Maudy duduk di kursi di sudut ruangan, tangannya gemetar memegang bungkusan surabi yang telah dingin. Aroma manisnya masih terasa, tetapi kini hanya menjadi pengingat pahit dari harapan yang tak pernah terwujud. Matanya merah dan sembab, menatap jenazah ibunya yang terbaring kaku di ranjang rumah sakit. "Bu, ini makanan yang Ibu suka," bisiknya lirih, suaranya pecah di setiap kata. "Tapi... Ibu enggak sempat mencicipinya." Air matanya mulai jatuh, menodai kertas pembungkus surabi yang kini terasa begitu berat di tangannya. **Kenapa semua ini harus terjadi?** pikirnya. Hatinya terasa seperti dirajam ribuan duri—pedih, perih, dan tak tertahankan. "Maudy..." Suara itu memecah keheningan, suara yang penuh dengan ketegangan sekaligus kelembutan. Romeo berdiri di ambang pintu, wajahn