua udah jelas.” Namun, sebelum Angel bisa melanjutkan omelannya, Alex tiba-tiba berdiri. “Aku cabut dulu, ya!” ucapnya pada Joni, Beni, dan Andi, teman-temannya yang juga duduk bersamanya di meja. “Lha, kok buru-buru banget, Lex? Kita baru mulai nih!” Joni protes. “Mau ke rumah Andra aku. Ada urusan,” jawab Alex singkat sebelum melangkah keluar klub malam itu. *** Setengah jam kemudian, Alex tiba di rumah Andra, sahabatnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi Andra belum juga pulang. “Ke mana sih ini anak? Katanya udah di jalan,” Alex mengomel pelan sambil mondar-mandir di teras rumah. Tiba-tiba, suara mobil terdengar berhenti di depan gerbang. Alex menoleh, namun itu bukan mobil Andra. Ia penasaran dan berjalan mendekat untuk mengecek. Ketika sampai di dekat gerbang, langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia melihat pemandangan yang membuatnya terkejut. Di depan gerbang, Angel, adik Andra, sedang bersandar pada mobil sambil berciuman dengan Dimas. Lebih dari itu, tangan Dimas dengan berani meremas-remas d**a Angel, seolah tak peduli pada dunia sekitarnya. Alex menghela napas panjang, senyum dingin mengembang di wajahnya. “Hmmm,” gumamnya, menggeleng-gelengkan kepala. Di satu sisi, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tapi di sisi lain, ia merasa heran melihat gadis yang tadi begitu polos kini terlibat dalam situasi seperti ini. “Sekarang kamu percaya kan, Beb? Aku serius, yang tadi siang itu bukan pacar aku," ucap Dimas setelah puas mencium bibir Angel. Angel hanya diam, wajahnya tetap muram. Ia merengut, masih sedikit kesal meski Dimas sudah berkali-kali menjelaskan. “Iya,” jawab Angel ketus. “Aku pulang dulu ya,” Dimas tersenyum lembut, mengecup kening Angel sebelum melangkah pergi seperti Romeo yang sedang jatuh cinta. Sementara itu, Alex, yang berdiri tak jauh dari mereka, menghela napas panjang, memalingkan wajah dengan sedikit tawa tertahan. “Dasar bocah baru gede,” gumam Alex sambil menggelengkan kepala. "Tadi ribut, sekarang mesra-mesraan." Saat Dimas pergi, Angel tiba-tiba terkejut mendapati Alex berdiri di dekatnya. "Om Alex?" Angel tergagap. "Sejak kapan Om di sini?" Alex hanya tersenyum tipis, tatapannya dingin seperti biasa. Angel merasa lega melihat mobil Dimas sudah tak ada di depan rumah. Namun, pikirannya kembali kacau, memutar ulang kejadian barusan. "Kira-kira Om Alex tadi lihat nggak ya pas Dimas cium aku?" batinnya penuh kepanikan. "Mati aku kalau dia ngadu ke Mas Andra!" Namun, Angel berusaha menenangkan dirinya. "Nggak mungkin Om Alex ember. Dia kan cuek banget, buktinya tadi di klub juga dia nggak peduliin aku." Angel tersenyum kecil, merasa yakin. Tapi tiba-tiba matanya terpaku pada sosok Alex. "Tapi kalau dipikir-pikir… benar juga kata Lia sama Kiki, ganteng juga ya, Om Alex. Dingin, tapi macho... bayangin kalau aku punya suami kayak dia... Wah!" batinnya melayang. Alex yang sedari tadi memperhatikan, tersenyum melihat tatapan Angel yang sepertinya sedang melamun. "Kamu kenapa? Kok ngelihatin aku gitu?" tanya Alex dengan nada datar, membuat Angel kaget dan salah tingkah. "Oh, nggak, nggak apa-apa Om!" Angel buru-buru menjawab dengan wajah memerah. Angel cepat-cepat melangkah menuju rumah, tapi sebelum masuk, ia menengok ke kanan-kiri memastikan Dimas benar-benar pergi. Alex, yang melihat tingkah Angel, tersenyum lagi. "Laki-laki yang tadi berantem sama kamu di klub, terus cium-cium bibir kamu di depan gerbang, itu pacar kamu?" tanya Alex tiba-tiba dengan nada frontal. Angel langsung menelan ludahnya, jantungnya berdetak kencang. “Eh... itu…,” Angel tak bisa menjawab, wajahnya memerah semakin hebat. Alex mendekat, kali ini berbisik di telinganya, "Terus habis itu, dia remas-remas d**a kamu juga ya?" Angel langsung tersentak, wajahnya berubah merah padam karena malu. “Iiiiih, Om Alex apaan sih!?” Angel buru-buru melangkah masuk rumah dengan cepat, meninggalkan Alex yang tersenyum puas. Alex tak henti-hentinya tersenyum lucu melihatnya. "Kalau dilihat-lihat, adik Andra ini memang masih polos banget. Cantik lagi.” ucapnya dalam hati. “Dan benar juga kata Joni, Andi, sama Beni. Adiknya Andra ini memang seksi banget!” ucapnya lagi yang benar-benar sependapat dengan ketiga temannya Joni, Andi, dan Beni. Alex langsung terdiam memandangi kembali bentuk postur tubuh Angel dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. "Pinggulnya proporsional, pinggangnya ramping, bentuk tubuhnya terlihat anggun, kulitnya cerah dan mulus, dan cara jalannya pun elegan, seperti seorang model.” “Memang benar-benar sempurna ini perempuan!” Alex pun entah mengapa benar-benar tidak bisa berhenti mengaguminya. “Andra, Andra. Coba aja kalau kamu kasih tahu aku dari dulu kalau kamu punya adik secantik dan seseksi ini, nggak bakal nikah dulu aku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN